Inggris Negara Pertama yang Setujui Penggunaan Pil Antivirus Covid-19
Inggris menjadi negara pertama yang akan menggunakan pil oral antivirus Covid-19, molnupiravir. Obat ini diperuntukkan bagi pasien Covid-19 berkategori sakit ringan hingga sedang dan berusia 18 tahun ke atas.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
LONDON, KAMIS — Inggris menjadi negara pertama di dunia yang akan menggunakan pil oral obat antivirus Covid-19 produksi perusahaan farmasi Merck dan Ridgeback Biotherapeutics. Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA) memberikan izin bersyarat untuk penggunaan obat Covid-19 bernama molnupiravir, Kamis (4/11/2021).
Obat pil oral pertama yang terbukti berhasil mengobati Covid-19 itu harus dikonsumsi sesegera mungkin setelah seseorang diketahui positif Covid-10 dan dalam waktu lima hari sejak timbulnya gejala. Pil molnupiravir hanya boleh diberikan kepada penderita Covid- 19 berusia 18 tahun ke atas dan memiliki setidaknya satu faktor risiko penyakit parah, seperti obesitas atau penyakit jantung.
Ketentuan dosis pil molnupiravir diminum dua kali sehari, masing-masing satu butir pil, selama lima hari. Itu pun juga terbatas bagi penderita Covid-19 ringan dan sedang. Molnupiravir mampu mengurangi gejala dan mempercepat pemulihan.
Jika obat ini nantinya juga digunakan di negara-negara lain, setidaknya akan bisa membantu mengurangi beban rumah sakit dan membantu negara-negara miskin yang memiliki sistem kesehatan lemah. Berbeda dengan Inggris, tim independen beranggotakan pakar obat dan kesehatan yang dibentuk Badan Pangan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) masih mengkaji efektivitas dan keamanan molnupiravir.
Selama ini dunia terfokus pada produksi vaksin sebagai upaya pencegahan Covid-19. Wabah ini telah menewaskan 5,2 juta jiwa di seluruh dunia. Selain vaksin, dan kini molnupiravir, ada juga pilihan obat lain, yakni remdesivir antivirus yang disuntikkan dan deksametason steroid generik. Keduanya biasanya hanya diberikan kepada pasien Covid-19 yang sudah dirawat di rumah sakit.
Sejak bulan lalu, pandangan dunia segera tertuju pada molnupiravir. Hasil uji coba menunjukkan, pil itu berhasil mengurangi risiko kematian atau sakit parah hingga separuh. Akan tetapi, dengan catatan, pil itu harus segera diberikan sejak pasien menunjukkan gejala-gejala awal.
Pil molnupiravir, yang akan diberi merek Lagevrio di Inggris, menurut para dokter, akan lebih manjur jika diberikan kepada orang yang tidak bisa atau tidak boleh divaksin. ”Teknis pemberian pil molnupiravir kepada pasien akan didiskusikan terlebih dahulu bersama para dokter,” ujar Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid dalam pernyataan tertulisnya.
Proses pemberian izin yang cepat dari Inggris karena saat ini Pemerintah Inggris tengah bergelut menangani lonjakan kasus Covid-19. Kasus harian Covid-19 di Inggris sekitar 40.000 kasus. Dari puluhan ribu kasus itu, jumlah kasus anak yang tertular Covid-19 semakin banyak.
Bulan lalu, Inggris sudah memesan 480.000 paket siklus pengobatan (course) molnupiravir. Obat ini berdosis 2 x 800 miligram berjumlah 40 tablet untuk diminum pasien dengan dosis 2 x 4 tablet per hari. Dalam pernyataan terpisah, Merck mengaku bisa memproduksi 10 juta paket perawatan pada akhir tahun ini dan sekitar 20 juta paket pada 2022.
Beri lisensi
Selain Merck, Pfizer dan Roche juga tengah berlomba mengembangkan pil antivirus Covid-19 yang mudah dikonsumsi. Pada bulan lalu, Pfizer sudah memulai studi tentang pil serupa. Dari hasil pengurutan virus yang dilakukan Merck, molnupiravir terbukti efektif melawan semua varian virus Covid-19, termasuk varian Delta yang lebih menular.
Meski sudah mendapatkan izin dari Inggris, sampai saat ini belum diketahui kapan Merck akan mulai mengirimkan molnupiravir ke Inggris. Merck saat ini juga sedang dalam proses perundingan dengan perusahaan farmasi pembuat obat generik mengenai kemungkinan memperluas lisensi manufaktur supaya stoknya cukup.
Pil molnupiravir menargetkan enzim yang digunakan virus Covid-19 untuk mereproduksi dirinya sendiri, memasukkan kesalahan ke dalam kode genetik yang memperlambat kemampuannya untuk menyebar dan mengambil alih sel manusia. Aktivitas genetik ini mendorong para ahli mempertanyakan apakah obat itu berpotensi menyebabkan mutasi yang berakibat pada cacat lahir atau tumor.
Molnupiravir awalnya dulu dipelajari sebagai obat flu. Namun, tahun lalu, para peneliti di Emory University kemudian melihat kemungkinan obat itu digunakan sebagai obat Covid-19.
Pekan lalu, Merck memperbolehkan perusahaan farmasi lain membuat pil Covid-19 ini agar bisa memberikan akses lebih luas pada jutaan warga di negara-negara miskin. Merck disebutkan tidak akan menerima royalti selama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai kondisi darurat global.
Kesediaan Merck berbagi formula dan komitmen untuk membantu perusahaan mana pun yang membutuhkan bantuan teknologi pembuatan obat itu dipuji kalangan ahli kesehatan. ”Negara miskin tidak perlu lagi menunggu antrean paling belakang untuk molnupiravir. Tidak seperti distribusi vaksin Covid-19 yang tidak adil. Hanya 1 persen vaksin Covid-19 yang masuk ke negara miskin," kata Mohga Kamal-Yanni, penasihat kesehatan pada Aliansi Vaksin Rakyat. (REUTERS/AP)