Laporan kekayaan yang dibuat hanya formalitas. Banyak penyelenggara negara tak jujur dalam melaporkan hartanya. Perlu langkah radikal untuk mengatasi masalah tersebut.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Tingkat kepatuhan penyelenggara negara melaporkan kekayaannya, terutama kalangan legislatif, masih rendah. Aturan hukum yang mandul pun dicampakkan.
Laporan kekayaan yang dibuat hanya formalitas. Banyak penyelenggara negara tak jujur dalam melaporkan hartanya. Banyak aset penyelenggara negara yang disembunyikan.
Mengutip Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan, dari tahun 2018 sampai 2020, KPK memeriksa laporan kekayaan 1.065 penyelenggara negara. Hasilnya, 95 persen laporan tidak akurat. Dari tingkat kepatuhan, rumpun legislatif yang paling rendah kepatuhannya dibandingkan dengan rumpun kekuasaan lain. Dari 575 anggota DPR, masih 239 anggota yang belum melaporkan kekayaannya.
Pelaporan kekayaan penyelenggara negara dan pemberantasan korupsi adalah inti reformasi. Gerakan mahasiswa pada Mei 1998 menuntut pengadilan terhadap pejabat korup yang mengambil uang rakyat. Gerakan reformasi mendesak penyelenggara negara mendeklarasikan kekayaan sebelum, ketika, dan sesudah menjabat. Waktu itu dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), yang kemudian dilebur ke dalam KPK.
Semangat reformasi kini pudar. Penyelenggara negara, terutama anggota DPR, tak merasa bersalah. Pembuat undang-undang (UU) itu melawan kewajiban UU dengan tak melaporkan kekayaan. Sebagai lembaga, DPR seperti masa bodoh. Pimpinan partai politik bersikap permisif. UU pelaporan kekayaan memang mandul. Ada kewajiban, tetapi tak ada sanksi.
KPK yang menggantikan peran sebagai komisi pemeriksa kekayaan kedodoran dengan problem internalnya. Kewibawaan KPK redup ketika komisionernya ketahuan melanggar etika. KPK yang pernah begitu berwibawa, kini tak lagi sepenuhnya disegani. Beban KPK berat ketika ada komisionernya bermasalah. KPK sulit mengiba kepada penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaannya ketika seorang komisionernya telah kehilangan legitimasi.
Gerakan reformasi mendesak penyelenggara negara mendeklarasikan kekayaan sebelum, ketika, dan sesudah menjabat.
Penangkapan Bupati Probolinggo dan suaminya karena menjual pos lurah dan camat; Bupati Banjarnegara yang ditangkap KPK karena disangka menerima komisi proyek; serta kebandelan penyelenggara negara melaporkan kekayaannya kian menjauhkan bangsa dari cita-cita kemerdekaan. Perilaku tak terpuji kian mengukuhkan pandangan bahwa korupsi adalah komorbid bangsa ini. Mencemaskan.
Namun, siapa yang peduli dengan itu semua? Kita berharap Presiden Joko Widodo mengambil langkah radikal. Sejumlah langkah bisa diambil dengan menyatakan bangsa ini darurat korupsi dan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membolehkan negara merampas aset pejabat yang tidak dilaporkan, mewajibkan pembuktian terbalik aset penyelenggara negara, dan menerbitkan Perppu UU Perampasan Aset untuk menarik aset ilegal hasil korupsi. Terapi kejut berupa perppu diperlukan untuk menguji komitmen antikorupsi koalisi parpol.