Bagaimana harian ”Kompas” memilih diksi yang ”tidak lazim” terkait status seseorang di mata hukum, mengikuti ”kemauan” kepolisian.
Oleh
Tri Agung Kristanto
·3 menit baca
Ini masih cerita terkait kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, awal Juli lalu. Namun, kali ini bukan cerita kasusnya, melainkan pilihan kata yang dipakai harian ini dalam sebuah laporannya.
Saat Ferdy memenuhi panggilan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Sabtu (6/8/2022), petang hari ada kabar, bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu dibawa ke Markas Komando (Mako) Brimob di Kelapa Dua, Kota Depok, Jawa Barat. Di sejumlah media dalam jaringan (daring) segera beredar berita yang menyebutkan, Ferdy ditangkap. Ada juga yang menuliskan, Ferdy diamankan. Media lain mengunggah berita dengan judul ”Ferdy Sambo Ditahan”.
Harian ini pada edisi Minggu (7/8/2022) menuliskan berita utama, pada halaman 1, dengan judul ”Ferdy Ditempatkan di Markas Brimob”. Judul berita itu pun segera mendapatkan pendapat beragam di media sosial ataupun secara langsung ke Redaksi Kompas. Bagaimana harian Kompas memilih diksi yang ”tidak lazim” terkait status seseorang di mata hukum, mengikuti ”kemauan” kepolisian.
Dalam beberapa kasus, aparat penegak hukum memakai kata ”dititipkan”.
Selain di harian Kompas (cetak), pilihan kata ditempatkan muncul pula di laman Kompas.id edisi Minggu (7/8/2022) dengan judul ”Ferdy Sambo Ditempatkan di Mako Brimob Selama 30 Hari” dan ”Ferdy Sambo Ditempatkan di Ruang Khusus di Mako Brimob”, yang berbentuk laporan video. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat itu membantah kabar penangkapan, penahanan, dan penersangkaan Ferdy (Kompas, 7/8/2022).
Dalam bahasa hukum memang tak dikenal istilah ditempatkan. Diksi ditempatkan itu memang berasal dari pejabat resmi Polri. Ferdy ditempatkan di tempat khusus karena masih harus menjalani pemeriksaan dugaan pelanggaran etik oleh tim Inspektorat Khusus Polri.
Dalam kasus yang diduga melibatkan Ferdy, sampai minggu pertama Agustus lalu, Ferdy belum menjadi tersangka. Dia masih diperiksa terkait dugaan pelanggaran kode etik. Dan, tak bisa seseorang yang masih berstatus terperiksa, belum ditemukan bukti permulaan yang cukup melakukan kejahatan, bisa ditangkap, diamankan, atau ditahan. Dalam beberapa kasus, aparat penegak hukum memakai kata dititipkan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tak mengartikan kata ditempatkan yang bersifat pasif. Kata bentukan yang bersumber dari kata asal tempat, yang terdapat di KBBI, adalah menempatkan, yang berarti ’menaruh; meletakkan; memasang (di), atau memberikan tempat (bekas), atau memberi tempat (duduk, bermalam, bekerja); menentukan tempatnya’.
Dalam konteks status Ferdy saat itu, memang tak ada pilihan lain kecuali memastikan bahwa ia memang hanya ditaruh atau diletakkan di Mako Brimob, di ruangan mana pun. Ferdy dalam posisi pasif karena kepolisian yang meletakkannya di tempat itu. Polri yang menentukan tempatnya.
Jikalau harian ini memilih kata menahan atau mengamankan, tentu tidak tepat. Tahanan terkait dengan status hukum seseorang dalam sebuah tindak pidana. Arti kata menahan dalam KBBI yang dekat dalam konteks ini adalah ’mengurung (memenjarakan) untuk sementara’. Padahal, tak ada kepastian bagi wartawan, saat di Mako Brimob, Ferdy akan dikurung.
Tentu saja, dalam perjalanan waktu, istilah ditempatkan tak sesuai lagi untuk disematkan pada Ferdy. Ia sudah jadi tersangka.