Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menimbulkan kontroversi. MK dinilai ”offside”.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Atas nama keadilan, kesetaraan, dan kesamaan antarlembaga, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron meminta Mahkamah Konstitusi memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Lima hakim MK, yaitu Anwar Usman, Arif Hidayat, Manahan Sitompoel, Daniel Yusmick, dan Guntur Hamzah, mengabulkan permohonan itu. Empat hakim konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo, menolak permohonan itu.
Dengan putusan itu, muncul lagi perdebatan, apakah Firli Bahuri dan kawan-kawan melanjutkan masa jabatannya sampai dengan 20 Desember 2024, dari seharusnya 20 Desember 2023? Atau, putusan MK itu akan berlaku pada pimpinan KPK periode 2023-2027? Hal itu masih menjadi perdebatan yuridis. Namun, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, putusan MK berlaku sejak saat diucapkan.
Kenapa putusan MK itu kontroversial? Ada sejumlah hal yang bisa menjelaskan. Masa jabatan pimpinan KPK sejak dari awal periode adalah empat tahun. Sejak KPK dipimpin Taufiequrachman Ruki, Antasari Azhar, Abraham Samad, dan Agus Rahardjo, masa jabatannya empat tahun. Tidak pernah ada permohonan uji materi seperti disampaikan Ghufron. Itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Itu pertimbangan historis.
Kedua, kenapa MK memasuki wilayah yang bukan domain dan kewenangan? Urusan masa jabatan, persyaratan usia, menjadi komisioner adalah domain pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah. MK selalu menggunakan istilah open legal policy. MK dibentuk berdasarkan UU No 24/2003 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri. KPK lebih dahulu lahir meski dasar hukum MK lebih kuat.
Ketiga, jika lima hakim MK mendasarkan diri pada aspek kesetaraan dan kesamaan dengan komisioner lain, mengapa mereka tak merujuk pada komisi lain, seperti Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Informasi Pusat, atau Dewan Pers yang masa jabatannya bukan lima tahun? Masa jabatan komisioner pada lembaga-lembaga itu adalah tiga tahun atau empat tahun.
Hal keempat, di mana dan apa kerugian konstitusional Ghufron? Jika ada kerugian konstitusional Ghufron, bukankah juga ada kerugian konstitusional calon pemimpin KPK yang akan maju untuk periode 2023-2027, atau kerugian konstitusional publik, karena tersendatnya pergantian pimpinan KPK. Bukankah pimpinan KPK sekarang ini ada masalah. Apakah itu tidak menjadi pertimbangan?
Setelah lima hakim MK memutuskan, berpulang kepada Presiden Joko Widodo untuk mengubah keputusan presiden atau tidak. Namun, kita berharap ada pertemuan Presiden, DPR, dan MK untuk memusyawarahkan dan mencari jalan keluar atas kekisruhan. Bukankah musyawarah-mufakat adalah ciri negara Pancasila?