Dipertanyakan, Urgensi Rencana Komisi I DPR Kunjungan Kerja ke Qatar Saat Pandemi
Komisi I DPR merencanakan kunjungan kerja ke Qatar pada 28 Februari hingga 6 Maret 2021. Urgensi rencana itu di tengah pandemi Covid-19 dipertanyakan sejumlah elemen masyarakat sipil pemantau parlemen.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum reda, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat mengagendakan kunjungan kerja ke Qatar selama lebih kurang satu pekan. Sejumlah elemen masyarakat sipil pemantau kinerja parlemen mempertanyakan urgensi rencana kunjungan kerja tersebut.
Dari informasi yang diperoleh Kompas, DPR telah menyurati Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Qatar untuk menyiapkan kunjungan kerja (kunker) itu, 10 Februari 2021. Surat bernomor PW/01959/DPR RI/II/2020 itu ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR yang merupakan pimpinan DPR bidang Politik dan Keamanan Azis Syamsuddin. Di sisi lain, juga terdapat informasi bahwa sejumlah staf di KBRI di Doha, Qatar, menjalani isolasi mandiri karena terpapar Covid-19.
Surat tersebut menyebutkan rencana kunjungan akan berlangsung 28 Februari hingga 6 Maret. Sejumlah agenda yang direncanakan oleh Komisi I DPR yaitu melaksanakan fungsi pengawasan Komisi I DPR terkait pelaksanaan kebijakan pemerintah dan APBN, mengetahui pelaksanaan tugas Dubes RI di Qatar, mengetahui pelaksanaan tugas pelayanan dan perlindungan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia di luar negeri, serta agenda pertemuan dengan ketua parlemen Qatar.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Kharis, Minggu (21/2/2021), di Jakarta, membenarkan adanya rencana kunker ke Qatar itu. Namun, ia tidak dapat memastikan apakah kunker itu jadi dilakukan karena masih menunggu izin atau jawaban dari Pemerintah Qatar. Ia juga menegaskan rencana kunker itu bukan untuk main-main atau jalan-jalan, melainkan untuk menjalankan tugas pengawasan DPR.
”Hilangkan dulu pandangan kalau kunker ke luar negeri itu jalan-jalan atau main, apalagi ini kondisi pandemi. Kalau saya pribadi, sebenarnya malas ke sana karena kondisi seperti ini. Dan lagi, saya sudah ke Qatar berkali-kali. Dulu, saat jadi Ketua IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), berkali-kali saya pameran buku di sana. Jadi, jauhkan dari anggapan ke sana untuk jalan-jalan,” ucapnya.
Kharis mengatakan, Komisi I DPR berencana ke Qatar untuk menjalankan tugas pengawasan. Sebelumnya, Komisi I DPR pernah kunker ke Turki dengan tujuan yang sama. Kunker itu, antara lain, untuk memastikan pelayanan dan perlindungan kepada WNI di luar negeri dan melihat bagaimana kinerja kedutaan di luar negeri.
”Kalau kami ke sana untuk jalan-jalan, mereka (kedutaan) pasti tidak stres. Namun, kami datang ke sana untuk tanya-tanya, dan pasti mereka stres karena kerjanya diawasi,” ujarnya.
Soal informasi mengenai Dubes Qatar yang sempat terpapar Covid-19, Kharis membenarkan hal itu. Namun, menurut dia, kondisi dubes sudah membaik setelah isolasi mandiri, dan kini statusnya sudah negatif Covid-19. Kondisi itu diyakini tidak terlalu mengkhawatirkan bagi rencana kegiatan kunker.
”Masalahnya, apakah kami dapat izin dari Pemerintah Qatar ataukah tidak. Sebab, ini, kan, sudah setahun tidak ada pengawasan terhadap kedutaan,” katanya.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, surat DPR mengenai kunker itu baru sebatas penjajakan. Sebab, sampai saat ini, dalam masa pandemi, Qatar tidak mengeluarkan visa, tetapi menggunakan exceptional entry permit (izin masuk khusus/dengan pengecualian). Izin itu dikeluarkan oleh Pemerintah Qatar langsung.
”Pengajuan surat dimaksudkan agar Komisi I dapat menyusun (sebagai panduan) rencana kegiatannya. Sebagai informasi, sampai saat ini surat tersebut belum ada jawaban dari Pemerintah Qatar,” ujarnya.
Indra mengatakan, Komisi I DR memang bertanggung jawab terhadap fungsi pengawasan politik luar negeri. Namun, jika Pemerintah Qatar tidak memberikan izin, praktis kunker itu tidak dapat dilaksanakan.
”Agenda-agenda kerja sama bilateral dengan parlemen di Qatar juga harus disampaikan dulu. Berbagai alternatif terhadap target kinerja setiap komisi secara dinamis terus dijajaki,” katanya.
Problem akuntabilitas
Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi mengatakan, selama ini ada problem akuntabilitas dalam pelaksanaan kunker DPR ke luar negeri. Karena itulah publik kerap mempertanyakan alasan kunker DPR ke luar negeri. Hal yang perlu dijelaskan oleh DPR, antara lain, apakah kunker ke luar negeri itu sesuai dengan kebutuhan yang ingin disasar DPR atau tidak.
Misalnya, menurut dia, bila kunker itu untuk tujuan studi banding dalam membuat legislasi, atau untuk pengawasan, sebenarnya tidak ada masalah, sepanjang itu jelas pelaksanaannya dan laporannya dapat dipertanggungjawabkan.
”Kalau publik tidak bisa melihat relevansi anggaran untuk kunker, lalu untuk apa kunker itu dilakukan, dan bagaimana pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, akuntabilitas laporan kunker ini yang harus diperbaiki,” ujarnya.
Selain itu, dari sisi pemilihan daerah atau negara yang dituju, DPR harus pula menjelaskan kenapa mereka kunker ke sana. Misalnya, karena ada rencana ke Qatar, DPR harus bisa menerangkan kenapa Qatar yang dipilih, dan bukan negara lain.
Kalau peran diplomasi DPR yang dijalankan, seharusnya ada Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) yang memang tugasnya melakukan kerja sama antarparlemen dengan sejumlah negara.
”Namun, kalau kita lihat di masa pandemi ini, BKSAP pun lebih banyak melakukannya secara daring. Kalau demikian, kenapa tidak cara-cara BKSAP itu direplikasi di masa pandemi ini. Misalnya, beberapa WNI diundang untuk hadir dalam rapat daring, dan perwakilan organisasi-organisasi di sana (Qatar) juga diundang untuk berbicara secara daring,” ujar Hanafi.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Albert Purwa, mengatakan, kunker ke luar negeri harus dipertimbangkan matang-matang dalam masa pandemi Covid-19. Jangan sampai hal itu menambah masalah baru. Sekalipun ada anggaran untuk melakukan kunker, anggota DPR diharapkan menimbang urgensi kunker ke luar negeri di masa pandemi.
Apalagi, hingga saat ini Pemerintah Qatar juga belum memberikan jawaban kepada DPR untuk keperluan kunker itu. ”Kenapa harus Qatar yang dikunjungi, apakah di sana kondisi WNI lebih parah daripada di negara lain, atau bagaimana. Sebab, masih banyak negara lain yang kondisinya lebih parah daripada Qatar. Kesannya, kalau ke sana, hanya menghabiskan uang atau anggaran negara,” ucap Albert.