Saat ini kondisi pekerja migran di Asia Tenggara masih jauh dari kondisi kerja layak dan rentan terjerembap praktik perdagangan orang. Ada tiga jenis sektor pekerja migran yang berpotensi terjadi perbudakan modern.
Oleh
WAHYU SUSILO
·4 menit baca
Pergelaran puncak keketuaan Indonesia untuk ASEAN 2023 telah terlaksana di Jakarta melalui Konferensi Tingkat Tinggi Ke-43 ASEAN dan serangkaian pertemuan puncak dengan mitra strategis ASEAN, seperti Jepang, Korea, India, Australia dan negara-negara Pasifik, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. Selain itu, diadakan pula pertemuan dengan lembaga multilateral, seperti PBB, IMF, dan Bank Dunia.
Seperti sudah diperkirakan, porsi terbesar pertemuan ini adalah pembicaraan mengenai ekonomi, investasi, dan perdagangan untuk menegaskan bahwa urusan terbesar ASEAN adalah menjadikan kawasan ini sebagai pusat pertumbuhan. Ini berkesesuaian dengan tema keketuaan Indonesia untuk ASEAN pada tahun 2023, yaitu ”ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”.
Piagam ASEAN yang merupakan hasil reformasi kelembagaan dan konstitusi organisasi regional di kawasan Asia Tenggara ini memuat tiga pilar penopang komunitas ASEAN, yaitu pilar ekonomi, pilar politik keamanan, dan pilar sosial budaya. Namun, dalam kenyataannya, porsi terbesar urusan ASEAN adalah pilar ekonomi yang sangat liberal dengan mendorong aliran investasi dan mempromosikan perdagangan bebas.
Sebaliknya, ASEAN menjadi konservatif ketika berbicara mengenai masalah politik keamanan dan sosial budaya. ASEAN mengedepankan prinsip kolot ASEAN untuk tidak mencampuri urusan domestik negara anggota ASEAN. Hal ini terlihat ketika ASEAN sangat lambat menyelesaikan krisis politik di Myanmar dan tidak pernah bersikap mengenai kemunduran demokrasi dan menyempitnya ruang gerak masyarakat sipil di kawasan ini.
ASEAN juga terlihat inkonsisten dan diskriminatif dalam merespons fenomena mobilitas manusia dan tenaga kerja di Asia Tenggara. Koridor migrasi Asia Tenggara menurut laporan World Development Report 2023 adalah koridor migrasi terbesar ketiga di dunia ini dan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi global.
ASEAN juga terlihat inkonsisten dan diskriminatif dalam merespons fenomena mobilitas manusia dan tenaga kerja di Asia Tenggara.
Dalam cetak biru ekonomi ASEAN yang tertuang dalam ASEAN Economy Community 2015, ASEAN memang mendorong adanya jalur bebas hambatan untuk aliran tenaga kerja demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan. Namun, kategori tenaga kerja dalam cetak biru ini adalah kategori tenaga kerja profesional bersertifikat dan bergaji tinggi.
The ASEAN Mutual Recognition Arrangement mengakui dan memperbolehkan pekerja dengan keterampilan dan upah tinggi memiliki keleluasaan untuk bermobilitas lintas batas negara di kawasan ASEAN. Syarat dan ketentuan ini tidak berlaku untuk mayoritas pekerja migran yang berupah rendah dan dianggap tidak memiliki keterampilan. Padahal, merekalah yang menjadi tulang punggung perekonomian dan pertumbuhan ekonomi di ASEAN.
Berdasarkan data perkembangan ekonomi global dalam dua dekade terakhir, ada kecenderungan peningkatan penerimaan remitansi yang makin signifikan, sementara aliran masuk modal asing (foreign direct investment) dan bantuan pembangunan internasional (official development assistance) terus menurun. Dalam 20 besar negara penerima remitansi terbesar di dunia terdapat tiga negara anggota ASEAN, yaitu Filipina, Vietnam, dan Indonesia
Hingga saat ini, atas nama kebijakan keimigrasian dan keamanan, mobilitas pekerja migran yang berupah rendah tidaklah seleluasa pekerja berupah tinggi. Hal ini merupakan tindakan diskriminatif yang terlembagakan dalam aturan mutual recognition arrangement.
Masa keketuaan Indonesia untuk ASEAN pada tahun 2023 memang telah menghasilkan beberapa dokumen terkait perlindungan pekerja migran, seperti deklarasi mengenai perlindungan pekerja migran dan anggota keluarganya pada masa kritis, dan deklarasi ASEAN untuk penempatan dan perlindungan pekerja migran di sektor perikanan.
Para pemimpin ASEAN juga telah mendeklarasikan perang melawan perdagangan orang akibat penyalahgunaan teknologi digital. Selain itu, Dokumen ASEAN Concorde IV yang akan menjadi acuan untuk penyusunan visi ASEAN jangka panjang hingga tahun 2045 juga menyebutkan komitmen ASEAN untuk meningkatkan perlindungan hak-hak pekerja migran.
Keluaran-keluaran ini tentu patut diapresiasi sebagai langkah maju Indonesia menjadi Ketua ASEAN tahun 2023 sekaligus sebagai negara asal pekerja migran. Sebelumnya, dalam keketuaan Kamboja untuk ASEAN pada 2022 juga dihasilkan dokumen penting terkait pekerja migran, yaitu deklarasi ASEAN mengenai portabilitas jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja migran.
Kendati demikian, dokumen-dokumen itu harus benar-benar bisa diimplementasikan dan tecermin dalam kebijakan mengenai perlindungan pekerja migran pada skema negara anggota ASEAN. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dokumen-dokumen yang dihasilkan dalam mekanisme ASEAN sering hanya jadi macan kertas, tidak bisa diimplementasikan dalam kebijakan.
Saat ini kondisi pekerja migran di kawasan Asia Tenggara masih jauh dari kondisi kerja layak dan rentan terjerembap praktik perdagangan orang.
Perdagangan orang
Saat ini kondisi pekerja migran di kawasan Asia Tenggara masih jauh dari kondisi kerja layak dan rentan terjerembap praktik perdagangan orang. Menurut laporan Walk Free, organisasi global pemantau perbudakan modern, ada tiga jenis sektor pekerja migran di Asia Tenggara yang berpotensi terjadinya praktik perbudakan modern, yaitu pekerja sektor perikanan (anak buah kapal), pekerja sektor perkebunan, dan pekerja rumah tangga. Tiga sektor kerja tersebut adalah mayoritas wajah pekerja migran di Asia Tenggara.
Selain itu, menurut Trafficking in Person Report tahun 2023 yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang belum bebas dari praktik perdagangan orang. Sebagian besar praktik perdagangan orang ini membajak dan menggunakan jalur penempatan pekerja migran.
Menurut laporan ini, dari 10 negara anggota ASEAN, hanya dua negara yang masuk Tier 1 (pemerintahnya aktif memerangi perdagangan orang), yaitu Filipina dan Singapura. Sementara itu, Indonesia bersama Laos dan Thailand masuk Tier 2 yang pemerintahnya dikategorikan belum serius menangani perdagangan orang.
Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam masuk Tier 2 Watch List. Pemerintah negara-negara ini dinilai tidak serius menangani perdagangan orang. Adapun Kamboja dan Myanmar masuk peringkat terburuk Tier 3. Pemerintah kedua negara itu dikategorikan gagal menangani perdagangan orang.
Kecamuk pandemi Covid-19 juga menjadi pemicu peningkatan kasus perdagangan orang di kawasan Asia Tenggara. Dalam tiga tahun terakhir, di kawasan ini malah berkembang corak baru perdagangan orang.
Proses perekrutan dan cara kerjanya menggunakan teknologi digital dan menyalahgunakannya untuk aktivitas criminal online scam. Kejahatan digital ini menambah daftar baru kerentanan pekerja migran di kawasan Asia Tenggara.
Dokumen-dokumen yang dihasilkan oleh ASEAN harus benar-benar mampu menjawab dan mewujudkan masa depan ASEAN sebagai kawasan ramah pekerja migran dan bebas dari perdagangan orang. Pada akhir Oktober 2023, masih dalam rangka keketuaan Indonesia untuk ASEAN pada tahun 2023, akan berlangsung ASEAN Forum on Migrant Labor.
Pemerintah Indonesia harus benar-benar serius mengawal forum ini untuk memastikan semua dokumen yang dihasilkan dalam ASEAN Summit 2023 dan sebelumnya benar-benar bermanfaat. Dengan demikian dapat dihasilkan peta jalan yang terukur bagi pemenuhan hak-hak pekerja migran di kawasan ASEAN.