Malaysia masih menarik perhatian pekerja asal Indonesia sehingga mereka berani menyabung jiwa dengan masuk secara ilegal.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Penempatan pekerja migran Indonesia ke Malaysia dibuka lagi, Senin (1/8/2022). Kedua negara akan berkala mengevaluasi implementasi nota kesepahaman itu.
Nota kesepahaman (MOU) itu terkait perlindungan pekerja migran domestik secara berkala. Moratorium bisa terjadi kembali jika ada kesepakatan yang dilanggar. Moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia ke Malaysia diterapkan sejak 13 Juli 2022 setelah Malaysia melanggar salah satu kesepakatan utama dalam MOU terkait penempatan dan perlindungan pekerja sektor domestik ke Malaysia.
Malaysia diketahui masih menggunakan Sistem Maid Online (SMO) yang memungkinkan penempatan pekerja migran domestik secara langsung tanpa visa kerja. Sementara MOU yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Malaysia pada April 2022 menyepakati hanya ada Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) atau One Channel System (OCS) untuk penempatan pekerja migran Indonesia. (Kompas, 1/8/2022)
Pemerintah kedua negara sepakat untuk konsisten menjalankan prinsip MOU dan membuka penempatan pekerja migran kembali. Kedua negara juga sepakat membentuk kelompok kerja bersama (joint working group) untuk secara rutin dan berkala mengevaluasi implementasi MOU perlindungan pekerja migran domestik itu. Dengan demikian, jika ada masalah, bisa segera diselesaikan.
Kita tentu mengapresiasi langkah pemerintah untuk melindungi pekerja migran di Malaysia, yang tak hanya menyangkut administrasi penempatan, tetapi juga kesejahteraannya. Apalagi, Malaysia saat ini membutuhkan banyak pekerja karena terjadi kelangkaan tenaga kerja sebagai dampak pandemi Covid-19. Penempatan kembali pekerja migran di Malaysia juga bisa mengurangi pengangguran.
Malaysia selama ini menjadi tujuan utama pekerja migran. Hal itu terjadi karena, selain dekat dengan Indonesia, kultur dan bahasa kedua negara relatif sama. Namun, selama masa pandemi, jumlah pekerja migran yang ditempatkan di negeri jiran itu turun drastis.
Jika pada tahun 2019 sebanyak 79.659 pekerja ditempatkan di Malaysia, tahun 2020 tinggal 14.742 orang, dan pada 2021 sebanyak 563 pekerja, sesuai data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Angka ini jauh di bawah jumlah tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan di Hong Kong (24.753 orang) dan Taiwan (17.890 orang).
Namun, data ”resmi” itu tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya. Malaysia masih saja menarik perhatian pekerja asal Indonesia sehingga mereka berani menyabung jiwa dengan masuk secara ilegal. Selama Januari-Juni 2022 setidaknya terjadi empat kali kecelakaan kapal yang membawa calon pekerja migran ilegal dengan korban 15 orang tewas.
Selain pencegahan di tingkat antarnegara, akar masalah di dalam negeri, yang membuat warga bersedia melawan hukum untuk bekerja di Malaysia, seperti kemiskinan dan kelangkaan lapangan kerja, juga harus diatasi. Calo pekerja migran dan sindikat perdagangan orang pun harus diberantas.