Tak kurang dari 348 perkara pidana pemilu pada penyelenggaraan Pemilu 2019 telah divonis pengadilan hingga 31 Agustus. Sebaran kasus yang merata di 34 provinsi dikhawatirkan bakal memengaruhi pelaksanaan Pilkada 2020.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tak kurang dari 348 perkara pidana pemilu pada penyelenggaraan pemilu serentak 2019 telah divonis pengadilan hingga 31 Agustus lalu. Sebaran kasus yang merata di 34 provinsi dikhawatirkan bakal memengaruhi pelaksanaan pilkada serentak 2020.
Hal itu diketahui dari riset putusan pengadilan terkait pidana pemilu yang dilakukan lembaga kajian hukum dan peradilan Indonesia Legal Roundtabel (ILR) pada periode awal Mei hingga 31 Agustus 2019. Direktur Eksekutif ILR Firmansyah Arifin, Selasa (10/9/2019), mengatakan, sebagian pelaksanaan pilkada serentak 2020 kemungkinan akan dipengaruhi sebagian vonis tersebut.
”Tentu akan menuntut dilakukannya seleksi (penyelenggara pemilu) lagi (untuk mengisi) kekosongan penyelenggara pemilu yang berganti,” ujar Firmansyah.
Hingga sejauh ini, ILR belum menyelidiki secara mendetail terkait sejumlah daerah yang bakal menyelenggarakan pilkada serentak 2020 dan terdampak oleh putusan tersebut. Akan tetapi, jika dilihat dari pelaku pidana pemilu, terdapat sejumlah elemen penyelenggara pemilu yang dijatuhi vonis.
Masing-masing adalah anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), staf sekretariat KPU kabupaten/kota, anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS), anggota Bawaslu tingkat kabupaten/kota, dan anggota KPU tingkat kabupaten/kota.
Firmansyah menjelaskan, anggota KPU tingkat kabupaten/kota yang dimaksudkan adalah KPU Puncak di Papua dan KPU Kota Palembang di Sumatera Selatan. Lima anggota KPU Kabupaten Puncak dan lima anggota KPU Kota Palembang masing-masing divonis dalam satu putusan.
Adapun aktor yang dominan dalam kasus pidana pemilu adalah calon anggota legislatif (caleg). Aktor lain yang juga terlibat adalah warga masyarakat, tim sukses, kepala desa, bakal calon anggota legislatif, aparatur sipil negara atau birokrat, profesional/swasta, saksi-saksi, dan bupati.
Dari 348 kasus tersebut, kejadian terbanyak berada di Sulawesi Selatan dengan 40 kasus. Adapun provinsi dengan jumlah vonis pidana politik paling sedikit, masing-masing dengan hanya satu kasus, adalah Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Tengah. Jumlah data kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap itu bersifat sementara hingga akhir Agustus.
Dari sisi vonis, 136 perkara dihukum dengan pidana penjara. Vonis hukuman percobaan diberikan atas 170 perkara. Adapun putusan bebas diberikan pada 28 perkara. Sementara 14 perkara lainnya divonis secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa.
Jika ditilik dari perbandingan jumlah kasus pidana pemilu yang divonis pada 2014, tampak ada kenaikan signifikan. Tahun 2014, hanya terdapat 203 kasus pidana pemilu yang divonis.
Firmansyah mengatakan, kenaikan itu diduga karena ekspektasi tinggi peserta pemilu serentak 2019, terutama harapan yang dimiliki caleg. Hal ini menyusul dominannya kasus-kasus yang terkait dengan pemilu legislatif alih-alih kasus terkait pemilu presiden yang hanya sekitar 15 kasus.
”(Modusnya) Kedekatan caleg (dengan sebagian penyelenggara pemilu), dimintai bantuan (lalu) dikasih uang. (Lantas) Melakukan manipulasi penghitungan suara,” ujar Firmansyah.
KPU menunggu
Anggota KPU, Evi Novida Ginting, saat dihubungi pada hari yang sama, mengatakan, khusus mengenai putusan bagi anggota KPU Puncak di Papua, pihaknya dalam posisi menunggu. Ia menyebutkan, diperlukan dokumen resmi untuk memastikan hal tersebut.
”Kami masih menunggu putusan yang menyatakan ditolak sehingga bisa mengaktifkan mereka kembali. Tentu (KPU) masih menunggu dokumen,” ucap Evi.
Sehari sebelumnya, Evi memastikan bahwa untuk pelaksanaan pilkada serentak 2020, posisi dan keberadaan anggota-anggota KPU yang melaksanakan pilkada tersebut harus dipastikan.
Ia melanjutkan, jika seluruh lima anggota KPU berhalangan karena tersangkut pidana pemilu, perannya akan diambil alih oleh KPU yang berada satu tingkat di atasnya.