Belum ada titik terang perang di Ukraina bakal berhenti. Kendati demikian, meski baru sayup-sayup, seruan dan desakan penghentian perang harus terus disuarakan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Sejak diawali oleh serangan pasukan Moskwa, 24 Februari 2022, perang Ukraina-Rusia tak memperlihatkan tanda-tanda bakal berhenti dalam waktu dekat. Intensitas dan eskalasi pertempuran tampak meningkat dan meluas. Melihat situasi di lapangan, seolah mimpi jika saat ini berharap segera ada perundingan antara Ukraina dan Rusia.
Laporan wartawan Kompas, yang meliput langsung di Kyiv, Ukraina, sejak pertengahan pekan ini, Jumat (10/6/2022), menyebutkan ”inisiatif untuk menuju negosiasi benar-benar nihil”. Bombardir Rusia atas Ukraina, khususnya di wilayah timur, dengan episentrum pertempuran saat ini di Sievierodonetsk dan Lysychansk, terus intensif.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, tak memberi jawaban yang jelas dan pasti saat ditanya tentang kapan Rusia akan mengakhiri apa yang disebutnya ”operasi militer khusus”. Ia hanya menyebut, operasi militer itu akan diakhiri jika target, yang diistilahkan dengan, ”demiliterisasi dan denazifikasi” Ukraina, telah tercapai. Tidak jelas, apa ukuran konkret dari target tersebut. Hanya Presiden Rusia Vladimir Putin yang tahu ukurannya, apakah target itu telah tercapai atau belum.
Di pihak lain, setelah mengumumkan kehilangan 20 persen wilayahnya setelah serangan Rusia, Ukraina tak mau kehilangan lebih banyak wilayahnya lagi. Belum lagi korban jiwa yang, menurut Menteri Pertahanan Ukraina Oleksiy Reznikov, berjumlah lebih dari 100 tentara dan milisi. Dengan persenjataan tak berimbang, Kyiv berharap betul pada pasokan senjata berat pada Barat, terutama Amerika Serikat.
Sayup-sayup terdengar seruan untuk negosiasi dan perdamaian. Seruan ini, misalnya, dikumandangkan pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus. Dalam pesannya dari balik jendela yang menghadap Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Minggu (5/6/2022), Paus menyeru pemimpin dunia, ”Tolong, jangan bawa dunia ke ambang kehancuran. Jangan bawa dunia ini ke ambang kehancuran.”
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen, seusai bertemu Paus Fransiskus, Jumat (10/6/2022), pun mencuit di Twitter: ”Perang harus diakhiri, memulihkan kembali perdamaian di Eropa”. Bagaimana caranya? Ini pertanyaan yang saat ini tak seorang pun tahu jawabannya.
Presiden Perancis Emmanuel Macron menuai kecaman pedas, khususnya dari Ukraina, saat melontarkan pandangannya bahwa meski invasi Putin adalah ”kesalahan sejarah”, negara-negara kekuatan dunia ”seharusnya tak mempermalukan Rusia sehingga, saat pertempuran berakhir, kita bisa membangun jalan keluar bersama melalui jalan diplomasi”.
Tidak ada jalan mudah membangun jembatan perdamaian. Namun, bukan berarti seruan ke arah itu tidak disuarakan. Ketika semua pihak hanya melihat destruksi sebagai satu-satunya jalan guna mengakhiri perang, seruan perdamaian itu mesti lebih kencang lagi dikumandangkan.