Balada Caleg di NTT, Daerah Miskin dengan Tunjangan DPRD yang Lumayan
Jumlah bakal calon legislatif (caleg) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang telah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat sebanyak 957 orang. Mereka berebut suara di tujuh daerah pemilihan di NTT.
DPRD Provinsi NTT menyediakan 65 kursi. Jumlah bakal caleg kali ini jauh lebih banyak dibanding Pemilu 2014. Mereka harus berjuang keras untuk merebut kursi itu.
Jumlah bakal caleg pada Pemilu 2014 adalah 680 orang yang diusulkan 12 parpol peserta pemilu. Selain tambahan parpol baru, kenaikan caleg juga dipengaruhi oleh peningkatan kesejahteraan anggota legislatif.
Peraturan Pemerintah Nomor 18/2017 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD, mendorong orang ramai-ramai terjun di dunia politik, dengan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD. Macam-macam motivasi, salah satu di antaranya, mengubah nasib.
Rakyat pun didorong menjadi lebih cerdas memilih caleg. Gaji dan tunjangan yang naik lima kali lipat sejak akhir 2017, menjadi salah satu pemicu, orang ramai-ramai mencalokan diri menjadi anggota DPRD. Mereka mencoba keberuntungan di sana.
Gaji dan tunjangan seorang DPRD NTT sebelumnya sekitar Rp 8 juta per bulan menjadi Rp 42 juta per bulan, dan DPRD kabupaten/kota dari Rp 4 juta – Rp 7 juta per bulan menjadi Rp 21 juta – Rp 25 juta per bulan, setiap kabupaten/kota. Jumlah ini belum termasuk penerimaan lain-lain dari sejumlah sumber.
Kenaikan itu pula mendorong masyarakat untuk membandingkan kinerja DPRD dengan pendapatan asli daerah NTT. Dengan tingkat kemiskinan di masyarakat, yang masih berada pada posisi 21 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk NTT, sebuah ironi jika gaji dan tunjangan DPRD tergolong mewah untuk daerah semiskin NTT. Terlebih pengawasan DPRD terhadap pembangunan di daerah, dinilai lamban.
Sejumlah Perda yang dihasilkan, implementasi di lapangan hampir tidak terasa bagi masyarakat. Perda tentang Perdagangan Manusia misalnya. Perda yang diterbitkan 2009, kemudian diperbaharui 2017 ternyata tidak membawa dampak bagi upaya pencegahan TKI ilegal dari NTT. Tercatat sejak Januari-Juni 2018 ada 52 TKI ilegal asal NTT tewas di luar negeri.
Selain itu, kehadiran anggota di Gedung DPRD pun hanya ditentukan oleh jadwal sidang, rapat internal, kunjungan masyarakat (lembaga), atau ada aksi demo. Hari-hari tertentu, suasana gedung DPRD tampak sepi, dengan alasan masa reses atau kunjungan kerja ke desa-desa (kecamatan).
Dengan hak keuangan yang makin tinggi, didukung sarana dan prasarana yang makin banyak untuk seorang anggota DPRD, rakyat didorong agar semakin cerdas menilai dan memilih. Tuntutan masyarakat dari caleg pun makin tinggi. Salah satu penilaian paling kuat di masyarakat, adalah kedekatan caleg itu dengan masyarakat lokal.
Jika caleg tidak dekat, ia harus memiliki modal kuat untuk memberi “sirih pinang” bagi calon pemilih. Sirih pinang dinilai masih jauh lebih ampuh menarik hati rakyat dibanding yang lain. Rakyat merasa berutang budi jika menerima sirih pinang itu, dan akhirnya memberi pilihan kepada caleg bersangkutan.
Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmat Atang mengatakan, jumlah 957 caleg memperebutkan 65 kursi di DPRD itu berarti mereka harus bekerja sangat keras, dan mengeluarkan berbagai jurus untuk merebut hati masyarakat.
Setiap caleg punya pandangan dan cita-cita berbeda terkait pencalonan diri mereka. Menurut Ahmat, jika ada pendapat bahwa pendapatan sebagai anggota DPRD meningkat sebagai penyebab bertambahnya caleg, itu sah-sah saja.
Banyknya jumlah caleg untuk DPRD NTT pada Pemilu 2019 membuat mereka saat ini ramai berkampenya di berbagai media, termasuk media sosial. Namun pertimbangan kedekatan dengan pemilih di dapil, yang bakal jadi pertimbangan utama. Ahmat pun menilai caleg yang memasang foto wajah untuk promosi diri di media sosial, justru memperlihatkan mereka kurang percaya diri. Jika mereka cukup dikenal luas di dapil itu, tidak perlu promosi diri melalui media sosial.
“Selama ini mereka ada di mana. Kalau mereka cukup populer melalui kegiatan sosial kemasyarakatan, politik, bakti sosial, dan selalu berpihak pada kepentingan masyarakat, tidak perlu repot mencari dukungan melalui media sosial. Cukup dengan pergaulan sosial di masyarakat, mereka sudah menarik simpatik masyarakat,”katanya.
Jika mereka ingin mencari dukungan menjelang pemilihan legislatif, harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Itu pun belum tentu dipilih masyarakat. Saat ini masyarakat sudah cerdas menilai, caleg mana yang benar-benar bekerja untuk masyarakat, dan mana yang hanya sekedar mencari keuntungan.
Sejauh ini, latar belakang para caleg di NTT berbeda-beda. Ada caleg sebelumnya memang bergelut di parpol, LSM, pensiunan PNS/TNI/Polri, dosen dari perguruan tinggi swasta, jurnalis, bahkan ada pula tidak memiliki pekerjaan tetap. Sementara parpol pun ada yang meminta kontribusi nyata dari caleg, tetapi ada pula yang tidak meminta apa pun dari caleg.
Juru Bicara KPUD NTT Yosafat Koli mengatakan, berkas dari 957 caleg provinsi sudah selesai diverifikasi, Rabu (18/7) malam. Jumlah 957 caleg berasal dari 16 partai politik (Parpol) itu telah memenuhi seluruh persyaratan, dan dinyatakan sah mengikuti pemilu legislatif tahun 2019.
“Jumlah 16 parpol itu telah menerima surat tanda terima daftar sah dari KPUD. Jika ada dokumen yang kurang, akan dilakukan perbaikan selama masa perbaikan, 22-31 Juli 2018. Jumlah 957 caleg ini, 608 di antaranya laki-laki, dan 349 perempuan. Parpol mengajukan caleg sesuai kuota yang ada di daerah pemilihan masing-masing,” kata Koli.
Jumlah 957 caleg ini bisa berkurang, jika Parpol tidak melengkapi berkas-berkas caleg bersangkutan.
Sesuai data pemilih pada Pilkada NTT 27 Juni, daftar pemilih tetap NTT sebanyak 3.186.506 orang. Jumlah ini tersebar di 22 kabupaten/kota. Para caleg akan berjuang dengan berbagai upaya untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih, guna mendapatkan kursi di DPRD NTT.
Maksi Dae caleg dari PKB daerah pemilihan Nagekeo, Ende, dan Ngada mengatakan, dirinya cukup yakin dipilih rakyat, meski selama ini ia berdomisili di Kota Kupang. Ia telah melakukan sejumlah kegiatan sosial kemasyarakatan melalui salah satu LSM yang ditekuni selama ini di tiga kabupaten itu.
Ia mengaku ada rekannya sedang bekerja di lapangan untuk kemenangan dirinya dalam pemilu legislatif 2019. Tetapi itu saja tidak cukup. Ia sendiri berjanji akan memanfaatkan waktu sisa untuk mendatangi masyarakat di tiga kabupaten itu, terutama Nagekeo dan Ngada.
“Ini langkah memang berat. Tetapi kita harus mulai, dan masyarakat yang menentukan,”kata Dae.