China menjadi alternatif tempat berpaling Arab Saudi dan negara-negara Arab lain ketika terjadi hubungan kurang harmonis antara dunia Arab dan Amerika Serikat.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
Dunia Arab semakin mengarah ke Asia, khususnya China, dalam membangun kemitraan ekonomi dan investasi. Arab Saudi pun kembali memimpin gerakan dunia Arab menuju China. Pada 11-12 Juni 2023, kota Riyadh menjadi tuan rumah Konferensi Ke-10 Bisnis Arab-China (Arab-China Business Conference).
Hadir dalam forum konferensi tersebut, lebih dari 3.500 peserta yang terdiri dari para pengusaha kedua pihak, para pejabat, dan tamu undangan dari 26 negara. Arab Saudi menggelar perhelatan akbar Arab-China tersebut setelah negara itu dikunjungi Presiden China Xi Jinping, Desember 2022. Tak hanya hajatan bilateral, kunjungan Xi itu juga diisi dengan agenda pertemuan puncak antara Xi dan sejumlah pemimpin Arab.
Konferensi Bisnis Arab-China tersebut menghasilkan kesepakatan investasi senilai 10 miliar dollar AS atau hampir Rp 149 triliun. Kesepakatan investasi ini meliputi bidang teknologi, energi terbarukan, pertanian, properti, tambang, pariwisata, pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta kesehatan.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam ”Deklarasi Riyadh” yang menjadi peta jalan kerja sama Arab-China. Harian Arab Saudi, Asharq al-Awsat, menurunkan berita utama di halaman rubrik ekonomi pada Senin (12/6/2023) dengan judul ”Arab Saudi Meluncurkan Jalan Sutra Modern dengan Mengembangkan Kerja Sama Investasi Arab-China”.
Kepala Kajian Arab Teluk Abdel Aziz bin Saqer mengatakan bahwa China sekarang bisa menjadi alternatif tempat berpaling Arab Saudi dan negara Arab lainnya ketika terjadi hubungan kurang harmonis antara dunia Arab dan Amerika Serikat.
Menteri Urusan Energi Arab Saudi Pangeran Abdul Aziz bin Salman juga menegaskan, semakin kuatnya hubungan Arab Saudi dan dunia Arab dengan China bukan dilatarbelakangi oleh sentimen geopolitik atau strategi, melainkan semata-mata hanya adanya titik temu kepentingan peluang bisnis dan investasi. Ia mengungkapkan, permintaan minyak mentah di China terus bertambah. Arab Saudi harus mengambil peluang ceruk pasar minyak mentah di China tersebut.
Seperti diketahui, China kini menjadi importir minyak terbesar dari Arab Saudi. China saat ini mengimpor minyak lebih dari 3 juta barel per hari dari Arab Saudi dan negara-negara Arab Teluk lain. Impor minyak China dari Arab Saudi terus mengalami kenaikan rata-rata sekitar 9 persen per tahunnya.
Neraca perdagangan China dengan Arab Saudi dan negara-negara Arab Teluk (Kuwait, Qatar, Bahrain, Oman, dan Uni Emirat Arab) pada tahun 2019 mencapai 190 miliar dollar AS. China kini menjadi mitra dagang terbesar Arab Saudi dan negara Arab Teluk lain.
China kini menjadi mitra dagang terbesar Arab Saudi dan negara Arab Teluk lain.
Adapun neraca perdagangan China-Arab Saudi tahun 2021 mencapai sekitar 67 miliar dollar AS. Arab Saudi pun memandang China menjadi bagian strategis dalam menyukseskan megaproyek Visi Arab Saudi 2030 yang diluncurkan oleh Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman pada April 2016.
Nilai perdagangan China-Arab Saudi jauh melampaui nilai perdagangan AS-Arab Saudi. Nilai perdagangan AS-Arab Saudi pada tahun 2022 hanya mencapai 34,7 miliar dollar AS.
China dan dunia Arab kini sama-sama berharap dan berambisi semakin saling meningkatkan investasi di masing-masing dunia Arab dan China. Disebutkan, investasi asing langsung di China pada tahun 2021 mencapai nilai 3,6 triliun dollar AS, dan sekitar 12 persen dari nilai investasi asing tersebut berasal dari dunia Arab, khususnya Arab Saudi dan negara-negara kaya Arab Teluk lainnya, seperti Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA).
Beijing sangat berharap dunia Arab semakin meningkatkan investasinya di China. Sebaliknya, investasi China di dunia Arab saat ini hanya mencapai nilai 23 miliar dollar AS. Dunia Arab sangat berharap, China juga terus meningkatkan investasinya di dunia Arab.
China maupun dunia Arab kini melihat dan sekaligus sangat berharap Deklarasi Riyadh menjadi landasan untuk meningkatkan dengan cepat investasi China di dunia Arab dan, sebaliknya, juga investasi dunia Arab di China. Dalam upaya menyukseskan Deklarasi Riyadh itu, China dan beberapa negara Arab akan segera membuka perundingan untuk mencapai kesepakatan perdagangan bebas serta memperbarui kesepakatan perlindungan dan mendorong investasi antara China dan negara-negara Arab.
Menteri Kerja Sama Internasional Mesir Rania al-Mashat, yang ikut serta dalam Konferensi Bisnis Arab-China di Riyadh, mengungkapkan, ada sekitar 2.000 perusahaan China di berbagai bidang beroperasi di Mesir dengan nilai investasi 8 miliar dollar AS. Ia juga menyebut, China kini menjadi mitra dagang terbesar dunia Arab dan Mesir.
Di Mesir, China mengambil porsi sekitar 20 persen dari keseluruhan perdagangan Mesir dengan negara-negara di seluruh dunia. Mashat juga mengungkapkan, investasi China di kawasan ekonomi bebas Terusan Suez merupakan terbesar saat ini, di mana ada 134 perusahaan China beroperasi di kawasan Terusan Suez.
Para pengamat dan cendekiawan Arab kian kencang menyerukan pentingnya dunia Arab berpaling ke Asia, khususnya China, Jepang, dan Korea Selatan, dalam membangun kemitraan meraih masa depan. Cendekiawan Mesir, Bahgat al-Qorni, dalam artikelnya di harian Al Ahram hari Selasa (13/6/2023) menyebut, abad ke-21 ini adalah abad Asia. Hal itu berbeda dengan abad ke-19 yang disebut abad Eropa dan abad ke-20 yang disebut abad AS.
Ia juga menyebut, 35 persen kekuatan ekonomi dunia berada di Asia, dan konsentrasi penduduk terbesar juga berada di Asia. Penduduk China dan India saja sudah mencapai 35 persen dari penduduk seluruh dunia. Karena itu, kata Qorni, merupakan keniscayaan bagi dunia Arab untuk berorientasi ke Asia karena pasar terbesar kini berada di Asia.