Inilah Akhir dari Dramaturgi Penundaan Pemilu?
Pernyataan Presiden Joko Widodo yang taat, patuh, dan tunduk pada konstitusi merupakan kabar baik untuk mengakhiri spekulasi dan wacana penundaan pemilu sekaligus perpanjangan masa jabatan.
Gagasan penundaan pemilu yang diembuskan sejumlah elite politik dalam dua pekan terakhir akhirnya menemui muara. Presiden Joko Widodo, Jumat (4/3/2022), secara tegas menyatakan akan tetap patuh dan taat kepada konstitusi.
Sikap Presiden ini ditunggu-tunggu sejak wacana penundaan pemilu itu berhembus kembali, 23 Februari lalu. Adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar yang terbuka mengusulkan penundaan pemilu. Sebelumnya, Januari lalu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia juga menyerukan usulan ini. Bahlil beralasan ketika itu ada masukan dari pengusaha.
Alasan Bahlil ini senada dengan dalih Muhaimin atau Cak Imin, yang mengatakan, penundaan pemilu diperlukan agar momentum perbaikan ekonomi tidak hilang. Penundaan itu sekaligus untuk mengganti stagnansi ekonomi selama dua tahun.
”Ya setahunlah, kalau enggak dua tahun maksimal kira-kira begitu. Moga-moga,” kata Muhaimin.
Dengan bahasa sedikit berbeda, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mendukung usulan penundaan pemilu. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu menyampaikan, para petani sawit di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, mengingingkan adanya keberlanjutan pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo. Alasannya, kebijakan-kebijakan Jokowi telah meningkatkan harkat hidup petani sawit. Airlangga pun berjanji akan membicarakan aspirasi itu dengan pimpinan partai politik lainnya.
”Kami akan bicarakan aspirasi ini dengan pemimpin partai politik yang lain. Dan bagi kami, bagi partai Golkar, aspirasi rakyat adalah aspirasi partai karena kami akan terus menerima aspirasi rakyat dan tentu akan disalurkan,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulisnya.
Belakangan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menyampaikan dukungan pada usulan penundaan pemilu. Tak hanya pemulihan ekonomi, PAN juga mengungkapkan pertimbangan lain. Dari kesungguhan menangani pandemi, konflik Ukraina-Rusia, biaya pemilu yang terlalu besar, keberlangsungan program-program pemerintah, hingga tingginya kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi menurut sejumlah survei.
Baca juga: Catat dan Hukum Partai Politik yang Usulkan Penundaan Pemilu
”Karena berbagai pertimbangan itu dan masukan-masukan masyarakat dari berbagai kalangan, kami memutuskan setuju dengan pemilu diundur,” kata Zulkifli.
Alih-alih mendukung, enam parpol parlemen lain justru tegas menolak. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak penundaan pemilu karena tidak sesuai amanat konstitusi.
Berubah sikap
Jika dirunut ke belakang, para petinggi parpol pendukung penundaan pemilu sebelumnya justru menolak tegas ketika Bahlil mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Kala itu Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan, semua parpol berpegang pada ketentuan di dalam UU Pemilu.
”Sekarang kami, kan, berpegang teguh pada UU Pemilu bahwa pelaksanaan Pemilu 2024. Saya kira semua parpol akan fokus ke sana. Persiapan pun akan dilakukan hadapi pemilu legislatif dan pemilu presiden pada 2024. Fokus kita ke sana, tidak usah melebar ke mana-mana,” ujarnya.
Begitu pula Wakil Sekjen PKB Luqman Hakim saat itu menegaskan, tanggal Pemilu 2024 harus segera ditetapkan untuk mengakhiri spekulasi tentang apakah Pemilu 2024 jadi digelar ataukah tidak dan apakah akan ada tiga periode atau perpanjangan masa jabatan hingga 2027. Wakil Ketua Komisi II DPR itu bahkan menegaskan, menggunakan alasan ekonomi untuk menunda pergantian presiden sangat tidak masuk akal dan mengada-ada.
”Penting juga ditegaskan bahwa di dalam konstitusi tidak ada norma yang memungkinkan presiden/wakil presiden diperpanjang masa jabatannya. Penyelenggaraan pemilu untuk memilih presiden/wakil presiden justru bisa menjadi pemicu pergerakan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Pemilu di Indonesia tidak pernah menjadi penyebab krisis ekonomi,” tuturnya Januari lalu.
Perubahan sikap itu tentu menimbulkan pertanyaan, ada faktor determinan apa yang membuat parpol berubah sikap? Kekuatan apa yang membuat dalam jarak sebulan sikap itu berbalik 180 derajat?
Setelah ramai ditolak sesama parpol dan masyarakat sipil, nama seorang menteri disebut-sebut aktif melobi partai dalam upaya mendorong munculnya usulan ini. Namun, hal ini dibantah oleh Muhaimin saat melakukan safari politik ke Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/3/2022). Ia mengaku usulan itu murni berasal darinya. Soal diterima atau tidak usulan itu bergantung pada setiap ketua umum parpol dan juga presiden.
Sejumlah petinggi parpol koalisi pemerintah yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, wajar jika akhirnya Muhaimin yang mengusulkan wacana itu. Secara politis, Muhaimin berkepentingan mengamankan posisinya di internal PKB menyusul sejumlah persoalan yang sempat muncul antara PKB dan jajaran PBNU di bawah KH Yahya Cholil Staquf.
Perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu akan memberikan nafas tambahan bagi Muhaimin dalam melakukan konsolidasi. Namun, soal ketidaksiapan PKB ini ditampik Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, yang menegaskan PKB siap kapan pun pemilu digelar.
Informasi lain menyebutkan, sebenarnya bukan PKB yang mulanya diharapkan mengusulkan penundaan pemilu, melainkan PAN. Salah satu jajaran pengurus PAN menyebutkan, di dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PAN, pertengahan Februari 2022, pimpinan partai menceritakan adanya pertemuan dengan sejumlah menteri dan tokoh politik membahas penundaan pemilu.
Namun, pada kenyataannya, bukan PAN yang menyuarakan ini pertama kali, tetapi justru PKB. Apakah artinya ada upaya gerilya ke setiap parpol untuk memuluskan wacana ini? Ibarat menebar jala, apakah PKB melempar jalanya ke berbagai sisi sungai, untuk melihat ikan mana yang terperangkap? Apakah sungguh ada ”menteri” yang bermain di sini atau tokoh politik yang menyorongkan wacana ini demi kepentingan tertentu?
Seperti lakon dalam babak sebuah drama, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu tentu hanya ada di tangan sang sutradara. Publik tentu berharap dengan hadirnya pernyataan Presiden Jokowi yang akan taat dan patuh pada konstitusi, semua wacana dan dramaturgi berakhir.
Pernyataan Presiden merupakan kabar baik karena diharapkan dapat mengakhiri spekulasi dan wacana penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan.
Jangan pula muncul dramaturgi baru yang lebih dramatis, di mana sikap di depan panggung yang ditampilkan parpol-parpol itu ternyata berbeda dengan sikap sejatinya di balik panggung. Konsistensi parpol yang menolak penundaan pemilu ataupun perpanjangan jabatan kini diuji. Demikian pula konsistensi Presiden.
Baca juga: Polemik Penundaan Pemilu, Presiden: Taat, Tunduk, Patuh pada Konstitusi
Pernyataan Presiden merupakan kabar baik karena diharapkan dapat mengakhiri spekulasi dan wacana penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan. Namun, menurut Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, pernyataan Presiden itu masih belum terlalu jelas. Presiden hanya menyatakan ketaatan dan kepatuhan pada konstitusi, bukan menyampaikan inti persoalannya, yakni penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan.
”Hal yang dibutuhkan publik saat ini sebenarnya ialah mendengarkan langsung posisi politik presiden terhadap isu ini. Kami sadar presiden tidak mungkin secara langsung mengomentari isu-isu politik aktual, tetapi isu ini sudah menjadi isu nasional yang memengaruhi tata politik dan kelembagaan negara kita,” katanya.
Pernyataan presiden itu tentu sedikit banyak memengaruhi pamor parpol-parpol yang mengusulkan penundaan pemilu. Bisa jadi, pamor mereka kian jatuh karena mayoritas parpol di parlemen menolak usulan penundaan pemilu.
Selain itu, publik tentu mencatat setiap pernyataan dan sikap tokoh-tokoh parpol, baik yang setuju maupun yang menolak penundaan pemilu. Konsistensi mereka akan menjadi batu uji bagi rakyat dalam menentukan pilihannya di bilik suara pada 2024.