Isu Perpanjangan Jabatan Presiden dan Amendemen Konstitusi Disinyalir Bakal Terus Digulirkan
Isu penundaan pemilu dinilai digulirkan oleh orang atau kelompok yang dekat dengan kekuasaan. Mereka mendapatkan akses dan anggaran terkait dengan pembangunan yang digelontorkan pemerintah.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Isu penundaan pemilu hingga perpanjangan masa jabatan presiden yang terus digulirkan oleh para elite politik dinilai ada agenda tertentu demi mencari keuntungan. Isu perpanjangan jabatan dan amendemen konstitusi disinyalir akan terus digulirkan beberapa bulan ke depan.
Menurut Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Usep Hasan Sadikin, isu penundaan pemilu terus digulirkan karena adanya kepentingan kelompok di dalam elite kekuasaan. ”Kalau mereka memang berkomitmen terhadap konstitusi dan undang-undang serta mau sepenuhnya menjalankan jadwal pemilu 14 Februari 2024, hendaknya mereka mempersiapkan Pemilu 2024 dengan kewenangannya,” kata Usep saat dihubungi di Jakarta, Kamis (31/3/2022).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Usep menegaskan, pemerintah dan DPR memiliki kewenangan untuk mempersiapkan Pemilu 2024 dengan memperbaiki UU Pemilu agar pelaksanaan pemilu ke depan lebih efisien dan bisa diselenggarakan dengan baik di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu, DPR dan pemerintah juga seharusnya sudah melakukan pembahasan lebih lanjut dengan penyelenggara pemilu terkait Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu yang hingga saat ini belum disahkan.
Menurut Usep, isu penundaan pemilu digulirkan oleh orang atau kelompok yang dekat dengan kekuasaan. Mereka mendapatkan akses dan anggaran terkait dengan pembangunan yang digelontorkan pemerintah.
Perencanaan dalam menggulirkan isu penundaan pemilu ini pun dilakukan secara sistematis. Sebab, sejumlah kepala desa sampai melontarkan gagasan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Mereka mendukung penundaan pemilu karena akan terus mendapatkan dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Usep berharap masyarakat terus menyuarakan penolakan penundaan pemilu sampai tahapan Pemilu 2024 terlaksana. Hal itu bertujuan demi menegakkan konstitusi dan undang-undang.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, saat ini isu yang digulirkan para elite politik bergeser dari penundaan pemilu menjadi wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Isu seputar amendemen konstitusi akan terus digulirkan dalam beberapa bulan ke depan, khususnya terkait dengan perpanjangan masa jabatan presiden.
Menurut Arya, situasi saat ini tidak pasti karena publik tidak tahu secara persis posisi partai politik (parpol) terkait wacana tiga periode. Sebab, tidak banyak parpol yang secara terbuka menyampaikan pendapatnya. Selain itu, belum ada jaminan komitmen dari parpol terhadap sikapnya yang bisa saja berubah-ubah.
”Kemungkinan-kemungkinan bisa terjadi. Kemungkinan amendemen, tiga periode, dan itu yang harus benar-benar kita sikapi karena ini akan menentukan bagaimana wajah politik dan demokrasi ke depan,” katanya.
Ia melihat, isu amendemen konstitusi akan terus digulirkan karena pasal soal pembatasan masa jabatan merupakan hasil amendemen pertama pada 1999. Sebelumnya, tidak dikenal dengan pembatasan masa jabatan. Tujuan dari pembatasan masa jabatan menjadi dua periode agar ada rotasi dan kompetisi di elite.
Negara demokrasi yang menggunakan sistem presidensial mayoritas ada pembatasan masa jabatan presiden, yakni dua periode. ”Kalau tiba-tiba kita mengubah konstitusi kita menjadi tiga periode, itu sesuatu yang tidak terjadi dalam negara demokrasi yang menggunakan sistem presidensial,” kata Arya.
Ia melihat, isu yang digulirkan oleh para elite, mulai dari penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan, hingga jabatan presiden tiga periode, memiliki motif yang sama, yakni bertujuan ingin adanya perubahan durasi masa jabatan presiden. Para elite tersebut memiliki motivasi agar lebih lama menduduki jabatan tertentu.