Rapuhnya Cadangan Beras Pemerintah
Beras impor terus berdatangan. Menghadapi Pemilu 2024, pemerintah membuka peluang impor beras Bulog sebesar 1,5 juta ton.
Harga gabah dan beras terus naik sejak Juli- Agustus 2021, puncaknya September-Oktober 2023. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meredam kenaikan harga, salah satunya dengan memperkuat cadangan beras pemerintah dari impor.
Hingga awal November 2023, realisasi impor beras mencapai 1,7 juta ton, membuat kandungan impor terhadap total pengadaan Bulog mencapai 66 persen, tertinggi sejak 2000.
Angka kandungan impor akan lebih tinggi lagi hingga akhir tahun karena beras impor terus berdatangan, sementara pengadaan dalam negeri sudah mandek. Menghadapi Pemilu 2024, pemerintah masih membuka peluang impor beras bagi Bulog sebesar 1,5 juta ton.
Dengan impor tersebut, Bulog mampu menyuntik beras cadangan beras pemerintah (CBP) ke pasar umum dan nonpasar sebanyak 2 juta ton hingga awal November 2023. Lebih dari separuh (52 persen) atau 1,06 juta ton penyaluran itu untuk bantuan pangan. Bantuan pangan berupa beras 10 kilogram (kg) diberikan kepada 21,35 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Pemerintah akan melanjutkannya ke tahap berikutnya menjelang pemilu.
Penyaluran CBP terbesar kedua adalah intervensi pasar melalui program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan yang hampir 900.000 ton atau 44 persen dari total penyaluran. Masyarakat dapat membeli beras di pasar rakyat dan toko eceran pada harga Rp 500-Rp 1.000/kg lebih murah dari harga pasar.
Terlepas dari kekecewaan masyarakat terhadap impor beras Bulog, pemerintah berhasil mengerem laju kenaikan harga gabah/beras. Harga beras eceran (kualitas medium BPS) mulai terkendali, sedikit turun menjadi Rp 14.322/kg pada minggu pertama November.
Menghadapi Pemilu 2024, pemerintah masih membuka peluang impor beras bagi Bulog sebesar 1,5 juta ton.
Harga gabah kering panen (GKP) tingkat petani turun lebih dalam, menjadi Rp 6.400-Rp 6.800/kg pada awal November, dari September Rp 7.200/kg, dan Oktober Rp 7.090/kg. Masyarakat mempertanyakan mengapa Bulog harus mengisi CBP dari impor, bukan menyerap produksi beras dalam negeri lebih banyak? Bagaimana prospek pengadaan gabah/beras dalam negeri Bulog pada tahun 2024?
Pengadaan Bulog
Pengadaan gabah/beras Bulog ditentukan oleh tiga faktor utama: laju kenaikan produksi gabah, tinggi rendahnya harga pembelian pemerintah (HPP), dan kepastian penyaluran CBP.
Pertama, semakin tinggi laju kenaikan produksi gabah, semakin besar kemungkinan harga gabah/beras jatuh di bawah HPP. Umumnya, kejatuhan harga terjadi kalau produksi padi tumbuh 3 persen atau lebih per tahun dan berlangsung minimal dua tahun berturut-turut.
Pada saat harga jatuh, petani/pelaku usaha akan menjual gabah/beras kepada Bulog. Sebaliknya, jika pertumbuhan produksi rendah (kurang dari 1,5 persen) berlangsung lebih dari dua tahun, apalagi jika pertumbuhannya negatif, harga gabah/beras pasti naik dan tinggi.
Pada periode 2018-2023, rata-rata produksi gabah tumbuh negatif (minus 1,91 persen). Pertumbuhan negatif tertinggi terjadi pada 2019 (minus 7,76 persen) dan pertumbuhan positif tertinggi pada 2022 (0,62 persen). BPS memperkirakan pertumbuhan produksi gabah pada 2023 turun menjadi -2,05 persen. Penurunan ini terutama disebabkan penurunan luas panen akibat kemarau panjang dan konversi lahan sawah.
Aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (13/9/2023). Beras impor tersebut diangkut dengan kapal Thai Binh 12 berbendera Vietnam.
Kedua, selisih HPP dan harga gabah/beras di pasar. Semakin rendah selisih itu, semakin rendah keinginan petani/pelaku usaha menjual gabah/beras kepada Bulog. Selisih ini umumnya tinggi saat panen raya, baik pada musim hujan maupun musim kemarau pertama. Pada saat itulah Bulog dapat melakukan pengadaan yang banyak.
Sekitar 70 persen pengadaan Bulog berlangsung pada Maret-Juli. Jika dalam periode ini pengadaannya kurang dari 1 juta ton, bisa dipastikan pengadaan dalam negeri Bulog akan rendah, kurang dari 1,2 juta ton.
Seperti disebut di atas, pergerakan harga gabah/beras tentu dipengaruhi oleh pertumbuhan produksi dan tinggi rendahnya HPP. Pada Maret 2023, HPP ditetapkan Rp 5.000/kg GKP dan beras medium Rp 9.950/kg. Sekarang ini, harga GKP di pasar umum di atas Rp 6.500 per kg, sementara beras medium sekitar Rp 14.300/kg.
Hal itu telah membuat petani/pelaku usaha enggan menjual gabah/beras kepada Bulog. Di samping itu, HPP itu belum mampu menutupi biaya produksi gabah. Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) melaporkan biaya produksi GKP mencapai Rp 5.667/kg.
Pemerintah tentu tak bisa memaksa petani/pelaku usaha menjual gabah/beras kepada Bulog. Mereka pernah dirayu pada 2015-2019. TNI AD bahkan dikerahkan untuk membantu penyerapan gabah/beras Bulog, tetapi tak berhasil sebab HPP ditetapkan terlalu rendah.
Ketiga, kepastian penyaluran CBP. Sejak 2019, penyaluran CBP terbesar untuk intervensi pasar, sementara bantuan darurat (bencana alam/pengungsian) dan bantuan pangan internasional kurang dari 10 persen. Pada saat harga beras sangat stabil seperti pada periode 2019-pertengahan 2021, Bulog kesulitan menyalurkan CBP.
Pada saat harga beras sangat stabil seperti pada periode 2019-pertengahan 2021, Bulog kesulitan menyalurkan CBP.
Beras intervensi pasar tidak laku. Pada situasi harga beras stabil, program intervensi nonpasar (seperti bantuan beras) pasti tak akan ada. Stok CBP menumpuk. Akibatnya, Bulog harus menanggung beban biaya menguasai stok besar. Semua biaya penguasaan stok CBP, seperti pemeliharaan cadangan, susut, turun mutu, reprocessing, menjadi beban Bulog. Beras CBP banyak yang turun mutu. Sebagian tak layak konsumsi.
Artinya, semakin besar stok CBP, semakin tinggi beban finansial yang harus ditanggung Bulog. Maka, tak heran realisasi pengadaan beras Bulog rendah pada periode harga beras stabil dan penyaluran terbesar CBP hanya untuk intervensi pasar.
Bagaimana prospek 2024? Stok CBP akan tinggi berasal dari beras impor. Penyaluran beras melalui intervensi pasar dan nonpasar akan dilanjutkan untuk menghabiskan stok CBP dan menghadapi dua bulan mundurnya panen raya. Harga beras diperkirakan kian stabil, membuat harga GKP petani tertekan rendah. Pengadaan dalam negeri Bulog untuk mengisi CBP tetap akan kecil, kurang dari 1 juta ton. Perlindungan petani dengan HPP yang ditetapkan pada awal 2023 semakin kurang berguna dan keberadaan CBP kian rapuh.
Baca juga : ”Adu Balap” Produksi dan Impor Beras di Tahun Politik
M Husein Sawit, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi)