Nostalgia Medali Emas Terakhir Indonesia di SEA Games 1991
Masih ingat momen terakhir Indonesia meraih emas sepak bola di SEA Games 1991? "Kompas" menyajikan ringkasan jalannya laga beserta foto peristiwa bersejarah itu melalui arsip "Kompas" dan "Bola".
Sejak SEA Games bergulir pada 1977, Indonesia baru dua kali dikalungkan emas pada ajang sepak bola. Pertama, ketika menjadi tuan rumah pada SEA Games Jakarta 1987. Lalu, yang kedua, ketika tampil di SEA Games Manila 1991.
Setelah itu, Indonesia sempat empat kali melaju ke partai puncak sepak bola SEA Games, yaitu 1997, 2011, 2013, dan 2019, sayangnya harus mengakui keunggulan lawan, sehingga harus puas membawa pulang medali perak. Empat tahun berlalu, kesempatan untuk menembus penantian emas selama 32 tahun dari olahraga terpopuler di Tanah Air itu akhirnya datang kembali.
Baca juga : ”Garuda Muda” Meredam Euforia demi Penantian 32 Tahun Emas
Serupa dengan edisi 2019, Indonesia kembali diasuh oleh Indra Sjafri, pelatih tersukses Indonesia di tim kelompok umur. Final menghadapi Thailand, Selasa (16/5/2023) pukul 20.00 WIB, di Stadion Nasional Olimpiade, Phnom Penh, Kamboja, menjadi kesempatan Indra menebus kegagalannya di Filipina. Ketika itu, tim “Garuda Muda” takluk, 0-3, dari Vietnam.
Indonesia telah membalaskan dendam kepada Vietnam berkat kemenangan, 3-2, di babak semifinal, Sabtu (13/5/2023) kemarin. Selanjutnya, seperti di 1991, Indonesia kembali akan bertemu musuh bebuyutan, Thailand, di duel perebutan medali emas.
Jalannya laga
Pada final Manila 1991 di Stadion Rizal Memorial, Rabu (4 Desember 1991), Indonesia dan Thailand bermain imbang 0-0 selama 120 menit. Pelatih Indonesia Anatoli Polosin menerapkan formasi 3-5-2 yang menjadi 5-3-2 dalam situasi bertahan.
Baca juga : Taklukkan Vietnam, “Garuda Muda” Meruntuhkan Kemustahilan
Jelang laga final, Indonesia kehilangan penyerang, Rochy Putiray, yang mengalami akumulasi kartu kuning. Dengan kondisi itu, duet penyerang muda di bawah 23 tahun, yakni Peri Sandria (22) dan Widodo C Putro (21), menjadi harapan Indonesia untuk menaklukan kiper Thailand, Chaiyong Khumpiam.
Menurut laporan Kompas edisi Kamis (5 Desember 1991) bertajuk “Sepak Bola Lengkapi Kejayaan”, tim “Garuda” dipaksa bermain lebih banyak bertahan. Sesekali Indonesia melakukan serangan balik.
Baca juga : "Garuda Muda" Jangan Terbebani Harapan Emas
Kondisi itu disebabkan skuad Thailand memiliki keunggulan teknik dibandingan individu tim Indonesia. Tetapi, kekurangan itu ditutupi berkat pendekatan strategi tepat yang diterapkan Polosin, juru taktik asal Uni Soviet.
Pertahanan Indonesia sempat ketar-ketir ketika Pelatih Thailand asal Brasil Carlos Roberto memasukkan striker jangkung, Worrawoot Srimaka. Pemain, yang kala itu berusia 19 tahun itu, memiliki tinggi 1,9 meter. Ukuran “raksasa” bagi pemain Asia Tenggara saat itu.
Baca juga: Eksperimen Sempurna ”Garuda Muda” Menjelang Semifinal
Penyelamatan gemilang Eddy Harto, kiper Indonesia, menjadi faktor penting bisa membendung serangan Thailand. Tak hanya itu, kepemimpinan bek tengah dan kapten, Ferril Hattu, membuat pemain Indonesia mampu menjaga fokus dan pertahanan selama 120 menit.
Adu penalti
Memasuki babak adu penalti yang menentukan, Eddy, kiper Arseto Solo, menjadi penyelamat Indonesia dengan menahan eksekusi keempat dan keenam Thailand secara beruntun.
Indonesia membuka drama adu penalti dengan gol yang dieksekusi Ferril. Bek Thailand, Attaphol Buspakom, juga mampu menaklukan Eddy. Skor 1-1.
Lihat juga : Berharap Sejarah 32 Tahun Lalu Terulang di Kamboja
Saya biasa menembak ke kanan. Sebelum menembak saya cukup yakin akan berhasil, namun kiper ternyata sudah membacanya.
Harapan Indonesia untuk meraih emas sempat menipis ketika gelandang, Maman Suryaman, gagal menaklukkan kiper Thailand. “Saya biasa menembak ke kanan. Sebelum menembak saya cukup yakin akan berhasil, namun kiper ternyata sudah membacanya,” kata Maman dikutip Kompas.
Saking senangnya bisa menepis tembakan Maman, Khumpian menghampiri dan memanjat Maman. Eksekutor kedua Thailand, Praphan Khungkokekroad, menjalankan tugas dengan sempurna. Skor 1-2.
Baca juga : Final Sepak Bola SEA Games 2023, Asa Indonesia Mengungguli Thailand
Pada penendang ketiga, kedua tim sama-sama mencetak gol. Indonesia lebih dulu mencetak gol melalui Heriansyah, kemudian Thailand tak ketinggalan menaklukan Eddy melalui Vitoon Kijmomgkolsak. Skor 2-3.
Yusuf Ekodono membantu Indonesia menyamakan kedudukan dengan Thailand. Lalu, Eddy juga menaham eksekutor keempat Thailand, Suksun Kunsut. Skor 3-3.
Sayang, Widodo gagal menjalankan tugasnya sebagai penendang penalti kelima. “Saya tidak menyangka ia berhasil memblok karena tendanganku cukup keras,” ujar Widodo ketika itu.
Baca juga: Jejak Langkah Prestasi Tim Nasional Sepak Bola Indonesia
Kegagalan Widodo dibalas tuntas oleh Eddy yang membaca dengan cermat eksekusi penyerang Thailand, Ronnachai Sayomchai. Eddy memilih tidak bergerak dan keputusannya tepat karena Sayomchai mengarahkan bola ke sisi tengah gawang. Skor 3-3.
Eksekusi penalti masuk ke sesi sudden-death yang langsung berakhir ketika keunggulan dihasilkan satu tim saat kedua tim telah melaksanakan jatah eksekusi. Bek Indonesia, Sudirman, mampu mengatasi tekanan untuk mencetak gol keempat Indonesia.
Lalu, Eddy melakukan penyelamatan gemilang dengan melompat ke arah kiri untuk menepis tembakan gelandang Thailand, Pairote Pongjan. Skor akhir 4-3. Indonesia meraih emas kedua.
Baca juga Kompaspedia: Kiprah Pelatih Dalam Negeri untuk Timnas Sepak Bola Indonesia
Setelah tepisan Eddy, semua pemain Indonesia langsung masuk ke dalam lapangan menyambut sang pahlawan. Pendukung, wartawan, Ketua Umum PSSI Kardono, dan Ketua Umum KONI Surono juga ikut menyerbut skuad Garuda.
Melawan keraguan
Sempat diragukan bisa menyumbangkan medali emas, Polosin mempersiapkan tim dibantu oleh sahabat karibnya, Vladimir Urin, serta Danurwindo sebagai asisten pelatih. Untuk pemilihan pemain, Polosin juga mengedepankan pemain muda, misalnya Rochy dan Widodo yang berasal dari skuad Pra-Olimpiade Barcelona 1992.
Di skuad Indonesia pada SEA Games 1991 hanya satu pemain yang telah menginjak usia 30 tahun, yaitu Bambang Nurdiansyah. Mayoritas skuad Indonesia berada di bawah usia 25 tahun, sehingga menjadi tim termuda di ajang Manila 1991.
Pemain-pemain muda itu menghadirkan semangat juang yang luar biasa. Sebelum mampu menahan gempuran bertubi-tubi dari Thailand selama 120 menit, Indonesia menumbangkan Malaysia, Vietnam, dan tuan rumah, Filipina, di babak penyisihan. Indonesia juga bisa menaklukan Singapura, yang dihuni bintang sepak bola Asia kala itu, Fandi Ahmad, melalui adu penalti dengan skor, 4-2.
Baca juga Kompas Data: Capaian Sepak Bola Indonesia di SEA Games
Secara total, Indonesia tampil tangguh di Filipina 1991. Dari lima laga, Garuda hanya kemasukan satu gol ketika mengalahkan tim tuan rumah, 2-1.
Tak hanya itu, Indonesia juga mampu melawan faktor nonteknis menyusul hadirnya isu penggunaan doping di tubuh skuad Garuda sebelum laga final. Bek, Herrie Setiawan, sempat diisukan panitia dan media Filipina menggunakan doping untuk mendukung performa konsistennya selama di SEA Games.
“Pemain Anda yang nomor empat (Herrie) terkena doping,” kata Danurwindo mengutip ucapan dua orang panitia kepadanya. Danurwindo pun langsung meneruskan informasi itu kepada Kardono, Ketua Umum PSSI.
Lihat juga : Minim Suporter, Tim Sepak Bola Indonesia Indonesia Raih Tiket Final
Namun, ternyata informasi itu hanya isu belaka. “Saya masih di sini dan belum diapa-apakan, kok dibilang saya kena doping. Dari mana mereka bisa tahu?” tegas Herrie ketika Kompas mengonfirmasi kabar itu sebelum laga final.
“Mereka memang ingin kami gagal. Untuk itu, segala cara kelihatan dipakai. Ya sudahlah. Buktinya kami yang akhirnya menang,” tambah Danurwindo.
Setelah 1991, Indonesia sudah dua kali bertemu skuad “Gajah Perang” pada duel perebutan medali emas SEA Games. Ketika Indonesia menjadi tuan rumah edisi 1997, Thailand membalaskan dendam dengan kemenangan melalui adu penalti. Kemudian, Indonesia kembali kalah, 0-1, pada final edisi Myanmar 2013.
Semoga momen emas di Manila 1991 bisa kembali diulangi di Phnom Penh tahun ini. Ayo, Garuda!