Perekrutan Pejabat KPK Tidak Transparan, Independensi KPK Dipertanyakan
Proses perekrutan sejumlah pejabat strategis di KPK kembali dipertanyakan. Perekrutan dinilai tidak dilaksanakan dengan transparan sehingga diragukan kepantasan dan integritasnya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Integritas empat pejabat baru di Komisi Pemberantasan Korupsi kembali dipertanyakan karena proses perekrutannya tidak transparan. Keraguan terhadap kinerja KPK dalam memberantas korupsi pun muncul karena lembaga antirasuah itu dinilai mulai kehilangan independensi, termasuk dalam proses perekrutan pejabat struktural.
Pada 14 April 2020, KPK telah melantik empat pejabat eselon I dan II yang terdiri dari Deputi Bidang Penindakan Brigadir Jenderal (Pol) Karyoto, Direktur Penyelidikan Komisaris Besar Endar Priantoro, Deputi Bidang Informasi dan Data Mochamad Hadiyana, serta Kepala Biro Hukum Ahmad Burhanudin. Namun, proses perekrutan para pejabat KPK tersebut masih dipertanyakan karena tidak dilakukan secara terbuka sejak awal.
Komisioner KPK 2007-2011, M Jasin, menceritakan, dalam proses perekrutan pejabat struktural KPK yang diikutinya pada 2004 dilakukan secara terbuka melalui program Indonesia Memanggil. Program tersebut diikuti oleh 1.860 peserta, padahal hanya ada tujuh yang dipanggil untuk menjadi pejabat struktural.
”Jumlah pesertanya diumumkan secara terbuka dan tahapan seleksi transparan. Setiap tahapan diumumkan dan diutamakan untuk menelusuri rekam jejak dari masing-masing individu yang ikut dalam seleksi. Sampai rumah, mobil, dan berapa kekayaannya dipaparkan dalam seleksi tersebut,” kata Jasin dalam diskusi melalui telekonferensi yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Kebijakan perekrutan yang menekankan integritas dan deteksi rekam jejak dari calon pejabat struktural tersebut dilakukan dalam pemilihan pimpinan KPK periode satu hingga empat. Namun, menurut Jasin, kebijakan tersebut telah berubah pada pimpinan KPK periode sekarang.
Menurut Jasin, kebijakan perekrutan yang dilakukan secara terbuka dengan penelusuran rekam jejak tersebut dapat menghasilkan orang-orang yang berintegritas serta kompeten. Hal tersebut sangat dibutuhkan KPK sebagai penegak hukum untuk memberantas korupsi.
Komisioner KPK 2011-2015, Bambang Widjojanto, berharap Dewan Pengawas KPK menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam proses perekrutan tersebut. Ia pun meminta Dewas Pengawas untuk melakukan pengawasan karena ada dugaan proses pemilihan tersebut tidak dilakukan secara terbuka dan akuntabilitasnya sangat kecil.
Pengajar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan, dalam proses perekrutan selalu berkaitan dengan kepantasan dan integritas. ”KPK sekarang sedang dirusak oleh banyak pihak yang ingin pemberantasan korupsi lemah,” kata Bivitri.
Akibat dari pelemahan tersebut, KPK kehilangan independensinya, termasuk dalam perekrutan pejabat struktural. Ia melihat bahwa kepantasan dan integritas tersebut dilanggar oleh KPK karena ada konflik kepentingan.
Pelemahan KPK tersebut dimulai dengan perubahan undang-undang yang mengubah posisi pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. Karena itu, KPK berada di rumpun eksekutif yang berpotensi terjadi benturan kepentingan sehingga KPK menjadi tidak efektif.
Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, mengatakan, politik hukum status dan kedudukan KPK telah berubah. ”Kalau dahulu KPK ketika lahir ada paradigma kita butuh lembaga independen yang bisa mengadili atau masuk ke seluruh lembaga negara yang ada dan kemudian memberantas korupsinya. Namun, sekarang ini telah berubah,” kata Fickar.
Dengan adanya revisi UU KPK, maka KPK menjadi lembaga di bawah pemerintahan. Alhasil, independensi KPK pun hilang, termasuk dalam perekrutan komisioner KPK. Akibat kehilangan independensi tersebut, KPK tidak pernah lagi melakukan operasi tangkap tangan.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK memiliki standar kualitatif yang sifatnya independen dan dalam mengambil setiap keputusan selalu dengan cara kolektif kolegial atas kesepakatan seluruh pimpinan.
Ia menegaskan, proses seleksi tersebut telah dilakukan sesuai dengan petunjuk dan prosedur administrasi seleksi yang berlaku. Mekanisme dan prosedurnya sama seperti yang dilakukan oleh pimpinan KPK periode sebelumnya ketika melakukan seleksi jabatan struktural di lingkungan KPK.
”Selain memiliki SDM yang bagus, KPK adalah lembaga yang telah memiliki sistem kerja yang baik sehingga setiap proses ataupun hasilnya dapat terukur akuntabilitasnya. KPK, sebagai salah satu lembaga penegak hukum, dalam penanganan setiap kasus dipastikan akan tetap bekerja sesuai dengan koridor hukum yang berlaku,” tutur Ali.