Pengobatan Covid-19 makin praktis dengan kehadiran obat antivirus oral yang efikasinya cukup tinggi. Harga perlu diatur agar terjangkau masyarakat. Namun, vaksinasi tetap penting untuk meningkatkan pengendalian virus.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Obat antivirus oral baru untuk Covid-19 telah hadir dengan nama dagang Paxlovid. Obat produksi Pfizer ini setidaknya telah diimpor Inggris, Israel, dan Korea Selatan untuk mengendalikan infeksi Covid-19 di negara itu.
Obat ini diklaim mampu mengurangi risiko rawat inap atau kematian akibat Covid-19 sebesar 89 persen. Lebih tinggi daripada molnupiravir (Lagevrio) produksi Merck yang efikasinya sekitar 50 persen.
Indonesia telah mengimpor molnupiravir dan tiba pada Senin (3/1/2022). Pemerintah juga telah menjajaki pembelian Paxlovid.
Hal itu dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada acara Forum Nasional Kemandirian dan Ketahanan Industri Sediaan Farmasi, awal November 2021, di Yogyakarta. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, akhir Desember, menyatakan, Paxlovid akan datang dalam waktu dekat.
Obat itu mendapat izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) pada 22 Desember 2021. Adapun molnupiravir mendapat EUA dari FDA pada 23 Desember 2021.
Paxlovid, yang merupakan gabungan dari nirmatrelvir dan ritonavir, bisa menjadi pilihan obat antivirus oral di samping molnupiravir dan obat yang lebih lama, favipiravir.
Obat ini, menurut FDA, untuk pengobatan Covid-19 ringan hingga sedang pada pasien usia 12 tahun hingga dewasa dengan berat badan minimal 40 kilogram dan hasil positif tes SARS-CoV-2. Obat ini harus didapat dengan resep dokter dan harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis Covid-19, setidaknya dalam waktu lima hari setelah timbul gejala.
Karena itu, sangat penting bagi individu untuk mengenali gejala Covid-19, adanya deteksi dini, dan ketersediaan tes yang andal. Efikasinya bisa 89 persen mencegah rawat inap dan kematian jika penderita segera minum obat.
Karena obat baru, harganya relatif mahal. Untuk itu, pemerintah perlu mengatur dan mengawal agar harga obat terjangkau. Hal itu bisa dilakukan melalui subsidi pemerintah serta masuk daftar obat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dengan demikian, obat bisa diakses seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, pemerintah dimungkinkan bekerja sama untuk memproduksi obat di Indonesia.
Sebagaimana Merck, produsen molnupiravir, Pfizer juga menerapkan penetapan harga berjenjang, di mana negara-negara berpenghasilan tinggi membayar lebih tinggi daripada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kedua perusahaan farmasi itu juga menandatangani perjanjian lisensi sukarela non-eksklusif dengan produsen obat generik untuk mempercepat ketersediaan obat pada 100 negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Yang juga penting, obat antivirus oral bukan pengganti vaksinasi. Karena itu, untuk mencegah penularan dan meningkatkan pengendalian Covid-19, vaksinasi dan dosis penguat (booster) tetap diperlukan, di samping penerapan protokol kesehatan.