Sudah terlalu banyak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh keputusan para politisi, yang bias kepentingan diri dan kelompok. Saatnya anak-anak muda menuntut hak atas masa depan kehidupan bersama di Bumi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
Suhu Bumi saat ini rata-rata 1,2 derajat celsius lebih panas dibandingkan dengan era pra-industri (1850-1900). Tanpa aksi nyata mengerem laju emisi bakal meningkatkan suhu 1,5 hingga 2 derajat celsius antara tahun 2026 dan 2042.
Kenaikan suhu berarti penyempitan ruang hidup di Bumi dan kenaikan intensitas serta frekuensi bencana.
Serangkaian riset menunjukkan, generasi Baby Boomer yang lahir pada 1946-1964 dan generasi X yang lahir 1965 hingga tahun 1980, merupakan pemicu utama kenaikan emisi saat ini. Warisan mereka bisa terlihat dari lonjakan emisi di Bumi yang mulai terjadi sejak 1970-an.
Mereka mungkin sudah tiada saat Bumi melewati titik kritis kenaikan suhu. Namun, generasi Y, yang lahir setelah tahun 1980 hingga 1995, bakal mengalami Bumi kian tak ramah dihuni di masa tua.
Sementara generasi Z, yang lahir setelah tahun 1997 hingga 2000-an, ada di masa produktif saat suhu kian panas, cuaca makin ekstrem, kebakaran hutan dan lahan meluas, serta daratan menyusut karena dibanjiri rob permanen.
Kekhawatiran terhadap masa depan mereka ini mendorong 16 anak, usia 5-22 tahun, menggugat Pemerintah Negara Bagian Montana, Amerika Serikat (AS), yang kaya batubara dan gas.
Sidang perdana digelar pada 12 Juni 2023, tak lama setelah badan legislatif negara bagian yang didominasi Partai Republik meloloskan langkah yang mendukung industri bahan bakar fosil dan menghambat transisi energi terbarukan.
Sidang digelar di Gedung Pengadilan Distrik Lewis dan Clark County di Helena serta bakal berlangsung 10 hari. Selama bertahun-tahun sebelumnya, anak-anak muda di AS mencoba menggugat pemerintahnya karena dianggap gagal menangani perubahan iklim. Hanya di Montana kali ini tuntutan hukum itu sampai ke pengadilan.
Salah satunya karena negara bagian ini memiliki Konstitusi Montana tahun 1972, yang jelas menyebutkan tentang hak warga atas ”lingkungan yang bersih dan sehat”. Hak inilah yang sekarang dituntut anak-anak muda Montana.
Di pengadilan, para penggugat menyampaikan bahwa kaum muda paling dirugikan keputusan terkait iklim yang diambil generasi saat ini karena mereka menanggung dampak terbesar di masa depan. Kesaksian mereka akan merinci bagaimana asap kebakaran, panas, serta kekeringan merusak kesehatan fisik dan mental warga.
Salah satu penggugat, Grace Gibson-Snyder (19), sebagaimana dilaporkan AP mengatakan, dia merasakan dampak dari planet yang memanas secara akut karena kebakaran hutan secara teratur menyelimuti kampung halamannya di Missoula.
”Kami melihat berulang kali selama beberapa tahun terakhir apa yang dipilih Badan Legislatif Negara Bagian Montana,” kata Gibson-Snyder. ”Mereka memilih pengembangan bahan bakar fosil. Mereka memilih perusahaan daripada kebutuhan warganya.”
Selain Gibson-Snyder, yang masih sekolah menengah, penggugat muda lainnya termasuk anak suku asli Indian-Amerika, keluarga peternak, dan anak-anak dengan kondisi kesehatan khusus, seperti asma, yang membuat mereka berisiko tinggi selama kebakaran hutan.
Pilihan anak muda
Populasi Montana sebenarnya relatif kecil, hanya 1,1 juta orang. Keputusan apa pun dari gugatan ini mungkin terlalu kecil untuk membuat perbedaan drastis dalam perubahan iklim global.
Mereka memilih pengembangan bahan bakar fosil. Mereka memilih perusahaan daripada kebutuhan warganya.
Namun, keberanian anak-anak muda di Montana ini bisa jadi inspirasi bagi anak-anak muda lain di dunia untuk menggugat hal serupa pada pemerintah mereka. Sudah terlalu banyak kerusakan lingkungan akibat keputusan para politisi yang bias kepentingan diri dan kelompok. Saatnya anak-anak muda menuntut hak atas masa depan kehidupan bersama di Bumi.
Gugatan dari Montana ini juga bisa memberikan energi bagi kaum muda untuk mengambil peran utama dalam memengaruhi, mengadvokasi, dan menuntut perilaku iklim yang bertanggung jawab serta kemauan politik yang lebih kuat dari pemerintah dan sektor swasta.
Sebelumnya, gerakan anak muda identik dengan ajakan ”mogok sekolah untuk iklim” yang diinisiasi aktivis muda Greta Thunberg tercatat di lebih dari 150 negara.
Di Indonesia, gerakan muda terkait iklim belum masif meski benihnya bermunculan misalnya Aksi Muda Jaga Iklim (AMJI), yang fokus pada gerakan pemulihan ekosistem hutan dan laut hingga Pawai Youth20ccuppy tahun 2022 lalu.
Memasuki pemilihan umum di tahun depan, anak-anak muda juga bisa memegang peran signifikan dengan mengarahkan telunjuk pada pilihan tepat. Apalagi, dalam kontestasi politik 2024 nanti, proporsi pemilih muda (berusia 17-39 tahun) diprediksi mendekati 60 persen (survei CSIS, 2022) sehingga bisa jadi penentu kemenangan.
Jangan lagi pilih pemimpin dan anggota dewan yang tidak peduli dengan persoalan lingkungan, dan khususnya krisis iklim. Memilih para kandidat yang abai dengan persoalan lingkungan dan iklim, sama halnya dengan menghancurkan masa depan anak-anak muda sendiri....