Keputusan Komisi I DPR membatalkan kunjungan kerja ke Qatar patut diapresiasi. Saatnya DPR mengambil langkah nyata untuk menjaga dan makin meningkatkan marwahnya di hadapan masyarakat.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Komisi I DPR akhirnya membatalkan kunjungan kerja ke Qatar, pada akhir Februari-awal Maret 2021, menyusul adanya kritik terhadap rencana itu.
Keputusan itu patut diapresiasi di tengah relatif rendahnya kepercayaan publik kepada DPR dibandingkan kepada lembaga negara lain. Hal ini, antara lain, terlihat dari hasil survei Lembaga Survei Indonesia pada 25-31 Januari 2021. Berdasarkan survei itu, 71 persen responden menyatakan percaya kepada DPR. Namun, ini lebih rendah dibandingkan lembaga lain, seperti TNI (95 persen), gubernur (91 persen), bupati/wali kota (90 persen), presiden (88 persen), dan pemerintah pusat (85 persen).
Hasil hampir serupa terlihat dari survei Indikator Politik Indonesia. Melalui survei yang digelar pada 1-3 Februari lalu, TNI jadi lembaga yang paling dipercaya, yaitu oleh 89,9 persen responden. Disusul presiden (82,0 persen), gubernur (80,00 persen), KPK (73,2 persen), dan Polri (74,4 persen), sedangkan tingkat kepercayaan kepada DPR ada di 52,6 persen.
Rendahnya kepercayaan kepada DPR membuat apa yang dilakukan anggota lembaga itu cenderung ditanggapi negatif. Terkait kunjungan kerja ke luar negeri, misalnya, sudah berkali-kali dikritik publik karena dinilai tidak efektif dan cenderung memboroskan anggaran. Publik telanjur memersepsikan kegiatan itu sebagai kamuflase dari pelesiran atau wisata dengan biaya negara.
Pada 2016, DPR pernah membuat moratorium kunjungan kerja ke luar negeri yang terkait pembahasan undang-undang (UU). Anggota DPR diminta memanfaatkan teknologi informasi dan tak perlu ke luar negeri. Ketua DPR saat itu, Ade Komarudin, menegaskan, kebijakan itu justru mendorong produktivitas kinerja legislasi. DPR juga berhasil melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 139 miliar (Kompas, 9/11/2016).
Sampai saat ini, tak jelas kapan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri itu dicabut. Namun, di tengah pandemi Covid-19 yang belum juga reda, kebijakan tahun 2016 itu pantas ditengok kembali. Sebagai wakil rakyat, selayaknya DPR berempati dengan kondisi rakyat yang masih terus dikuras energinya oleh pandemi.
Kemajuan teknologi dapat dioptimalkan untuk menggantikan kunjungan kerja ke luar negeri. Masih banyak pekerjaan yang mesti diselesaikan DPR di dalam negeri. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, misalnya, hingga kini belum juga disahkan DPR. Padahal, Prolegnas tahunan itu seharusnya sudah disahkan sebelum tahun 2020 berakhir.
Prolegnas Prioritas 2021 hingga kini belum juga disahkan DPR.
Dari 33 rancangan UU yang disahkan Badan Legislasi DPR untuk masuk Prolegnas Prioritas 2021, beberapa di antaranya mendesak dan dibutuhkan publik, seperti RUU Pelindungan Data Pribadi dan RUU yang terkait dengan otonomi khusus bagi Papua. Publik juga menunggu langkah nyata DPR menanggapi sinyal dari Presiden tentang merevisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lembaga perwakilan yang kredibel dan dipercaya rakyat jadi salah satu faktor penting bagi tumbuhnya demokrasi yang berkualitas. Setelah membatalkan kunjungan kerja ke Qatar, saatnya DPR mengambil langkah nyata lain untuk menjaga dan makin meningkatkan marwahnya di hadapan masyarakat.