Tantangan dan Modal Menghadirkan Pemilu Berkualitas pada 2024
Di tengah tantangan dan persoalan menjelang penyelenggaraan Pemilu 2024, KPU dan Bawaslu memiliki sejumlah modal sosial. Modal ini dapat bermanfaat untuk menggandeng masyarakat agar berpartisipasi aktif.
Oleh
Dedy Afrianto
·5 menit baca
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Ketua KPU Arief Budiman (kedua dari kanan) dan anggota KPU, Pramono Ubaid, mencoblos di bilik suara saat simulasi pemungutan dan penghitungan suara yang diselenggarakan KPU di halaman Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Anggota terpilih Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu periode 2022-2027 akan menghadapi tantangan yang tidak mudah di tengah rencana penyelenggaraan Pemilu 2024 secara serentak. Di balik tantangan ini, penyelenggara pemilu memiliki sejumlah modal sosial untuk menghadirkan penyelenggaraan pemilu berkualitas.
Setelah melalui rangkaian seleksi sejak Oktober 2021, Dewan Perwakilan Rakyat pada Februari 2022 menetapkan tujuh calon terpilih anggota KPU dan lima calon terpilih anggota Bawaslu. Para calon terpilih ini akan dilantik Presiden Joko Widodo untuk menggantikan anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022 yang masa jabatannya akan berakhir April.
Calon terpilih anggota KPU yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR ialah Hasyim Asy’ari, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, M Afifuddin, dan August Mellaz. Sementara calon anggota terpilih Bawaslu yang ditetapkan ialah Rahmat Bagja, Lolly Suhenty, Puadi, Totok Haryono, dan Herwyn Jefler Hielsa Malonda.
Setelah dilantik kelak, sejumlah pekerjaan rumah menanti bagi seluruh anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027. Konsolidasi internal untuk memperkuat kelembagaan menjelang pemilu hingga transfer pengalaman dari anggota KPU dan Bawaslu sebelumnya menjadi hal mutlak yang perlu dilakukan.
Sejumlah tantangan dalam menyiapkan agenda pemilu dan pilkada serentak 2024 terekam dalam jajak pendapat Litbang Kompas pada 10-13 Februari 2022. Publik menilai ada dua tantangan utama yang akan dihadapi KPU dan Bawaslu selama persiapan Pemilu 2024, yakni kepentingan politik dan pengalaman baru dalam menyelenggarakan pemilu dan pilkada serentak nasional pada tahun yang sama.
Dari sisi kepentingan politik, menjaga independensi di tengah tarik-menarik kepentingan dalam pemilu dinilai oleh 30,9 persen responden menjadi tantangan utama penyelenggara pemilu. Sementara dari sisi penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak, publik menilai terdapat sejumlah tantangan yang harus bisa diselesaikan anggota terpilih KPU dan Bawaslu.
Dari sisi beban kerja penyelenggara pemilu, misalnya, pengalaman pemilu serentak 2019 yang menimbulkan korban hingga 894 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara meninggal dunia diharapkan tidak terulang. Kondisi ini tidak terlepas dari tingginya beban kerja dan juga faktor penyakit bawaan mereka.
Selain beban kerja, publik menilai anggota terpilih KPU dan Bawaslu memiliki tantangan yang tak mudah dalam mempersiapkan peraturan teknis hingga sistem pendukung di tengah padatnya agenda pemilu. Apalagi, waktu yang tersisa terbilang singkat. Oleh karena itu, gerak cepat persiapan pemilu dan konsolidasi menjadi agenda utama yang perlu dilakukan paralel oleh anggota terpilih KPU dan Bawaslu.
Pelanggaran pemilu
Selain dari sisi internal, publik juga menilai terdapat persoalan dari sisi eksternal yang nantinya berpotensi muncul di tengah penyelenggaraan pemilu. Persoalan eksternal ini juga menuntut kepiawaian anggota terpilih KPU dan Bawaslu dalam melakukan langkah preventif dan kuratif guna menjaga marwah penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia.
Persoalan pertama yang dinilai 54,3 persen responden berpotensi menjadi persoalan pelanggaran paling berat untuk ditangani penyelenggara pemilu adalah terkait dengan politik uang. Jika merujuk data Bawaslu, dalam setiap penyelenggaraan pemilu kerap ditemukan indikasi terjadinya praktik politik uang. Bahkan, indikasi ini dilaporkan oleh masyarakat. Pada pilkada serentak 2020, misalnya, terdapat 197 laporan masyarakat dan 65 kasus temuan Bawaslu terkait dengan dugaan praktik politik uang.
Handining
Politik Uang
Bawaslu juga pernah melakukan tangkap tangan kasus politik uang pada masa tenang menjelang Pemilu 2019. Selama tiga hari sejak 14-16 April 2019, terdapat 25 kasus politik uang yang tertangkap tangan oleh Bawaslu. Tindakan ini ditemukan di 25 kabupaten/kota yang tersebar di 13 provinsi di Indonesia.
Selain itu, ancaman kekerasan di tengah penyelenggaraan pemilu juga menjadi perhatian publik. Boleh jadi, perhatian publik ini tak terlepas dari maraknya kekerasan pada pengawas pilkada saat pelaksanaan kampanye pilkada serentak 2020. Saat itu, selama lima hari penyelenggaraan kampanye saja, ada 31 pengawas mengalami kekerasan fisik dan verbal.
Modal sosial
Di tengah tantangan dan persoalan menjelang penyelenggaraan pemilu serentak 2024, anggota terpilih KPU dan Bawaslu memiliki sejumlah modal sosial. Modal ini dapat bermanfaat untuk menggandeng masyarakat agar berpartisipasi aktif demi menciptakan pemilu berkualitas.
Modal sosial pertama yang dimiliki adalah kepuasan publik pada proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027. Sebanyak 7 dari 10 responden mengaku puas dengan proses seleksi yang berlangsung sejak Oktober 2021. Kepuasan ini mengindikasikan publik menilai tak ada persoalan berarti dalam proses seleksi sehingga orang yang terpilih semestinya dapat bekerja optimal guna menghadirkan pemilu berkualitas.
Hanya saja, memang proses seleksi ini juga tidak terlepas dari kritik. Kelompok masyarakat sipil yang intens mengamati jalannya proses seleksi, baik saat proses di tim seleksi maupun saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi II DPR, memberi beberapa catatan. Misalnya, proporsi keterwakilan perempuan yang tidak sampai 30 persen dan proses seleksi dinilai hanya formalitas (Kompas.id, 17/2/2022). Tentu keraguan ini perlu direspons lewat kinerja dan independensi para calon terpilih.
Jajak pendapat Kompas juga menunjukkan, 7 dari 10 responden juga merasa yakin bahwa KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 dapat menyelenggarakan Pemilu 2024 yang lebih baik dibandingkan pemilu sebelumnya. Kepercayaan ini tentu menjadi modal berharga bagi anggota terpilih KPU dan Bawaslu dalam menjalankan amanah sebagai penyelenggara pemilu.
Modal sosial lain yang dimiliki anggota terpilih KPU dan Bawaslu ialah citra positif lembaga di mata publik. Hasil survei tatap muka Litbang Kompas pada Januari 2022 menunjukkan, sekitar 3 dari 4 responden menilai KPU dan Bawaslu memiliki citra positif.
Besarnya apresiasi publik yang berbanding lurus dengan besarnya tantangan yang dihadapi untuk persiapan pemilu serentak 2024 tentu menjadi dua sisi yang perlu direspons KPU dan Bawaslu dengan kinerja optimal. Jika berhasil menghadirkan pemilu berkualitas, tentu hal ini jadi bagian penting dalam sejarah demokrasi di Indonesia.