Perang Ukraina Mulai Seret Timur Tengah
Perang di Ukraina semakin kompleks setelah Israel dan Iran dikabarkan terlibat mendukung para pihak berkonflik. Iran diduga menyuplai drone bagi militer Rusia. Sementara entitas bisnis Israel menopang militer Ukraina.
Moskwa, Selasa – Perang Ukraina mulai menyeret Timur Tengah. Ada kekhawatiran, dengan luas dan masifnya komplikasi perang, dunia sejatinya telah memasuki awal Perang Dunia III. Tanpa usaha progresif, situasi akan memburuk.
Memasuki pertengahan Oktober atau bulan ke-8, komplikasi perang Ukraina-Rusia kian luas. Perang yang oleh sejumlah pakar disebut-sebut sebagai perang proksi Amerika Serikat melawan Rusia itu menyeret Iran dan Israel, musuh bebuyutan di Timur Tengah.
Lihat juga : Serangan Pesawat Nirawak di Kyiv
”Tidak ada lagi keraguan di mana Israel harus berdiri dalam konflik berdarah ini. Telah tiba waktunya bagi Ukraina untuk menerima bantuan militer juga (dari Israel), seperti yang diberikan oleh Amerka Serikat dan negara-negara NATO,” cuit Menteri Urusan Diaspora Israel Nachman Shai, di Twitter, Senin (17/10/2022).
Pernyataan ini disampaikan setelah pesawat nirawak (unmanned aerial vehicle/UAV) yang diduga buatan Iran digunakan untuk menyerang ibu kota Ukraina, Kyiv, Senin (17/10). Mengutip The New York Times, sedikitnya 43 pesawat nirawak melakukan serangan ”kamikaze” alias menghantamkan pesawat itu sendiri ke target serangan. Pesawat itu disebutkan sebagai Shahed-136 buatan Iran.
Baca juga : ”Drone” Iran Digunakan Serang Kyiv, Teheran Terseret Konflik di Ukraina
Selama ini, Pemerintah Israel secara formal tak memihak Ukraina atau Rusia dalam perang. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berulang kali meminta Israel mengirimkan bantuan senjata, termasuk pembelian sistem pertahanan Iron Dome dan Barak 8. Namun, pemerintahan Perdana Menteri Naftali Bennet secara publik menolak dan hanya mengirim bantuan kemanusiaan.
Salah satu pertimbangannya, dukungan Israel ke Ukraina bisa memunculkan koalisi Rusia-Iran. Ini bisa mendorong Rusia menjadi palang pintu bagi jet-jet tempur Israel dalam menyerang loyalis Iran, Hezbollah, di Suriah.
Walau demikian, Israel sebenarnya diam-diam telah memberikan bantuan penting bagi militer Ukraina. Dikutip dari laman New York Times, seorang pejabat militer senior Ukraina yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, Israel telah memberikan bantuan intelijen dasar tentang pesawat nirawak buatan Iran kepada Ukraina. Sebuah perusahaan swasta Israel juga membantu mengidentifikasi posisi pasukan Rusia melalui citra satelit.
Selain itu, sejumlah mantan anggota militer Israel dikabarkan terlibat dalam sejumlah kegiatan militer Ukraina, mulai dari pelatihan hingga pertempuran. Dikutip dari media Israel, Times of Israel dan The Jerusalem Post, para mantan anggota pasukan pertahanan Israel (IDF) membantu militer Ukraina bersiap menghadapi pertempuran dengan Rusia. Sebagian lagi terjun langsung ke medan tempur.
Israel sebenarnya diam-diam telah memberikan bantuan penting bagi militer Ukraina.
Laporan Times of Israel menyebut beberapa pejabat tinggi Israel mengetahui kegiatan tersebut. Akan tetapi, mereka menutup mata karena secara resmi, Israel tidak ikut terlibat. Walau begitu, menurut pejabat tersebut, sikap Israel bisa berubah. Di sisi lain, laporan The Washington Post, Minggu (16/10), menyebutkan, Rusia akan membeli rudal balistik Fateh-110 dan Zolfaghar dari Iran. Masing-masing senjata memiliki jangkauan 300 kilometer (km) dan 700 km.
Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan perubahan sikap Israel dalam perang Ukraina adalah sebuah kesalahan fatal. ”Israel tampaknya telah memutuskan untuk memasok senjata ke rezim Kiev. Itu akan menjadi keputusan yang sangat gegabah karena akan merusak semua hubungan antarnegara, antarnegara kita,” tulis Medvedev di kanal Telegram-nya seperti dilaporkan kantor berita Rusia TASS.
Washington memperingatkan bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap entitas bisnis atau negara yang bekerja sama atau menggunakan produk militer Iran. ”AS tak akan ragu menggunakan sanksi atau mengambil tindakan terhadap pelaku,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, kepada wartawan.
Iran membantah
Pemerintah Iran, yang saat ini tengah diguncang aksi massa akibat kematian Mahsa Amini di tangan polisi moral, membantah telah menyuplai peralatan tempur kepada Rusia. Pernyataan Utusan Tetap Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Komite Pertama Majelis Umum PBB, Senin (17/10/2022), dikutip dari kantor berita Tasnim, menyatakan, informasi soal penjualan UAV hingga rudal balistik untuk digunakan pada perang di Ukraina adalah tuduhan tak berdasar.
“Republik Islam Iran dengan tegas menolak dan mengutuk keras klaim yang tidak berdasar oleh delegasi, salah satunya Jerman, tentang penjualan kendaraan udara tak berawak untuk digunakan dalam konflik Ukraina. Klaim yang tidak berdasar tersebut, tidak lebih dari alat propaganda yang diluncurkan oleh negara-negara tertentu untuk memajukan agenda politik mereka,” kata Pemerintah Iran dalam pernyataannya.
Teheran juga menyebut bahwa program misilnya hanya ditujukan untuk pertahanan dalam negeri. Dalam pernyataan itu juga disebutkan Teheran menyatakan kesiapannya untuk terlibat secara konstruktif konsisten mendukung perdamaian, mengakhiri konflik, mendesak para pihak untuk menahan diri serta menghindari peningkatan ketegangan di lapangan.
Baca juga : Manuver Permainan Licin Israel di Tengah Perang Rusia-Ukraina
”Keterlibatan” langsung dan tak langsung Timur Tengah dalam perang di Ukraina, sebelumnya, banyak berkaitan dengan kebijakan minyak bumi. Pemerintah AS, beberapa waktu lalu, meminta komunitas internasional untuk menekan Rusia dengan menerapkan pembatasan harga dan jumlah penjualan minyak Rusia di pasar global.
Uni Eropa ikut menerapkan inisiatif AS itu. Namun tidak dengan sejumlah negara lain, termasuk Arab Saudi dan OPEC berikut Rusia,yang tergabung dalam OPEC+. Situasi ini membuat hubungan antara Riyadh dan Washington renggang. Arab Saudi dituding telah memihak Rusia dalam konflik ini.
Dalam pidatonya di depan Majelis Syura, Minggu (16/10/2022), Raja Kerajaan Arab Saudi, Raja Salman, mendukung keputusan yang diambil putra mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman, dan koleganya di OPEC+ soal pemangkasan produksi minyak sebagai jalan untuk menjaga kestabilan harga minyak dunia. Raja Salman dalam pidatonya menyatakan pentingnya menggunakan akal sehat, kebijaksanaan, dan mengaktifkan semua saluran untuk berdialog, negosiasi, dan mencari solusi damai agar perang di Ukraina bisa diakhiri.
“Dalam konteks ini, upaya yang dilakukan oleh Putra Mahkota dalam mengadopsi inisiatif kemanusiaan pada krisis Rusia-Ukraina, keberhasilan mediasinya untuk membebaskan tahanan dari berbagai negara dan mengangkut mereka dari Rusia dan mengembalikan mereka ke rumah mereka adalah salah satu langkah,” katanya.
Baca juga : Sanksi AS pada Arab Saudi Bisa Memukul Balik Washington
“Siapa pun yang melakukan bisnis dengan Iran yang dapat memiliki hubungan dengan UAV atau pengembangan rudal balistik atau aliran senjata dari Iran ke Rusia harus sangat berhati-hati. AS tidak akan ragu untuk menggunakan sanksi atau mengambil tindakan terhadap pelaku," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel kepada wartawan.
Dalam pandangan Washington, menurut Patel, aliansi Iran dan Rusia di Ukraina adalah sebuah hal yang harus dibuka pada dunia. Dan, dalam pandangan Washington, menurut Patel, adalah sebuah ancaman besar.
Baca juga : Perseteruan AS-Saudi Memanas, dari Buka Kartu hingga Saling Menelanjangi
Sementara itu, ekonom Universitas New York, Nouriel Roubini, pada Yahoo Finance All Market Summit di New York, Senin (17/10), berpendapat, dunia sebenarnya telah masuk dalam perang dingin. Jika tidak segera diredakan secara bertahap ketegangannya, dunia akan menuju ke Perang Dunia III. Bahkan, situasi sebenarnya sudah bisa dikategorikan sebagai awal dari Perang Dunia III.
”Dalam beberapa hal, Perang Dunia III sudah dimulai. Ini dimulai di Ukraina karena konflik ini memiliki implikasi luas di luar Rusia dan Ukraina. Ini permulaan dari sesuatu yang lain,” katanya. (AFP/MHD/DNE)