Putusan Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materi tentang syarat jeda bagi eks narapidana untuk menjadi anggota DPD patut dinantikan.
Oleh
Redaksi
Β·2 menit baca
KOMPAS/AYU SULISTYOWATI
Surat suara untuk DPD di Bali saat pemilu serentak 17 April 2019.
Peserta pemilu adalah parpol untuk pemilu DPR dan DPRD, perseorangan untuk DPD, serta pasangan calon yang diusung parpol atau gabungan parpol untuk pilpres.
Sesuai konstitusi, pasangan capres-cawapres hanya bisa diusulkan oleh partai atau gabungan partai untuk pemilihan presiden. Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengisyaratkan, pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berkedudukan yang sama dengan pemilihan anggota DPR/DPRD atau pemilihan presiden-wapres.
Dengan dipilih melalui pemilu, ada harapan akan terpilih anggota DPD yang punya cukup legitimasi, kemampuan, dan independensi dalam memperjuangkan aspirasi daerahnya.
Namun, dalam perkembangannya, mengoptimalkan eksistensi DPD masih menjadi salah satu agenda politik. Isu penguatan DPD hampir selalu muncul saat ada wacana amendemen UUD 1945. Hal ini masuk akal karena kewenangan DPD belum seperti DPR. Di bidang legislasi, misalnya, DPD tak memiliki kewenangan guna menyetujui rancangan undang-undang (RUU) untuk disahkan menjadi UU.
DPD hanya berwenang mengusulkan dan membahas RUU tertentu, terutama menyangkut otonomi dan pemerintahan daerah, atau memberikan pertimbangan terhadap RUU tentang APBN serta yang terkait pajak, pendidikan, dan agama.
Di tengah minimnya kewenangan, peristiwa seperti langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang pada tahun 2016 menangkap Ketua DPD (saat itu) Irman Gusman juga mengisyaratkan ada hal lain yang perlu dibenahi di DPD.
Berbagai kondisi ini disinyalir ikut membuat animo untuk masuk ke DPD semakin berkurang. Saat ini hanya 800 orang yang telah menyerahkan dukungan minimal pemilih pada tahap pencalonan anggota DPD di 38 provinsi. Jumlah itu masih bisa berkurang karena masih ada tahap pendaftaran.
Selain animo untuk jadi anggota DPD semakin berkurang, pencalonan anggota DPD juga bisa dibanjiri bekas narapidana.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Pemilu 2019 ada 807 calon yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPD, sedangkan pada Pemilu 2014 ada 945 kandidat, pada Pemilu 2009 ada 1.116 kandidat, dan pada Pemilu 2004 ada 920 calon anggota DPD.
Selain animo untuk menjadi anggota DPD semakin berkurang, pencalonan anggota DPD juga bisa dibanjiri bekas narapidana. Ini karena syarat jeda lima tahun bagi eks narapidana untuk menjadi calon anggota DPR dan DPRD tidak berlaku bagi calon anggota DPD. Eks narapidana bisa mendaftar menjadi calon anggota DPD meski baru bebas dari hukuman.
Perbedaan syarat itu tak hanya membuat seleksi untuk menjadi anggota DPD semakin longgar dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal itu juga dapat makin memunculkan kesan bahwa keberadaan DPD yang merupakan salah satu hasil dari amendemen ketiga UUD 1945 pada 2001 memang berbeda dengan DPR dan DPRD.
Kondisi ini membuat putusan Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materi tentang syarat jeda bagi eks narapidana untuk menjadi anggota DPD patut dinantikan. Ini tidak hanya tentang DPD yang dipercaya dan berintegritas, tetapi juga pemilu dan demokrasi yang makin berkualitas.