Pemimpin silih berganti, tetapi kesenjangan tetap bertahan, bahkan meningkat. Tanpa prioritas kebijakan publik yang tepat dan cepat, kesenjangan hanya menyebabkan prasangka negatif antarkelas dan pergolakan sosial.
Oleh
SUKIDI
ยท4 menit baca
SALOMO TOBING
Sukidi
Kesenjangan, apa pun bentuknya, adalah ketidakadilan, terutama bagi wong cilik. Kelas petani, nelayan, pedagang, buruh, karyawan, dan rakyat kecil lainnya merasakan efek terburuk dari kesenjangan, mulai dari kekurangan gizi, kelaparan, penyakit mental, hingga kemiskinan dan kematian. โThe greatest escape in human history,โ kata peraih Nobel Ekonomi, Angus Deaton (2013, 23), โis the greatest escape from poverty and death.โ
Pemimpin telah datang dan pergi silih berganti, tetapi kesenjangan tetap bertahan, bahkan meningkat. Tanpa prioritas kebijakan publik yang tepat dan cepat, kesenjangan hanya menyebabkan prasangka negatif antarkelas dan pergolakan sosial.
Kesenjangan yang telanjur mengakar kuat di hampir semua lini kehidupan bangsa juga semakin menjauhkan Indonesia dari cita-cita mulia pendirinya. Ibu dan bapak pendiri bangsa (founding mothers and fathers) mendirikan Indonesia sebagai negara kesatuan berbentuk republik. Inti ide republik, tegas Soekarno (1959) dalam bahasa Latin, adalah โRes publica! Sekali lagi, res publica!โ
Dengan komitmen otentik kepada republik, negara Indonesia harus diselenggarakan sesuai dengan asas kemaslahatan dan kebaikan publik, yakni terwujudnya keadilan dan kesejahteraan rakyat secara merata.
IPPHOS
Pembicaraan antara Presiden Sukarno dengan Wakil Presiden Moh. Hatta sekitar pembentukan Kabinet. (Juni 1953).
Sebagai bagian dari warga negara, kita terpanggil untuk menggelorakan janji republik yang telah diamanahkan pendiri bangsa. Keterpanggilan itu tecermin pada Kardinal Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, yang menyegarkan kembali impian pendiri bangsa bahwa โnegara Indonesia ini berbentuk republik, bahasa Latin res publica, di mana negara mengusahakan tanggung jawabnya yang pertama adalah menjamin terwujudnya kebaikan umumโ (Kompas TV, 25/12/2022). Kebaikan dan kemaslahatan umum menjadi inti dan janji negara berbentuk republik.
Secara spesifik, republik ini didirikan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dasar keadilan sosial itu adalah kesetaraan, kebalikan dari ketimpangan. Seluruh rakyat berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan setara.
Mereka pula wajib diperlakukan sesuai harkat dan martabat kemanusiaannya yang hakiki, dengan memberikan penghidupan yang sejahtera, pendidikan berkualitas, serta kesehatan yang bagus dan terjangkau. Inilah janji republik yang harus dikawal secara bersama agar keadilan dan kesejahteraan publik dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat di tengah bahaya kesenjangan yang semakin parah.
Kesenjangan telah mengkhianati janji republik kepada rakyatnya untuk mendapatkan penghidupan yang adil dan sejahtera. Karena itu, kita menagih kembali janji republik ini agar penyelenggaraan negara bermuara pada kepentingan dan kemaslahatan publik.
Pemulung beristirahat di samping gerobaknya di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur, Minggu (9/8/2020).
Hal ini dapat ditempuh dengan menarik garis pemisah yang tegas dan jelas antara kepentingan bisnis dan politik dengan konsekuensinya, menghentikan penyimpangan moral dalam bentuk konflik kepentingan yang mengaburkan batas-batas antara urusan privat dan publik dalam etika penyelenggaraan negara.
Saat bisnis dan politik dicampuradukkan serta konflik kepentingan tak terhindarkan dalam etika penyelenggaraan negara, republik ini sesungguhnya telah dikhianati. Pengkhianatan terhadap republik terjadi mana kala pejabat publik bukan lagi bertindak sebagai pengatur yang adil untuk kehidupan bersama, melainkan juga sebagai pemain bisnis yang terlibat aktif dalam mencari keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi dan golongan.
Para pejabat publik yang memprioritaskan kepentingan pribadi dan golongannya sejatinya tak menjiwai sama sekali inti dan janji republik yang diwariskan pendiri bangsa. Negara bukan untuk menjadi arena dan kompetisi bisnis, melainkan semata-mata sebagai sarana pengabdian mulia demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara setara dan universal.
Inti pengabdian dalam tradisi republik adalah kehendak politik yang didarmabaktikan untuk mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bersama tanpa diskriminasi dan kesenjangan dalam bentuk apa pun.
Wisawatan berfoto bersama bendera merah putih dengan latar belakang Gunung Penanggungan di objek wisata Potoek Suko, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (15/8/2020).
Pada akhirnya, kesenjangan berdampak buruk untuk semua, bukan sekadar wong cilik, melainkan juga golongan kaya sekalipun. Kesenjangan yang parah dapat merobek-robek tali ikatan kemanusiaan, keagamaan, dan kebangsaan yang telah terajut secara harmonis di atas pilar kebinekaan.
Bahaya kesenjangan bagi keberlangsungan republik ini harus menggugah hati nurani manusia, sebagai hakim dan otoritas tertinggi, untuk menjiwai kesadaran kolektif bahwa kita semua adalah satu dan setara, hidup saling tergantung satu sama lain, dan terikat tali ikatan kemanusiaan, keagamaan, serta kebangsaan yang inklusif dan universal.
Inilah saat yang tepat bagi kita untuk bertegur sapa, berprasangka positif, berkolaborasi, dan bertindak secara kolektif guna melunasi janji-janji republik yang telah terabaikan selama ini agar terwujud masyarakat yang egaliter, adil, sejahtera, dan demokratis.