Metafora ekonomi berperan penting dan sangat diperlukan dalam memahami dan menjelaskan teori ekonomi abstrak serta fenomena ekonomi yang kompleks. Dengan bahasa kiasan, ekonomi bukan sekadar angka dan statistik.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
Masih ingat dengan pidato Game of Thrones Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Sidang Paripurna Pertemuan Tahunan Grup Bank Dunia-Dana Moneter Internasional di Nusa Dua, Bali, pada 12 Oktober 2018? Dalam pidato tersebut, Presiden—yang mengenakan batik kontemporer bermotif cerita peradaban manusia—mengilustrasikan kondisi ketidakpastian global dengan serial drama fantasi tentang perebutan kekuasaan, Game of Thrones, karya David Benioff dan DB Weiss.
Sebulan sebelumnya, dalam World Economic Forum on ASEAN, di Hanoi, Vietnam, Jokowi juga berpidato dengan mengacu film Avengers: Infinity War. Jokowi mengingatkan bahwa perang tanpa batas, di antaranya perang dagang, masih mewarnai kondisi ekonomi-politik dunia.
Berikutnya, dalam konteks perang Rusia-Ukraina, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menyikapi secara kritis Rusia yang mengembargo ekspor biji-bijian atau bahan baku pangan Ukraina. Dalam pertemuan ASEAN Summit 2022 di Phnom Penh, Kamboja, pada 12 November 2022, Kuleba menyebut Moskwa memainkan Hunger Games.
Pada saat krisis biaya hidup akibat kenaikan harga pangan melanda sejumlah negara, muncul istilah lunchflation (lunchandinflation). Frasa itu yang menggambarkan inflasi atau kenaikan harga sekotak atau seporsi makan siang yang menggerus daya beli masyarakat.
Inilah yang disebut metafora ekonomi. Banyak pula yang menyebutkan sebagai sastra ekonomi. Membahasakan dan membumikan situasi atau kondisi ekonomi tertentu tidak hanya dengan angka dan statistik, tetapi sesuatu yang dekat dengan kehidupan manusia.
Metafora atau bahasa kiasan dalam konteks ekonomi berperan penting dan sangat diperlukan dalam memahami dan menjelaskan teori ekonomi abstrak, serta fenomena ekonomi yang kompleks. George Lakoff dan Mark Johnson dalam bukunya, Metaphors We Live By (1980), menunjukkan pentingnya metafora. Metafora merupakan permeabel di kehidupan sehari-hari dan memainkan peran yang sangat diperlukan dalam menentukan cara orang memandang dan bereaksi terhadap dunia.
Metafora atau bahasa kiasan dalam konteks ekonomi berperan penting dan sangat diperlukan dalam memahami dan menjelaskan teori ekonomi abstrak, serta fenomena ekonomi yang kompleks.
Adam Smith (1723-1790) disebut-sebut sebagai pengguna metafora pertama dalam konteks ekonomi modern. Pelopor ekonomi modern itu menggunakan istilah invisible hand untuk menggambarkan kekuatan tangan tak terlihat atau tersembunyi yang mampu menjalankan mekanisme bahkan memanipulasi pasar secara efisien tanpa campur tangan pemerintah.
Deirdre Nansen McCloskey dalam bukunya, The Rhetoric of Economics (1985), menyebut metafora sebagai alat penting dalam retorika ekonomi. Dia menunjukkan penalaran matematis dan permodelan ekonomi dalam ekonomi adalah metafora.
Bahkan, garis, kurva, dan titik pada diagram dan grafik digunakan secara metaforis untuk mewakili ekonomi atau variabel ekonomi. Dengan metafora, para ekonom bisa menjelma sebagai pembujuk manusia dan penyair pasar di tengah pemikiran mereka yang teknis dan matematis.
Metafora juga menginspirasi Nassim Nicholas Taleb, ahli statistik dan peneliti berdarah Lebanon-Amerika Serikat, melahirkan teori ”angsa hitam”. Ia memperkenalkan teori tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar prediksi dan kendali, serta berdampak besar di sektor ekonomi dalam bukunya, The Black Swan (2007).
Banyak juga ekonom atau praktisi ekonomi yang mengibaratkan ekonomi sebagai ”mesin”. Di dalamnya terdapat perangkat-perangkat penggerak dan elemen-elemen yang mampu menggerakkan. Ketika semuanya bekerja dengan baik, mesin bekerja dengan baik. Jika ada yang rusak, harus diperbaiki.
Tren penggunaan
Di tengah ketidakpastian ekonomi global pada tahun ini, metafora banyak digunakan sejumlah pemimpin lembaga dunia atau bahkan lembaga dunia itu sendiri. Mereka berupaya menjelaskan kondisi ekonomi terkini dengan bahasa sehari-hari yang lebih mudah dimengerti, bahkan sesuai dengan konteks dan menjumput sejarah atau legenda setempat.
Belakangan ini, Dana Moneter Internasional (IMF) paling kerap menggunakan metafora ekonomi. Dalam Pertemuan Musim Semi Grup Bank Dunia-IMF di Washington, AS, misalnya, IMF mengibaratkan kondisi pemulihan ekonomi dunia sebagai “pemulihan berbatu”.
Saat menjelaskan tentang laporan terbaru IMF, “Tinjauan Ekonomi Dunia: Pemulihan Berbatu”, pada 11 April 2023, Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas menyatakan, pemulihan ekonomi global tetap bertahan pada jalurnya, tetapi jalannya semakin berbatu. Inflasi perlahan turun, tetapi pertumbuhan ekonomi tetap rendah secara historis dan risiko keuangan meningkat.
Mereka berupaya menjelaskan kondisi ekonomi terkini dengan bahasa sehari-hari yang lebih mudah dimengerti, bahkan sesuai dengan konteks setempat dan menjumput sejarah atau legenda.
Dalam Forum Boao 2023 untuk Asia, di Boao, Hainan, China, pada 30 Maret 2023, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva memulai pidatonya dengan Mercusuar Mulantao, mercuasuar tertinggi kelima di dunia. Suar cahaya pemandu kapal yang menjadi penanda wilayah Hainan itu merupakan sebuah inspirasi bagi para pembuat kebijakan global membimbing dan menavigasi dunia melalui masa yang sangat menantang.
Georgieva juga pernah menjumput legenda Frigia, kerajaan di bagian barat-tengah Anatolia yang kini menjadi bagian Turki, Simpul Gordian (Gordian Knot), dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, 16 Januari 2023. Simpul tali yang saling terikat erat susah dibuat dan tak mudah dilepas merupakan gambaran situasi dunia saat ini yang penuh ketidakpastian.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) juga melanggengkan frasa “piring kosong” yang menyimbolkan kelaparan global. Bahkan, pada 6 Juli 2022, FAO membangun kembali narasi tentang kisah piring-piring kosong, ”A Tale of Empty Plates”. Narasi itu membungkus gerakan memerangi kelaparan dan bahaya rawan pangan akibat imbas pandemi Covid-19, konflik geopolitik, serta kenaikan harga pangan dan energi.
Frasa “awan gelap” dan “badai” juga kerap digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi. Metafora “awan gelap” bahkan berulang kali diucapkan Jokowi dan sejumlah menteri. Hal itu mulai dari Covid-19 menjadi pandemi, perang Rusia-Ukraina yang berdampak ekonomi global, hingga menjelang lahirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Perppu yang kini sudah menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023 itu dibuat pemerintah karena Indonesia dinilai bakal berada dalam situasi genting pada 2023. Regulasi itu digadang-gadang mampu menjadi salah satu solusi mengantisipasi imbas “awan gelap” ekonomi global.
Ekonomi bukan sekadar teori, angka, dan statistik. Ekonomi juga menyangkut metafora atau bahasa kiasan karena lekat dan hidup berdampingan dengan manusia. Oleh karena itu, berbagai metafora ekonomi menjadi tren atau banyak digunakan. Bahasa kiasan itu bukan sekadar memperindah retorika ekonomi, tetapi memang diperlukan dalam memahami dan menjelaskan teori ekonomi abstrak, serta fenomena ekonomi yang kompleks.