Setiap menghadapi SEA Games, impian agar cabang sepak bola mengakhiri penantian raihan emas tak pernah padam. Namun, ketika harapan menjadi beban psikologis, asa raihan emas itu layu sebelum berkembang.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Pada laga uji coba kedua Indonesia U-22 menghadapi Lebanon, Minggu (16/4/2023) lalu, sebuah spanduk raksasa terpasang di sisi tribune utara Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. “Sudahi 32 Tahun, Ayo Juara!” tulis spanduk yang dikreasi dan dipasang oleh kelompok pendukung tim nasional Indonesia, La Grande Indonesia.
Pesan di dalam spanduk itu mewakili harapan jutaan pecinta sepak bola nasional kepada 20 pesepak bola muda yang mewakili Indonesia di SEA Games 2023 di Kamboja. Mereka diharapkan mengakhiri nasib buruk tim “Garuda Muda” di setiap ajang pesta olahraga Asia Tenggara itu.
Sejak berpartisipasi di SEA Games edisi Kuala Lumpur, Malaysia 1977, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) baru dua kali mempersembahkan medali emas. Momen berprestasi itu tercipta pada Jakarta 1987 dan Manila (Filipina) 1991.
Kala itu, sepak bola masih mempertandingkan tim nasional senior, bukan tim junior U-23 yang digagas mulai edisi 2001. Dalam 11 edisi SEA Games di abad ke-21, prestasi terbaik Indonesia ialah tiga kali meraih medali perak. Itu tercipta pada 2011, 2013, dan 2019.
Dalam empat edisi terakhir, Indonesia bisa menembus babak semifinal dengan hasil meraup sekali perak dan dua kali dikalungkan medali perunggu. Namun, hasil itu tetap tidak dianggap gemilang karena target emas yang selalu memayungi Garuda setiap bertolak ke arena SEA Games.
Harapan untuk selalu meraih hasil yang terbaik itu seakan menjadi beban di pundak para pemain, bahkan sebelum mereka memulai laga perdana di SEA Games. Di Vietnam 2021, yang dilangsungkan Mei 2022, Indonesia tampil dengan skuad yang paling mumpuni untuk bersaing merebut emas setidaknya dalam satu dekade terakhir.
Selain dihuni mayoritas pemain yang membawa “Garuda” menembus final Piala AFF 2020, Desember 2021, skuad Indonesia ditangani oleh Shin Tae-yong, juru taktik berpengalaman asal Korea Selatan. Namun, masalah mental menjadi penghambat Indonesia bisa menembus final.
Pada laga semifinal, Indonesia tumbang 0-1 dari Thailand. Di luar hasil itu, permasalahan mental skuad “Garuda Muda” terlihat karena tiga pemain mendapatkan kartu merah akibat terpancing emosi dengan permainan psikologis yang ditampilkan Thailand.
“Saya sangat kecewa kepada pemain. Saya melihat pemain tidak bertanggung jawab karena tidak fair play sehingga mendapat kartu merah,” ucap Shin seusai laga semifinal yang panas itu.
Kondisi mental itu menjadi perhatian lebih Pelatih Indonesia U-22 Indra Sjafri dalam menentukan 20 pemain yang dibawa ke Kamboja. Tidak hanya kebutuhan taktik dan teknik, Indra juga menginginkan pemain yang memiliki mentalitas tangguh demi bisa mengatasi berbagai situasi di pertandingan.
Saking seriusnya, Indra dan PSSI menyelenggarakan beragam tes kepada pemain, salah satunya tes psikologi, untuk mengetahui kemampuan anak asuhnya dalam menghadapi tekanan di turnamen nanti. Lalu, ada pula tes kebugaran dan fisik yang penting untuk mengarungi durasi turnamen yang sangat singkat.
“Kami siapkan tim yang siap, terutama mentalnya,” kata Ketua Umum PSSI Erick Thohir terkait pilihan skuad di SEA Games edisi ke-32 itu, Jumat (21/4/2023) lalu.
Di tengah persaingan yang tidak mudah, Indonesia bisa lebih percaya diri karena tangan dingin sang juru taktik, Indra Sjafri. Di level junior tidak ada yang bisa menyaingi prestasi Indra untuk Indonesia. Gelar juara Piala AFF U-19 2013 dan Piala AFF U-23 2019 adalah bukti kepiawaian Indra menangani tim Indonesia kelompok umur.
Selain itu, Indra juga nyaris mengakhiri puasa Indonesia meraih emas SEA Games pada Filipina 2019. Sayang, ketika itu, Indonesia tumbang dari Vietnam di partai puncak.
“Kami sudah dalam kondisi siap bertarung. Hanya ada beberapa kekurangan yang bisa kami tingkatkan di masa-masa akhir persiapan sebelum laga pertama dimulai,” kata Indra terkait kondisi terakhir timnya.
Untuk mengejar emas, Indra berbekal perpaduan pemain berpengalaman dan bintang muda Liga 1 2022-2023. Para pemain yang telah berpengalaman tampil di level internasional, seperti Rizky Ridho, Witan Sulaeman, Marselino Ferdinan, Ernando Ari, Pratama Arhan, serta Alfeandra Dewangga, dipastikan masuk dalam skema utama “Garuda Muda”.
Mereka akan berjibaku bersama sejumlah bintang muda yang muncul di kompetisi nasional musim ini, di antaranya Rio Fahmi, Ananda Raehan, Ramadhan Sananta, Muhammad Ferrari, Beckham Putra, dan Fajar Fathurrahman.
Penuh jebakan
Jika melihat tradisi sepak bola di Asia Tenggara, Indonesia tergolong masuk ke dalam grup yang mudah di SEA Games 2023. Indonesia masuk ke dalam Grup A bersama tim tuan rumah, Kamboja, lalu Timor Leste, Myanmar, dan Filipina.
Namun, empat pesaing “Garuda Muda” sejatinya berpotensi menghadirkan laga yang penuh jebakan. Myanmar dan Timor Leste, misalnya, adalah dua tim yang relatif bisa tampil apik di turnamen yunior. Timor Leste menembus babak semifinal Piala AFF U-23 2022 lalu, sedangkan Myanmar dalam enam tahun terakhir bisa tampil di babak empat besar Piala AFF U-19 dalam tiga edisi.
Di sisi lain, Kamboja tidak ingin malu di kandang sendiri. Mereka telah mempersiapkan tim dengan melakukan pemusatan latihan panjang yang ditutup dengan keikutsertaan di Piala Merlion 2023, Maret lalu, di Singapura, yang bersaing dengan Malaysia, Singapura, dan Hong Kong.
Apabila mampu menembus babak empat besar, Vietnam dan Thailand, berpeluang menjadi musuh Indonesia. Kedua tim itu menjalani pemusatan latihan dan turnamen mini di Doha, Qatar.
Vietnam, peraih emas pada dua edisi SEA Games terakhir, amat serius menyiapkan diri untuk mempertahankan medali emas. Mereka menghadapi Irak, Uni Emirat Arab, Dan Kyrgystan selama berlatih di Qatar. Kemudian, tiga laga uji coba menghadapi tim lokal juga dijalani skuad “Pasukan Bintang Emas” sebelum mereka bertolak ke Kamboja.
Adapun Thailand, penguasa SEA Games dengan koleksi 14 emas, juga ingin merebut kembali supremasi mereka di cabang terfavorit pada pesta olahraga Asia Tenggara itu. Tim “Gajah Perang” mendapat suntikan kepercayaan diri dari tiga laga ekshibisi di Qatar dengan mengalahkan Qatar, menahan imbang Arab Saudi, dan tumbang dari Kuwait.
Dengan modal pemain yang memiliki kemampuan individu yang baik, Indonesia tak perlu gentar dengan kekuatan lawan. Kunci bagi Garuda Muda mengakhiri penantian emas hanya satu, yaitu meruntuhkan kondisi mental yang buruk di masa genting laga dan ketika menghadapi rival-rival utama. Saatnya Garuda Muda bermain tanpa beban agar bisa terbang untuk berdiri di podium tertinggi.