Generasi muda mempunyai nilai tawar yang kuat untuk memainkan peran strategis pada Pemilu 2024. Ini dapat dilakukan dalam bentuk gerakan hijau untuk masa depan lingkungan yang lebih baik.
Oleh
DELLY FERDIAN
·3 menit baca
Anak muda atau generasi muda dengan kategori usia 17-39 tahun atau bisa disebut generasi Z dan generasi milenial akan menjadi kelompok pemilih paling berpengaruh terhadap hasil Pemilu 2024. Oleh karena itu, saya yakin, jika tsunami politik anak muda ini mampu bermetamorfosis menjadi gerakan hijau yang masif, perubahan besar menuju era yang lebih berkelanjutan bisa terwujud.
Terkait dengan hal ini, ada dua alasan yang menurut hemat saya membuat kelompok generasi muda disebut sebagai kelompok yang paling berpengaruh hingga mampu mendorong perubahan menuju masa depan berkelanjutan bagi negeri ini. Pertama, karena jumlah mereka yang besar pada Pemilu 2024. Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memproyeksi bahwa ada sebesar 114 juta generasi muda yang akan menggunakan hak suaranya di Pemilu 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jumlah yang hampir mendekati 60 persen dari total jumlah pemilih di Indonesia (sebanyak 205.835.518 pemilih berdasarkan daftar pemilih sementara) membuat mereka memiliki nilai tawar yang tidak main-main. Bayangkan jika mereka memiliki kecenderungan preferensi politik yang sama, peserta pemilu yang mampu mengelola potensi ini dengan baik bisa saja menang telak dengan mudah.
Kedua, mereka punya gaya dan selera baru dalam berpolitik. Tidak dapat dimungkiri, kelompok generasi muda ini memiliki gaya dan selera yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya. Gaya berpolitik generasi muda sangat erat kaitannya dengan tren perkembangan teknologi seperti media sosial. Hebatnya mereka, bermodal media ini, jiwa ekspresif mereka dalam mengungkapkan pendapat mampu mendorong sebuah perubahan.
Tiktoker Bima Yudho Saputro sudah membuktikan bahwa dengan gaya baru berpolitik ini, kondisi jalan di Lampung yang dahulu rusak bisa berubah menjadi lebih baik. Media sosial yang mampu menciptakan efek viral nyatanya bisa disulap menjadi hal positif dengan tangan dingin generasi muda.
Kemudian, generasi muda juga punya selera baru dalam menyoroti sebuah isu. Jika anak-anak muda dahulu, sebut saja pada pemilu-pemilu sebelumnya, lebih suka dengan isu yang monoton seperti demokrasi dan korupsi saja, kini mereka mulai tertarik pada isu-isu baru seperti isu lingkungan yang di dalamnya ada isu perubahan iklim, transisi energi, hutan, dan banyak lainnya.
Artinya, dengan selera baru ini, generasi muda sangat mungkin untuk mendorong perubahan dalam upaya mengatasi krisis di isu-isu terbaru seperti isu lingkungan. Inilah yang membuat saya yakin bahwa perubahan menuju era yang lebih berkelanjutan bisa diwujudkan oleh para generasi muda.
Apalagi, dengan gaya dan selera baru dalam berpolitik ini, serangan politik uang, politik identitas, atau bahkan kampanye hitam yang berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), tidak akan mempan kepada para generasi muda. Ini jelas bukan diri generasi muda.
Secara elektoral, jumlah mereka yang besar tentu amat menggiurkan bagi para peserta pemilu. Karena begitu seksi di mata politisi, generasi muda punya nilai tawar yang kuat sehingga sangat disayangkan jika generasi muda tidak bisa memainkan peran strategis pada pemilu kali ini.
Agar generasi muda tidak sekadar menjadi obyek politik, generasi muda harus terlebih dahulu paham dan sadar atas peran mereka di Pemilu 2024. Kesadaran ini harus dibentuk, diimplementasikan, dan diaplikasikan dalam bentuk gerakan atau aksi nyata. Mereka harus paham bahwa tanpa peran generasi muda, upaya pelindungan lingkungan yang sekadar business as usual atau bahkan sudah usang dan tidak relevan tidak bisa diganti dengan upaya yang lebih konkret.
Generasi muda harus bersatu dan menyamakan pandangan untuk memperkuat komitmen dalam aksi pelestarian lingkungan. Menurut hemat saya, generasi muda perlu menyepakati sebuah pertanyaan sikap politik demi masa depan lingkungan yang lebih baik dalam bentuk ”Piagam Hijau Anak Muda” di tahun politik ini.
Piagam hijau ini berisi sikap generasi muda dalam menanggapi persoalan lingkungan, kemudian solusi untuk mengatasi persoalan, juga komitmen untuk terlibat aktif, serta tuntutan kepada para peserta pemilu apabila terpilih pada pemilihan umum untuk melaksanakan berbagai arahan dari piagam hijau ini.
Gerakan hijau seperti ini tentu bukan hal baru di dunia. Sebelumnya banyak gerakan hijau yang juga menyatakan sikap seperti demikian, salah satunya gerakan dari Global Greens yang juga menyepakati piagam serupa, yakni ”Piagam Kaum Hijau Sedunia” yang mendorong perubahan hijau melalui jalur politik.
Untuk membuat kesepakatan piagam hijau anak muda ini menjadi gerakan politis yang berdampak nyata, maka perlu kolaborasi dari banyak pihak. Di tengah situasi politik yang makin panas ini, anak muda perlu disatukan dan peran untuk mempersatukan mereka ini hanya bisa dilakukan oleh organisasi massa, organisasi masyarakat sipil, media massa, atau juga kelompok masyarakat lainnya yang memang selama ini sudah menjadi jembatan untuk menyuarakan banyak kepentingan publik.
Setelah Piagam hijau anak muda terwujud, partai politik harus berkolaborasi dan ambil peran sebagai motor penggerak perubahan hijau melalui kesepakatan ini. Tentu ini win-win solution, partai politik mendapatkan keuntungan elektoral, generasi muda mendapatkan komitmen lingkungan.
Sejatinya, piagam ini adalah upaya generasi muda untuk tidak hilang suaranya bersamaan dengan selesainya pemilihan umum. Langkah ini menjamin suara generasi muda terus menggema karena tidak terbatas pemilu demi pemilu yang biasanya kental dengan kepentingan transaksional segelintir orang saja.