Melalui Proyek Sabuk dan Jalan, China Kuasai Pasar Dunia Arab
Banyak negara Arab kini memandang China sebagai kiblat yang menerapkan sistem politik diktator, tetapi mengadopsi kebijakan ekonomi kapitalis. Dunia Arab melihat, sengan sistem itu, China meraih kemajuan luar biasa.
Kemajuan ekonomi China cukup membuat silau dunia Arab. Banyak cendekiawan Arab terakhir ini menulis buku tentang China, khususnya terkait megaproyek konektivitas sabuk dan jalan yang diluncurkan Pemerintah China pada tahun 2013.
Ada beberapa buku tentang China, di antaranya buku berjudul Sabuk dan Jalan, Upaya Hidupkan Kejayaan Masa Lalu atau Menatap Masa Depan. Buku ini memuat artikel beberapa cendekiawan Arab dan diterbitkan oleh perpustakaan Alexandria, Mesir.
Ada pula buku berjudul China, Timur Tengah dan Mesir, Upaya Membangun Perdamaian dan Kemitraan Strategis karya pengamat politik Mesir, Sarah Abdel Aziz al-Ashrafi. Mahmud Ezzat Abdel Hafed, pengamat politik Mesir lainnya, menulis buku Ekspansi China ke Afrika, Pandangan Strategis. Pengamat politik Arab Saudi, Shereen Jaber, tak mau ketinggalan. Ia pun menulis buku berjudul Dunia Arab dan Proyek Sabuk dan Jalan, Peluang dan Tantangan.
Buku-buku tersebut mengupas tentang kepentingan timbal balik China dan dunia Arab. Betapa China menggunakan megaproyek Sabuk dan Jalan untuk mewujudkan kepentingannya menguasai pasar dunia Arab saat ini.
Baca juga: Keharusan Bangsa Arab Belajar Bahasa Mandarin
Sebaliknya, betapa dunia Arab juga memanfaatkan China untuk proyek pembangunan atau reformasi ekonomi di kawasan tersebut. Hubungan saling menguntungkan kedua pihak tersebut membuat neraca perdagangan China-dunia Arab dan investasi China di kawasan itu cukup fantastis.
Neraca perdagangan China dan dunia Arab pada tahun 2019 mencapai 266,5 miliar dollar AS. Adapun investasi China langsung di dunia Arab kini mencapai 1,4 miliar dollar AS.
Dubes China untuk Mesir, Liao Liqiang, pada kata pengantarnya dalam buku Sabuk dan Jalan, Upaya Hidupkan Kejayaan Masa Lalu Atau Menatap Masa Depan mengatakan, Sabuk dan Jalan adalah membuka peluang baru bagi kerja sama China-Mesir. Menurut dia, proyek Sabuk dan Jalan menatap kerja sama ekonomi dan membangun perdamaian. Proyek itu, lanjut Liao, bukan misi untuk membangun koalisi geopolitik dan militer, serta tidak memandang latar belakang ideologi suatu negara atau bangsa.
Ia menegaskan, filosofi tersebut yang menjadi landasan kerja sama China dengan dunia Arab dan juga bangsa-bangsa lain.
Baca juga: Menyoroti Tantangan Prakarsa Sabuk dan Jalan China
Pengamat politik Mesir, Mustafa Fiki, pada kata pengantar dalam buku itu mengatakan, lahirnya proyek Sabuk dan Jalan semakin mendekatkan hubungan China dan dunia Arab yang sesungguhnya sudah terjalin lama. Ia menyebut proyek tersebut mengantarkan hubungan China-dunia Arab tidak terbatas ekonomi dan politik, tetapi bisa meluas ke sektor militer dan budaya.
Sementara Shereen al-Jaber dalam buku Dunia Arab dan Proyek Sabuk dan Jalan, Peluang dan Tantangan mengatakan, dunia Arab dipandang vital dalam pandangan diplomasi China saat ini. Sebaliknya dunia Arab juga melihat China sebagai mitra strategisnya dalam semua sektor.
Terbitnya banyak buku tentang China di dunia Arab saat ini tentu tidak terlepas dari perkembangan pesat hubungan China-Dunia Arab terakhir ini, khususnya antara China dan negara-negara Arab kaya Teluk.
Dalam konteks kultur dan sistem politik, banyak negara Arab kini memandang China sebagai kiblat yang menerapkan sistem politik diktator, tetapi dalam waktu sama mengadopsi kebijakan ekonomi kapitalis dan berhasil meraih kemajuan luar biasa. Kultur dan sistem politik China tersebut dianggap selaras dengan kultur bangsa Arab yang menerapkan sistem politik dalam bentuk monarki mutlak atau rezim militer, tetapi dalam waktu yang sama menerapkan kebijakan ekonomi kapitalis.
Kultur politik seperti itu yang digandrungi dan diterapkan di negara-negara Arab Teluk, Mesir, Jordania, Maroko, Mauritania, dan Aljazair, karena berhasil menciptakan stabilitas dan pembangunan berkesinambungan.
Sebaliknya, negara Arab yang mencoba menerapkan sistem demokrasi, seperti di Irak, Lebanon, dan Tunisia, ternyata gagal menciptakan stabilitas serta selalu dililit krisis politik dan ekonomi.
China pun segera menangkap psikologi bangsa Arab yang kini sangat mengandrunginya itu. China melalui proyek Sabuk dan Jalan terus berusaha mengembangkan hubungan dalam berbagai sektor dengan dunia Arab, baik ekonomi maupun militer.
Baca juga: Timur Tengah Makin Dekat ke China
Stasiun televisi CNN pada akhir Desember lalu merilis laporan bahwa Arab Saudi sedang membangun industri rudal balistik dengan bantuan China. Arab Saudi, yang merasa terancam dengan armada rudal balistik Iran saat ini, memilih membangun industri rudal balistik sendiri dengan bantuan China. Apalagi, Arab Saudi sekarang sering mendapat serangan rudal dari kelompok Houthi di Yaman yang merupakan loyalis Iran.
Iran pun juga berkat bantuan China plus Rusia dan Korea Utara berhasil memiliki armada rudal balistik tangguh dan bahkan terkuat di Timur Tengah. Arab Saudi tampaknya tidak memiliki jalan lain yang cepat untuk membangun industri rudal balistik, kecuali memilih jalan yang sama dengan Iran, yakni meminta bantuan China.
Dalam perdagangan, dari jumlah 266,5 miliar dollar AS neraca perdagangan China-dunia Arab tahun 2019, 190 miliar dollar AS adalah neraca perdagangan China dan negara-negara Arab kaya Teluk (Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab/UEA, Bahrain, dan Oman) tahun 2019.
China kini merupakan mitra dagang terbesar negara-negara Arab kaya Teluk. Pada masa pandemi tahun 2020, negara perdagangan China dan negara-negara Arab kaya Teluk mencapai 162 miliar dollar AS.
Pada semester pertama tahun 2021, neraca perdagangan China dan negara-negara Arab kaya Teluk mencapai 103,8 miliar dollar AS.
Di Kesultanan Oman, China diberitakan mengucurkan dana 10 miliar dollar AS untuk pembangunan kilang minyak dan industri petrokimia di kota pantai Duqm, serta proyek infrastruktur lainnya, seperti pembangunan kota industri Dugm. Selama ini 90 persen ekspor minyak Oman menuju China.
China memberi prioritas membangun hubungan kuat dengan negara-negara Arab kaya Teluk karena sebagian besar impor minyak China berasal dari kawasan Arab Teluk. China pun selama ini dengan lapang dada memasok berbagai kebutuhan teknologi negara-negara Arab Teluk dengan imbalan kesinambungan pasokan minyak dari kawasan Arab Teluk ke China.
Baca juga: China Bangun 1.000 Sekolah untuk Irak
China juga tercatat menjadi eksportir terbesar ke Mesir saat ini hingga menguasai sekitar 15 persen pangsa pasar Mesir. Neraca perdagangan China-Mesir mencapai 13.2 miliar dollar AS pada tahun 2019.
Sejauh ini, dunia Arab, khususnya negara-negara Arab kaya Teluk, berhasil membangun hubungan yang imbang antara China dan AS. Di satu pihak, dunia Arab, khususnya negara-negara Arab kaya Teluk, masih tergantung secara keamanan kepada AS. Namun di pihak lain, banyak negara Arab semakin kuat menjalin hubungan ekonomi dengan China.
Laju yang kuat hubungan ekonomi China-dunia Arab saat ini sudah sulit dibendung. Tidak sedikit negara Arab secara ekonomi sekarang sangat tergantung pada bantuan China. Ini disadari oleh AS dan dunia Barat. Mereka tidak bisa lagi mencegah atau memprotes semakin kuatnya hegemoni China atas pasar dunia Arab.