Indonesia perlu menindaklanjuti dokumen terkait ketenagakerjaan secara optimal. Harus ada lobi-lobi berkelanjutan agar isi dokumen tersebut dapat terealisasi.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua dokumen terkait ketenagakerjaan, yang merupakan inisiatif Indonesia, telah resmi dihasilkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-43 ASEAN di Jakarta. Kedua dokumen itu menyangkut pedoman pelindungan pekerja migran dan keluarganya pada situasi krisis serta pedoman deklarasi ASEAN tentang peningkatan daya saing, ketahanan, dan ketangkasan pekerja untuk pekerjaan masa depan. Dokumen tersebut membutuhkan tindak lanjut konkret dan evaluasi kemajuan pelaksanaannya.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Sabtu (9/9/2023), di Jakarta menjelaskan, kedua dokumen itu merupakan bagian dari 90 dokumen keluaran yang dihasilkan selama pelaksanaan KTT Ke-43 ASEAN pada 5-7 September 2023. Dia menilai hadirnya dua dokumen tersebut sebagai bukti konkret bahwa ASEAN memiliki pandangan yang sama untuk memajukan kawasan.
Terkait dokumen pedoman pelindungan pekerja migran dan keluarganya pada situasi krisis (ASEAN Guideline on Protection of Migrant Workers and Family Members in Crisis Situations), menurut Ida, dokumen ini diperlukan karena jumlah pekerja migran di ASEAN mencapai 7 juta orang. Mereka dianggap mendukung perekonomian kawasan. Oleh karena itu, keberadaan dokumen pedoman ini dibutuhkan untuk memperkuat ketahanan mereka saat merespons ataupun proses pemulihan krisis.
Sementara mengenai dokumen pedoman deklarasi ASEAN tentang peningkatan daya saing, ketahanan, dan ketangkasan pekerja untuk pekerjaan masa depan (Guidance Document of the ASEAN Declaration on Promoting Competitiveness, Resilience, and Agility of Workers for Future of Work), Ida menyampaikan ada beberapa hal yang terkandung di dalamnya. Misalnya, harmonisasi dan pengakuan keterampilan, produktivitas tenaga kerja, pengembangan bisnis dan kewirausahaan pemuda, dialog sosial dan hubungan industrial, pelindungan sosial, serta layanan ketenagakerjaan publik dan kebijakan pasar tenaga kerja yang adaptif.
”Inti dokumen pedoman deklarasi tentang peningkatan daya saing adalah konsep transisi yang adil menghadapi dinamika ketenagakerjaan, seperti digitalisasi,” ujar Ida.
Implementasi kedua dokumen itu, menurut Ida, harus dikoordinasikan oleh antarnegara. Dia tidak memungkiri bahwa realisasi pedoman akan disesuaikan dengan komitmen regional dan internasional yang relevan.
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Minggu (10/9), di Jakarta, di tingkat ASEAN terdapat banyak dokumen pedoman, tetapi dalam pelaksanaannya kadang keteteran. Kendati demikian, ia mengapresiasi lahirnya dokumen pedoman pelindungan pekerja migran dan keluarganya pada situasi krisis serta pedoman deklarasi ASEAN tentang peningkatan daya saing, ketahanan, dan ketangkasan pekerja untuk pekerjaan masa depan.
”Hal yang sebenarnya mendesak bagi pekerja migran adalah pedoman terkait jaminan sosial di luar negeri. Indonesia, misalnya, telah memberlakukan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja migran dan ini seharusnya bisa terus dipakai di luar negeri dengan cara kerja sama antarlembaga penyelenggara jaminan sosial yang sejenis,” ucap Wahyu.
Pengaruh digital
Wahyu juga berpendapat, ASEAN harus menyikapi secara komprehensif tren pekerjaan masa depan yang dipengaruhi oleh teknologi digital. Hanya, dia berharap, setiap negara tidak boleh mengabaikan pekerja marginal, seperti pekerja di sektor pertanian dan pengasuhan.
”Perkembangan teknologi digital mendorong peningkatan pelindungan bagi pekerja. Setahun terakhir berkembang perekrutan pekerja migran yang memiliki keterampilan di bidang digital, tetapi mereka malahan diminta bekerja untuk kejahatan siber,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menyampaikan, dari KTT satu ke KTT berikutnya, ASEAN banyak menghasilkan dokumen pedoman terkait ketenagakerjaan. Akan tetapi, beberapa tindak lanjut dari dokumen tersebut dirasa belum optimal.
Dari sisi isu pekerja migran, misalnya, pelindungan pekerja dan keluarganya masih rendah. Hingga saat ini, akses data di negara penempatan relatif sulit sehingga masih ada kendala untuk membenahi masalah pekerja migran yang tidak memiliki dokumen resmi.
Menyikapi pekerjaan masa depan, Timboel berpendapat, setiap negara idealnya membenahi sistem pendidikan dan pelatihan vokasional yang disertai dengan penganggaran. Lalu, setiap negara memperbaiki dialog sosial dan hubungan industrial dengan pekerja formal ataupun informal.
”Indonesia perlu menindaklanjuti dua dokumen terkait ketenagakerjaan secara optimal. Harus ada lobi-lobi berkelanjutan supaya dokumen terimplementasi,” ujar Timboel.