Sistem bekerja dari rumah sebagai langkah mencegah penyebaran Covid-1, rentan disalahgunakan. Oleh karena itu, sistem tersebut harus disertai mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban yang jelas.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan sistem bekerja dari rumah untuk mencegah penyebaran Covid-19 harus dibarengi dengan mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban yang jelas. Dengan begitu, potensi penyalahgunaan sistem bekerja dari rumah bisa dicegah.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa di Jakarta, Selasa (17/3/2020), mengatakan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) harus membuat instrumen yang mampu mengukur seberapa efektif kerja para aparatur sipil negara (ASN) di rumah berikut dengan pertanggungjawabannya.
”Kontrol dan pelaporan menjadi penting sehingga produktivitas mereka (ASN) tetap terpantau. Pelayanan mereka terhadap kebutuhan-kebutuhan publik pun tak terganggu,” ujar Saan.
Saan mengingatkan kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) baik di pemerintah pusat maupun pemda agar menyiapkan sanksi bagi ASN yang menyalahgunakan sistem bekerja dari rumah. Penyalahgunaan bisa meliputi tak tercapainya target hingga bepergian liburan.
”Sistem kerja di rumah ini, kan, tujuan baik, tetapi kalau tak digunakan dengan baik, mereka (ASN) malah keluyuran, tentu harus diberi sanksi. Tingkat toleransi mereka kerja di rumah ini harus dipertanggungjawabkan secara moral. Bahwa mereka harus benar-benar kerja, jangan malah digunakan untuk liburan,” tutur Saan.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengeluarkan kebijakan bahwa ASN diperbolehkan bekerja dari rumah hingga 31 Maret mendatang untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Namun, PPK harus memastikan, ada minimal dua level pejabat struktural tertinggi yang tetap bekerja di kantor agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat tak terhambat.
Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran Kemenpan RB Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Tjahjo menyampaikan, sekretaris kementerian/lembaga, sekretaris daerah, dan pejabat setara eselon II agar melakukan inventarisasi penugasan yang dapat diselesaikan oleh staf dari rumah. Monitoring penugasan staf yang bekerja dari rumah dilakukan secara berkala oleh atasan masing-masing, baik itu melalui panggilan video atau fasilitas berbagi lokasi yang ada dalam aplikasi percakapan Whatsapp.
Tjahjo mengingatkan bahwa pegawai yang bekerja dari rumah wajib tinggal di rumah. ASN tidak diperkenankan bepergian atau keluar rumah, kecuali yang sifatnya untuk kebutuhan hidup, seperti membeli makanan dan berobat.
”Apabila diketahui ada yang melanggar hal tersebut, mereka akan mendapatkan sanksi disiplin,” ujarnya.
Tjahjo juga meminta kepada PPK agar menangguhkan perjalanan dinas ke luar negeri hingga batas waktu yang belum ditetapkan. Perjalanan dinas dalam negeri juga ditiadakan hingga 31 Maret 2020. ”Setelah itu, semua perjalanan dinas akan dilakukan secara selektif,” ucapnya.
Sementara itu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) memberlakukan mekanisme 50 persen pegawai BKN bekerja di kantor dan 50 persen lainnya bekerja dari rumah.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN Paryono menjelaskan, penetapan komposisi 50 persen pegawai dapat bekerja dari rumah memperhatikan aspek sejumlah layanan publik milik BKN yang bisa dilakukan secara daring, misalnya proses verifikasi dan validasi hasil seleksi kompetensi dasar (SKD) calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan data kebutuhan PNS.
Adapun 50 persen pegawai tetap bekerja di kantor untuk memastikan pelayanan publik tetap berjalan, misalnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKN yang tetap dibuka Senin-Jumat.
”Untuk pengaturan pelaporan kinerja, baik pegawai yang bekerja di kantor maupun dari rumah tetap wajib melaporkan apa yang dikerjakan melalui aplikasi sistem e-Kinerja,” kata Paryono.