Iran diduga memilih Afrika sebagai area balas dendam atas Israel karena keamanan Afrika tidak ketat dibandingkan dengan wilayah lain dan karena kehadiran Israel di Afrika cukup kuat.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·3 menit baca
Konflik Iran-Israel kini tidak hanya menjadi pemandangan seru di area daratan dan lautan wilayah Timur Tengah, tetapi juga sudah merambah benua Afrika. Harian Israel, Yedioth Ahronoth, dan televisi Israel, Channel 12, Minggu (7/11/ 2021), melansir berita tertangkapnya lima oknum jaringan Iran yang hendak menyerang sasaran turis dan pengusaha Israel di sejumlah negara Afrika, yakni Tanzania, Ghana, dan Senegal.
Dua media Israel itu menyebutkan, kelima oknum itu dilatih divisi elite Al Quds dari Garda Revolusi Iran di Lebanon. Mereka dikirim ke Afrika untuk menjalankan tugas khusus menyerang para turis dan pengusaha Israel yang sering mengadakan perjalanan ke Afrika.
Menurut Channel 12 Israel dan Yedioth Ahronoth, kelima oknum jaringan Iran itu ditangkap secara terpisah di Tanzania, Ghana, dan Senegal oleh dinas intelijen negara-negara tersebut yang memperoleh informasi tentang gerakan mereka dari jaringan dinas intelijen Barat. Media Israel lainnya, The Jerusalem Post, mengungkapkan, Mossad berandil menggagalkan serangan oknum antek Iran atas sasaran Israel di tiga negara Afrika itu.
Terkait laporan tersebut, belum ada reaksi dari Iran. Konflik Iran-Israel selama ini berkecamuk secara senyap. Seperti serangan Israel atas sasaran Iran di Suriah, misalnya, tak ada tanggapan Teheran. Serangan itu biasanya direspons dengan aksi balasan di tempat atau negara lain yang juga tidak diumumkan. Itu sebabnya perseteruan Iran-Israel kerap disebut konflik senyap.
Berita tertangkapnya lima oknum jaringan Iran yang hendak menyerang sasaran Israel di Afrika itu menunjukkan bahwa sasaran Israel di benua tersebut sedang menjadi target serangan Iran. Diduga kuat Iran mengincar sasaran Israel di Afrika sebagai aksi balas dendam atas tewasnya ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh, November 2020, di dekat Teheran.
Iran saat itu menuduh Mossad, dinas intelijen luar negeri Israel, berada di balik tewasnya Fakhrizadeh. Mossad mengakui perannya dalam insiden tersebut.
Iran diduga memilih Afrika sebagai area balas dendam atas Israel karena keamanan Afrika tidak ketat dibandingkan dengan wilayah lain dan karena kehadiran Israel di Afrika cukup kuat. Kehadiran Israel di Afrika semakin kuat setelah hubungan resmi dengan Sudan dibuka pada Oktober 2020 sebagai bagian dari Kesepakatan Abraham yang dimediasi Presiden AS Donald Trump.
Sebelumnya, pada Januari 2019, Israel mengumumkan pembukaan hubungan diplomatik dengan Chad, negara berpenduduk mayoritas Muslim di Afrika yang juga anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Israel terus berusaha meningkatkan aktivitas dan kehadirannya di Afrika dalam upaya membendung pengaruh Iran di benua tersebut. Israel telah memiliki hubungan diplomatik dengan 46 dari 55 negara anggota Uni Afrika. Turis Israel sering berwisata ke sejumlah negara Afrika Timur, seperti Tanzania, Kenya, dan Mozambik yang dikenal memiliki pantai tropis yang indah.
Perusahaan dan pengusaha Israel juga sangat aktif mengembangkan bisnisnya di Afrika dengan berinvestasi di sektor energi terbarukan, pertanian, dan penerbangan.
Pada Februari lalu, harian AS, The New York Times, juga melaporkan bahwa seorang oknum jaringan Iran juga tertangkap di Etiopia. Ia diketahui hendak menyerang diplomat Uni Emirat Arab (UEA) di Addis Ababa, ibu kota Etiopia. Diduga kuat, hal itu sebagai balas dendam Iran atas tindakan UEA yang membuka hubungan resmi dengan Israel pada Agustus 2020 dan dikenal dengan Kesepakatan Abraham.
Iran saat itu mengecam keras pembukaan hubungan resmi UEA-Israel yang dianggap mengancam keamanannya. Iran dan UEA adalah dua negara bertetangga dan hanya terpisah Laut Persia. Iran menganggap kehadiran Israel di UEA memberi Israel akses langsung ke wilayah perbatasan dengan Iran.