Bekal Surabaya Mengawal Laga Mondial
Surabaya telah menyelenggarakan Piala Dunia U-17 Indonesia pada 10-21 November 2023 dengan harapan berkesempatan kembali menjadi tuan rumah turnamen global sepak bola atau cabang olahraga lain.
Penonton berfoto bersama di tribune saat pertandingan terakhir Piala Dunia U-17 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (21/11/2023). Surabaya menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17 untuk lima laga penyisihan Grup A, satu laga penyisihan Grup B, dan dua laga perdelapan final pada 10-21 November 2023.
Kekacauan layanan bus antar jemput atau shuttle bus pada Jumat (10/11/2023) malam dari Stadion Gelora Bung Tomo menjadi satu-satunya catatan miring bagi Surabaya, Jawa Timur, sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 Indonesia.
Turnamen sepak bola remaja terakbar itu berlangsung pada 10 November–2 Desember 2023. FIFA menunjuk Jakarta, Bandung, Surakarta (Solo), dan Surabaya sebagai penyelenggara. Di Surabaya, ibu kota Jatim, diadakan laga-laga penyisihan Grup A (Indonesia, Maroko, Ekuador, Panama) dan perdelapan final pada 10-21 November 2023. Selanjutnya, turnamen bergeser terutama ke Surakarta yang menggelar laga pamungkas atau final di Stadion Manahan.
Baca juga : Kekacauan Layanan ”Shuttle Bus” Piala Dunia U-17 di Surabaya
Di Surabaya, laga-laga diadakan di Stadion Gelora Bung Tomo di kawasan barat metropolitan berpopulasi 3 juta jiwa ini. Mengutip FIFA, 10 November, bertepatan dengan Hari Pahlawan digelar laga Panama-Maroko (0-2) dengan kehadiran 13.437 penonton, lalu Indonesia-Ekuador (1-1) dengan kehadiran 30.583 penonton. Selanjutnya, 13 November, beradu Maroko-Ekuador (0-2) dengan kehadiran 5.498 penonton, kemudian Indonesia-Panama (1-1) dengan kehadiran 17.239 penonton.
Pada 16 November yang bertanding Kanada-Mali (1-5) dengan kehadiran 10.269 penonton dan Maroko-Indonesia (3-1) dengan kehadiran 26.454 penonton. Selanjutnya, 16 besar pada 21 November beradu Mali-Meksiko (5-0) dengan kehadiran 7.034 penonton, lalu adu penalti Maroko-Iran (4-1) setelah kedudukan 1-1 dengan kehadiran 1.552 penonton. Data kehadiran penonton tidak dijumlahkan karena satu tiket berlaku untuk melihat dua laga dalam sehari. Artinya, angka lebih besar dalam sehari memperlihatkan kehadiran optimal penonton di Gelora Bung Tomo yang berkapasitas 45.000 kursi.
FIFA menghendaki tingkat keterisian arena dalam sehari minimal 10.000 penonton. Empat hari laga di Surabaya dihadiri oleh 81.310 penonton atau rerata 20.327 penonton per pertandingan. Rerata ini sudah jauh dari target FIFA. Namun, situasi ini diyakini karena Surabaya mendapat kehormatan memanggungkan ”Garuda Remaja” yang ditangani Bima Sakti, mantan kapten tim nasional Indonesia. Terbukti, di 16 besar, kehadiran penonton 7.034 orang, lalu merosot menjadi 1.552 orang, sehingga jauh di bawah target FIFA.
Baca juga : Suasana Malam Terakhir Tim U-17 Indonesia di Surabaya
Angkutan
Kembali ke layanan bus antar jemput, kekacauan terjadi di hari pembukaan. Kekurangan cuma saat mengakomodasi kepulangan penonton dari kompleks arena ke enam lokasi halte atau layanan, yakni Balai Kota Surabaya, Terminal Intermoda Joyoboyo, Ciputra World, Terminal Benowo, Terminal Tambak Oso Wilangun, dan UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Tundjung Iswandaru mengakui kekurangan besar layanan saat kepulangan. Pengerahan 150 bus besar dan 50 bus sedang, minibus, dan mobil penumpang umum Wira Wiri Suroboyo ternyata tidak cukup untuk mengangkut 30.000 penonton secara bersamaan dari stadion. ”Untuk keberangkatan tiada masalah karena tidak bersamaan,” katanya.
Baca juga : Surabaya Perbaiki Layanan Bus Stadion Gelora Bung Tomo
Situasi sudah berubah ketika laga-laga berikutnya. Jumlah kendaraan pengangkut ditambah menjadi 200 bus besar sehingga kepulangan penonton seusai menyaksikan penampilan Indonesia U-17 pada malam hari dapat teratasi dengan baik. Selain itu, sebagian penonton meski tidak bisa dihitung sudah terlebih dahulu pulang ketika laga tuan rumah menyelesaikan satu babak. Bus-bus yang terlebih dahulu mengantar pulang penonton dapat segera kembali ke arena untuk mengangkut penonton, bahkan panitia, sukarelawan, dan petugas.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam jumpa pers pada Kamis (23/11/2023) mengatakan, sesuai dengan anjuran FIFA dan komitmen untuk kelancaran mobilitas dari dan ke stadion, memang dipilih pengangkutan menggunakan bus antar jemput. Hanya kendaraan dengan stiker khusus FIFA yang dapat memasuki kompleks stadion yang berada di antara hamparan tambak dan bersebelahan dengan area Tempat Pembuangan Akhir Benowo-Pembangkit Listrik Tenaga Sampah.
Ini pengalaman luar biasa yang dapat menjadi modal berharga bagi Surabaya untuk tuan rumah kejuaraan dunia olahraga, terutama sepak bola.
”Ini pengalaman luar biasa yang dapat menjadi modal berharga bagi Surabaya untuk tuan rumah kejuaraan dunia olahraga, terutama sepak bola,” kata Eri. Aparatur pemerintah telah terlatih karena dilibatkan sebagai marshal atau pengawas dan satuan pengamanan laga-laga sepak bola Persebaya Surabaya, satu dari tujuh klub perintis dan pendiri PSSI, dengan berjuta-juta pendukung tersebar se-Indonesia hingga mancanegara.
Baca juga : Wisata Bola, Jangan Lewatkan Pelesiran Kuliner Surabaya
Evaluasi
Kepala Biro Operasional Polda Jatim Komisaris Besar Puji Santosa mengatakan, selama penyelenggaraan Piala Dunia U-17 di Surabaya tidak terjadi gangguan terhadap keselamatan dan keamanan masyarakat. Anggota Polri yang ditugaskan selama turnamen sebanyak 400 orang. Pengamanan utama memang di Gelora Bung Tomo saat hari laga. Namun, sebelum hari laga, pengamanan dikerahkan ke Gelora 10 November, Lapangan THOR, dan Lapangan A-C Gelora Bung Tomo yang menjadi lokasi latihan tim-tim yang berlaga di Surabaya.
”Tiada gangguan besar di wilayah Surabaya selama Piala Dunia U-17,” kata Puji. Pola pengamanan bukan sekadar di stadion, melainkan mencakup seluruh wilayah ”Bumi Pahlawan”, julukan Surabaya, menjadi modal penting jika suatu saat ditunjuk atau dipercaya menjadi tuan rumah turnamen internasional. Polda Jatim memberi nilai A atau positif terhadap kelancaran Piala Dunia U-17.
Baca juga : Wisata 730 Warsa Surabaya
Secara terpisah, Ketua Harian Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Surabaya Puguh Sugeng Sutrisno mengatakan, keterisian penginapan, terutama elite, berbintang, dan mewah, naik 5-10 persen selama turnamen. Pada akhir pekan, keterisian penginapan mencapai 80-85 persen. Didorong turnamen, keterisian naik menjadi 85-95 persen.
”Ada sejumlah hotel yang kamarnya telah penuh terpesan,” kata Puguh. Situasi ini sesuai dengan kenyataan bahwa Surabaya sebagai metropolitan jasa, termasuk dalam pariwisata. Surabaya yang terus berbenah dan mendorong pemajuan kampung, museum, taman, transportasi, kesenian, kebudayaan, dan kuliner menjadi pelengkap sekaligus kekayaan tak terhingga sebagai calon tuan rumah bagi event skala global.
Baca juga : Piala Dunia U-17, Kesempatan Surabaya Kenalkan Wisata Sejarah
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan, persiapan terentang panjang sejak penunjukan Indonesia, termasuk kota ini, sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2019. Secara bertahap, Surabaya mempersiapkan diri dan berbenah meski pada 2023 secara mengejutkan status tuan rumah Indonesia dicabut FIFA. Namun, FIFA kemudian memberi ganti, yakni Indonesia menggelar Piala Dunia U-17. Artinya, persiapan panjang yang telah dilakukan tidak sia-sia.
Dari sisi sosial, Surabaya juga memperluas gema turnamen dengan mengadakan sepak bola antarkampung (tarkam). Beberapa kampung skala rukun tetangga secara swadaya menghias permukiman dengan tema sepak bola. Mereka mengadakan lomba skala mikro untuk kesenangan dan kegembiraan. Situasi ini dalam skala nasional hanya terjadi saat peringatan bulan kemerdekaan setiap Agustus. Saat itulah warga secara meriah mengadakan lomba-lomba.
Apakah kemudian Indonesia, termasuk Surabaya, bisa menjadi tuan rumah piala dunia dengan peserta timnas (senior)? Jawabannya, perlu dilihat dan ditimba pengalaman dari Rusia 2018 dan Qatar 2022 dengan 32 tim peserta, AS-Meksiko-Kanada 2026 dengan 48 tim peserta, Maroko-Portugal-Spanyol 2030, dan Arab Saudi 2034. Boleh saja bermimpi dan berambisi besar Indonesia secara mandiri atau bersama tetangga di Asia Tenggara dapat menjadi tuan rumah pada 2046 sekaligus perayaan 101 tahun kemerdekaan bangsa dan negara ”Merah Putih” ini.