Ukraina berupaya mengeskalasi front baru, Iran-Israel, dalam perang lawan Rusia. Rasionalitas pada kepentingan nasional dapat mencegah eskalasi perang.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Ada kekhawatiran eskalasi perang Ukraina-Rusia akan terus meningkat. Awal pekan ini, setelah kota Kyiv digempur Rusia dengan pesawat nirawak (drone) buatan Iran, pejabat Ukraina melontarkan tudingan keterlibatan Teheran mendukung Moskwa. Tuduhan ini, seperti pada fase awal perang, didasarkan pada informasi pejabat Amerika Serikat (AS) dan Barat. Iran melalui juru bicara kementerian luar negerinya membantah dan menyatakan tidak memasok senjata ke Rusia.
Sejak perang Ukraina pertama kali meletus, diawali invasi Rusia pada 24 Februari 2022, pasokan senjata luar mengalir deras. AS dan negara Barat mengirim pasokan persenjataan ke Ukraina sebagai bentuk dukungan pada negara itu tanpa terlibat pertempuran secara langsung. Bulan Maret, Presiden AS Joe Biden memperingatkan, konfrontasi langsung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) lawan Rusia sama artinya dengan Perang Dunia III.
Dengan bantuan persenjataan dari luar, termasuk drone buatan Turki, Bayraktar TB2, Kyiv berupaya mengusir pasukan Moskwa dari wilayah yang diduduki. Kini, melihat perang bakal berlangsung panjang, Ukraina berusaha memperoleh pasokan senjata dari Israel. Permintaan itu, jelas Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, akan disampaikan tertulis ke Israel.
Tak ada momentum paling tepat untuk membujuk Israel agar bersedia memasok persenjataan ke Ukraina selain temuan senjata buatan Iran yang dipakai Rusia. Israel dan Iran adalah musuh bebuyutan. Medan pertempurannya hampir merata di Timur Tengah hingga luar kawasan, seperti Azerbaijan dan Afrika. Medium pertempurannya beragam, dari perang siber, perang mata-mata, hingga perang senyap di laut.
Meski bermusuhan, Iran ataupun Israel—setidaknya dalam pernyataan resmi—memosisikan diri tak memihak kubu mana pun dalam perang di Ukraina. Untuk menunjukkan sikap imparsial negaranya, Jubir Kemenlu Iran Nasser Kanaani menyatakan, Teheran menjalin kontak dan menggelar beberapa pertemuan dengan Rusia dan Ukraina. Iran tak mau menambah rumit posisinya berhadapan dengan Barat di tengah belum jelasnya nasib kesepakatan nuklirnya.
Posisi sama diambil Israel. Israel mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Dalam pemungutan suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Israel konsisten menentang serangan Rusia. Israel juga mengirim bantuan kemanusiaan, termasuk rumah sakit lapangan, ke Kyiv. Namun, negara itu enggan memasok perlengkapan militer lebih dari rompi pengaman dan helm.
Ada rasionalitas sikap Israel. Negara ini tidak mau merusak hubungan dengan Rusia. Berkat lampu hijau Moskwa, Israel leluasa menyerang target milisi pro-Iran di Suriah yang dinilai mengancam langsung keamanan negaranya. Selain itu, banyak warga Yahudi di Rusia. Kendati Israel bermusuhan dengan Iran di banyak front, keduanya tidak mau terseret langsung dalam pusaran konflik panjang di Ukraina.