Partisipasi Pemilih di Pilkada 2020 Jadi Perhatian KPU
KPU menyadari tingkat partisipasi pemilih menjadi tantangan besar dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menyadari partisipasi pemilih menjadi tantangan besar dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di tengah pandemi Covid-19. Untuk menjawab tantangan itu, publik harus diyakinkan bahwa penerapan protokol kesehatan terjaga ketat di setiap tahap pilkada. Hal tersebut tentu tak terlepas dari pemenuhan anggaran tambahan terkait pengadaan alat kesehatan yang diusulkan penyelenggara pemilu.
Ketua KPU Arief Budiman, di Jakarta, Jumat (12/6/2020), mengatakan, ada dua hal yang perlu diperhatikan agar partisipasi pemilih tetap tinggi di tengah pandemi. Pertama, proses pemilu yang dikerjakan KPU harus transparan, profesional, dan sesuai peraturan perundang-undangan.
Kedua, pengetatan protokol kesehatan Covid-19 di setiap tata cara pemilu sehingga menjamin kesehatan dan keselamatan, baik bagi penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun pemilih.
”Kalau semua berjalan dengan baik, didukung semua pihak, insya Allah, partisipasi pemilih yang tinggi selama ini bisa kita pertahankan,” ujar Arief.
Sementara itu, komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, menyadari muncul kekhawatiran terkait partisipasi pemilih dengan pilkada digelar di tengah pandemi. Namun, mengutip hasil survei Litbang Kompas, katanya, masih ada sekitar 64 persen yang bersedia memberikan hak pilihnya.
Pramono pun melihat ada tingkat partisipasi pemilih yang cukup tinggi pada sejumlah pergelaran pilkada, misal Pilkada 2018 sekitar 73,24 persen dan Pilkada 2017 sekitar 74 persen.
”Artinya, di tengah pandemi, keinginan pemilih datang ke TPS (tempat pemungutan suara) itu masih cukup tinggi karena sudah di angka 64 persen, hampir 65 persen. Ini masih di tengah pandemi, sementara kami belum melakukan sosialisasi, peserta pilkada juga belum berkampanye,” ujar Pramomo.
Oleh karena itu, dalam enam bulan ke depan, lanjut Pramono, pihaknya akan terus menggencarkan sosialisasi pilkada. Dengan begitu, tingkat partisipasi pemilih tidak berkurang.
Sebagai catatan, dalam survei Litbang Kompas, tercatat pula sebesar 67,7 persen responden khawatir jika penyelenggaraan pilkada dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Sebesar 77,3 persen juga berpandangan pandemi akan memengaruhi kualitas penyelenggaraan pilkada.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar telah meminta kepada Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) serta Biro Humas di seluruh pemerintah daerah untuk mengoptimalkan komunikasi publik guna menyukseskan Pilkada 2020. Menurut Bahtiar, langkah cepat perlu dilakukan mengingat salah satu kesuksesan pilkada terukur dari tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi.
”Dengan gencarnya sosialisasi dan komunikasi publik yang dilakukan, diharapkan mampu membangun persepsi optimisme pelaksanaan pilkada yang lancar dan aman dari Covid-19, serta meningkatkan partisipasi masyarakat di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada,” ucap Bahtiar.
Bahtiar juga mengingatkan kepada Diskominfo dan Biro Humas pemda agar tak ada pesan politik dalam komunikasi publik. Misalnya, dilarang memasang foto diri kepala daerah.
”Komunikasi publik benar-benar dalam kerangka menyukseskan pilkada. Jangan sampai offside, misalnya menyosialisasikan dengan memasang foto kepala daerahnya, memasang tagline yang justru Dinas Kominfo ini atau bagian humas justru dianggap malah bagian dari tim sukses. Nah, ini yang saya kira betul dijadikan perhatian,” tuturnya.
Kepastian
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz saat dihubungi, Sabtu (13/6/2020) malam, mengatakan, publik perlu mendapat kepastian standar protokol kesehatan Covid-19 terjaga sebelum tahapan dilanjutkan. Untuk itu, pemenuhan anggaran harus mampu dituntaskan dengan cepat.
Menurut August, dua tahapan awal di pilkada lanjutan yang dimulai Senin, 15 Juni, yaitu verifikasi faktual berkas pendukung calon kepala/wakil kepala daerah dari jalur perseorangan dan pemutakhiran daftar pemilih, menjadi ajang pembuktian KPU kepada publik dalam penerapan protokol kesehatan.
Apabila itu berjalan optimal, kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu di tengah pandemi ini akan meningkat.
”Mumpung tahapan-tahapan itu skalanya tidak terlalu besar, kan. Kan, skala besarnya di kampanye dan pemungutan suara. Setidaknya di dua tahapan itu bisa dioptimalkan,” ucap August.
August pun berharap, KPU sungguh-sungguh fokus menjaga kualitas tata laksana pemilu, termasuk penerapan protokol Covid-19 dengan ketat sebagaimana standar yang akan ditetapkan. Karena itu, persoalan pengadaan alat kesehatan sebaiknya ditangani oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
”Jadi, tidak semuanya ditangani KPU karena KPU sudah disibukkan dengan penyelenggaraan. Selain itu, KPU juga tak punya kompetensi untuk urusan spek barang-barang kesehatan,” ujarnya.