Sanksi AS pada Arab Saudi Bisa Memukul Balik Washington
Upaya Washington menghukum Riyadh justru akan dijegal militer dan industri pertahanan AS. Jika sekutu sepenting Riyadh saja diabaikan, tidak ada jaminan sekutu dan mitra lain tidak akan diabaikan Washington.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
RIYADH, KAMIS — Rencana Washington menghukum Arab Saudi gara-gara memangkas produksi minyak berpotensi merugikan Amerika Serikat. Rencana itu juga dipandang bentuk kegagalan Washington memahami perubahan di kawasan. Sanksi ke Riyadh akan membuat kawasan semakin menjauhi Washington.
Wakil Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al-Jubeir mengingatkan, pemangkasan produksi bukan keputusan sepihak Riyadh. Seluruh anggota organisasi negara produsen minyak dan mitranya (OPEC+) menyepakati pemangkasan itu.
”Bahkan, sebenarnya harga minyak malah turun sejak keputusan itu,” katanya, Rabu (12/10/2022) malam waktu Riyadh atau Kamis (13/10/2022) dini hari WIB.
Dalam rapat pada 5 Oktober 2022 di markas besar di Vienna, OPEC+ memutuskan memangkas produksi 2 juta barel per hari. AS memandang pemangkasan itu sebagai penolakan Riyadh atas upaya Washington menghukum Moskwa.
Oleh karena itu, Presiden AS Joe Biden dan sejumlah politisi AS mengungkap rencana membalas Arab Saudi. Pembalasan itu termasuk penarikan semua pasukan dan persenjataan AS di Arab Saudi. Washington juga akan berhenti menjual senjata ke Riyadh.
”Penjualan senjata ke Arab Saudi demi kepentingan AS, Arab Saudi, dan kedamaian serta kestabilan Timur Tengah,” kata Al-Jubeir sebagaimana dikutip Arab News dan Al Arabiya.
Pengamat politik Arab Saudi, Abdulrahman Al-Rashed, mengatakan, keputusan AS untuk menarik pasukan dan persenjataan dari Arab Saudi justru akan melejitkan harga minyak. Sebab, kawasan kehilangan faktor penting untuk menjaga kestabilan dan keamanan. Selama berpuluh tahun sudah terbukti, keamanan dan kestabilan Timur Tengah menjadi faktor penting dalam penentuan harga minyak.
”Ketiadaan kerja sama keamanan AS-Arab Saudi akan berdampak lebih besar pada harga minyak dibandingkan keputusan-keputusan di Vienna (kantor OPEC). Ketiadaan kerja sama keamanan AS-Arab Saudi akan membuat harga minyak menembus 200 dollar AS per barel, alih-alih hanya 90 dollar AS per barel,” katanya.
Keputusan AS untuk menarik pasukan dan persenjataan dari Arab Saudi justru akan melejitkan harga minyak.
AS menuding OPEC+ memolitisasi minyak. Padahal, manuvernya beberapa bulan terakhir justru menunjukkan AS mau menjadikan minyak sebagai alat politik. ”Motif AS soal Rusia sepenuhnya politis dan mau menjadikan minyak sebagai sarana. Apa alasan negara lain mau menjadi alat AS dalam hal ini?” ujar pengamat asal Lebanon itu.
Sementara jurnalis senior Arab Saudi, Tariq Al-Homayed, menyebut, sikap Biden dan sejumlah politisi AS menunjukkan kegagalan Washington memahami perubahan kawasan. Kini, kawasan tidak tertarik mengikuti agenda AS. ”Mereka (politisi AS) melihat dunia dari kacamata domestik dan hubungan dengan kawasan memakai kacamata 2001. Dunia berubah, Arab Saudi juga. Dan Washington gagal memahami ini,” ujarnya.
Al-Rashed mengingatkan, ada risiko lain bila AS benar-benar mengurangi atau menghentikan kerja sama keamanan dengan Arab Saudi. Keputusan itu akan mendorong Arab Saudi mendekati Rusia, China, dan negara lain untuk mendapatkan persenjataan.
Penghentian kerja sama dengan Arab Saudi juga akan menambah kesan buruk AS di negara lain. Jika sekutu sepenting Riyadh saja diabaikan, tidak ada jaminan sekutu dan mitra lain tidak akan diabaikan Washington.
Pengajar pada Universitas Pertahanan Nasional AS, Dave DesRoches, berpendapat senada. Tekanan AS pada Arab Saudi dan kawasan pasti akan dilawan. Bentuk perlawanan itu dengan mengalihkan kontrak pembelian persenjataan ke negara-negara lain.
Jika sekutu sepenting Riyadh saja diabaikan, tidak ada jaminan sekutu dan mitra lain tidak akan diabaikan Washington.
Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), 24 persen ekspor persenjataan AS 2016-2020 ditujukan ke Arab Saudi. Riyadh juga mengikat kontrak miliaran dollar AS dengan sejumlah produsen persenjataan Washington selama beberapa waktu ke depan. Tidak ada pelanggan tunggal industri persenjataan AS dengan porsi sebesar Arab Saudi.
Oleh karena itu, DesRoches meyakini upaya Washington menghukum Riyadh justru akan dijegal militer dan industri pertahanan AS. ”Dalam beberapa bulan mendatang, perwira AS mana pun pasti akan menyatakan hubungan militer AS-Arab Saudi amat kuat,” katanya. (AFP/REUTERS)