JAKARTA, KOMPAS - Polarisasi menjadi keniscayaan dalam setiap kontestasi politik, termasuk di Pilkada 2018. Meski demikian, diharapkan semua pihak dapat menjamin pelaksanaan pilkada tidak mengakibatkan perpecahan di masyarakat dan merugikan kehidupan berbangsa.
Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian menuturkan, pilkada akan membuat polarisasi di masyarakat karena adanya pilihan pasangan calon dan perbedaan pendapat yang mengemuka karena kepentingan untuk meraih kekuasaan.
”(Pilkada) ini adalah polarisasi yang dilegalkan. Dalam kacamata security (keamanan), ini potensi konflik,” kata Tito, Selasa (27/3), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Guna menghindari skenario terburuk, yaitu terjadinya konflik, Tito menuturkan, semua pihak yang bersinggungan dan punya kepentingan dalam pilkada perlu bersinergi untuk mencegah dan mengelola potensi konflik sejak dini. Terkait hal itu, ada tujuh unsur yang menentukan keberhasilan Pilkada 2018.
Pertama, tutur Tito, adalah Komisi Pemilihan Umum. Kedua, Badan Pengawas Pemilu. Ketiga, pemerintah daerah. Keempat, semua pasangan calon. Kelima, aparat keamanan, yaitu Polri dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Keenam, tokoh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan. Terakhir, ketujuh, adalah media massa.
Terkait media massa, Tito berharap semua media massa arus utama di Indonesia tidak menyebarluaskan pemberitaan negatif yang berpotensi konflik.
”Kalau bad news yang berpotensi konflik, meskipun menarik untuk diangkat, mohon jangan dinaikkan. Tolong prioritaskan idealisme demi menjaga masyarakat agar tidak pecah,” harapnya.
Untuk memacu hadirnya berita positif dan bernuansa meredam konflik, Polri pun menyelenggarakan Anugerah Jurnalistik Polri 2018 yang bertema ”Bersama Polri Wujudkan Pilkada Damai 2018”.
Pengiriman karya jurnalistik pada kompetisi itu dibuka hingga 24 Juni 2018. Pengumuman pemenang akan dilaksanakan pada Hari Bhayangkara, 1 Juli 2018.
Antisipasi
Secara terpisah, Ketua Setara Institute Hendardi menuturkan, pimpinan Polri perlu membekali semua personel di kewilayahan agar siap mengantisipasi potensi permasalahan pilkada.
”Aparat keamanan perlu membangun kesadaran politik masyarakat agar tidak ada pihak yang memanfaatkan momentum Pilkada 2018 untuk menciptakan instabilitas,” kata Hendardi.