13 Institusi Sepakat Sama-sama ”Amankan” Laut Natuna Utara
Sebanyak 13 institusi menandatangani kesepakatan bersama pengawasan, pengamanan, dan pemanfaatan sumber daya ikan di Laut Natuna Utara. Kehadiran negara dan aktivitas ekonomi nelayan Indonesia di sana akan diperbesar.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ancaman nyata di Laut Natuna Utara terlihat dari kasus kehadiran kapal ikan China serta kapal coast guard atau penjaga pantainya di zona ekonomi eksklusif Indonesia. Oleh karena itu, koordinasi antarinstitusi harus diperkuat untuk meningkatkan pengawasan, pengamanan, serta pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE Indonesia tersebut.
Pada awal akhir Desember 2019 dan awal Januari 2020, kapal-kapal nelayan China dengan dikawal kapal penjaga pantai Pemerintah China memasuki ZEE Indonesia di Natuna Utara. Hal ini menimbulkan reaksi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia. ZEE membentang hingga 200 mil dari garis pangkal. Di sana, suatu negara memperoleh hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya alam dan menerapkan hukum nasionalnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, perlindungan kawasan di Laut Natuna Utara harus disikapi secara serius karena ancaman kehadiran kapal ikan China secara ilegal dan kapal penjaga pantainya selalu ada. Tanpa ada sinergitas yang kuat antarinstitusi, proses pengamanan tidak akan berjalan optimal.
”Kalau tidak bersinergi, itu bisa saja banyak lembaga ingin menangani hal yang sama atau menghindari hal yang sama. Presiden berkali-kali mengatakan, jaga Natuna dan kuatkan koordinasi. Koordinasi itu penting. Jangan jalan sendiri-sendiri. Jangan ego sektoral,” ujar Mahfud di kantor Badan Keamanan Laut (Bakamla), Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2020).
Saat itu, Mahfud memberikan sambutan dalam kegiatan penandatanganan kesepakatan bersama 13 institusi terkait pengawasan, pengamanan, dan pemanfaatan sumber daya ikan di Laut Natuna Utara. Kemenko Polhukam bertindak sebagai koordinator institusi, sementara Bakamla menjadi leading sector dalam upaya ini.
Penandatanganan kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat koordinasi khusus tingkat menteri pada 23 Januari 2020 tentang rencana aksi pemerintah dalam rangka pemanfaatan sumber daya ikan di Laut Natuna Utara.
Mahfud menjelaskan, pesan untuk memperkuat pengamanan perairan di Natuna sebenarnya telah disampaikan Presiden Joko Widodo sejak Juni 2016 saat memimpin rapat tentang Natuna dengan para menteri dan pejabat setempat.
Saat itu, Presiden menginstruksikan agar perairan Natuna dijaga dari keberadaan kapal asing dan kapal pencuri ikan yang masuk secara ilegal. Atas dasar itu, menurut Mahfud, volume patroli di perairan Natuna harus ditingkatkan. Namun, peningkatan patroli tidaklah cukup. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sumber daya ekonomi laut, program sosial, ekonomi, pendidikan, bahkan kesehatan juga harus dihidupkan di kawasan itu.
”Selama ini, kita kurang hadir di sana sehingga kita harus meningkatkan volume kehadiran di perairan kita, baik di teritorial perairan maupun di perairan hak berdaulat, sampai ke laut lepas. Itu kita jaga dengan kegiatan patroli dan kegiatan ekonomi nantinya,” ujar Mahfud.
Kemenko Polhukam bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kata Mahfud, saat ini tengah menyiapkan deregulasi untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan nelayan di perairan Natuna.
Selain itu, Mahfud juga menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyusun omnibus law Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Laut. ”Tahun ini mudah-mudahan omnibus Undang-Undang Keamanan Laut selesai,” katanya.
Patroli laut
Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia menambahkan, operasi laut tindak lanjut dari hasil kesepakatan ini akan segera dilakukan dalam 1-2 minggu ini. Aan menjelaskan, seluruh instansi bertugas ikut mengawasi dan mengamankan mulai dari kegiatan lintas laut, penangkapan ikan di Laut Natuna Utara, hingga kegiatan bongkar muat dan pemasaran di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Selat Lampa.
Asosiasi nelayan dilibatkan untuk menyiapkan kapal ikan. Sementara itu, PT Pertamina akan bertugas menjaga ketersediaan bahan bakar minyak bagi kapal ikan dan kapal patroli yang beroperasi di Laut Natuna Utara.
Aan menuturkan, kondisi perairan Natuna sejauh ini masih aman. Tidak ada lagi kapal nelayan China maupun kapal penjaga pantainya yang lalu-lalang di perairan tersebut. Meski demikian, Aan sepakat dengan Mahfud, menyatakan bahwa volume kehadiran nelayan dan penjaga pantai Indonesia harus terus-menerus ditingkatkan.
”Situasi di Laut Natuna Utara memerlukan aksi cepat dan perhatian khusus. Paling tidak kita harus hadir,” ujar Aan.