Usia 35 tahun dan metal pada pinggul tak menghalangi Andy Murray untuk bermain tenis dalam laga maraton. Dia selalu menang tiga set menuju final ATP 250 Doha dan menggagalkan lima "match point" lawan pada semifinal,
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
“Marathon Man”. Julukan itu diberikan pada mantan petenis tunggal putra nomor satu dunia, Andy Murray, bukan karena dia mengikuti lomba lari maraton, melainkan karena selalu menang tiga set dalam perjalanan menuju final turnamen ATP 250 Doha, Qatar.
ATP 250 Doha adalah salah satu turnamen lapangan keras yang biasanya dimanfaatkan petenis putra untuk menjalani pemanasan sebelum bersaing dalam dua ATP Masters 1000 secara beruntun, yaitu di Indian Wells dan Miami, pada Maret. Selain di Doha, pada pekan ini digelar pula ATP 250 Rio de Janeiro yang diikuti juara Grand Slam Amerika Serikat Terbuka, Carlos Alcaraz. Untuk petenis putri, salah satunya diselenggarakan WTA 1000 Dubai dengan gelar juara yang akan diperebutkan Iga Swiatek dan Barbora Krejcikova.
Seperti pelari maraton yang mengandalkan daya tahan saat berlari 42,195 kilometer, Murray memperlihatkan kelebihannya itu dalam empat pertandingan sejak babak pertama hingga semifinal. Total, dia telah bermain selama 10 jam 5 menit dalam empat laga, termasuk ketika mengalahkan Jiri Lehcka pada semifinal pada Jumat (24/2/2023) malam waktu setempat atau Sabtu dini hari waktu Indonesia. Setelah bermain selama dua jam 29 menit, Murray menang dengan skor 6-0, 3-6, 7-6 (6).
Satu hal lain yang menjadi momen istimewa dari kemenangan Murray pada semifinal adalah ketika dia menggagalkan lima match point Lehecka, yaitu saat tertinggal 3-5 dan 4-5 (0-40) pada set ketiga. Poin terakhir yang didapat Murray, bahkan, menjadi penutup yang sempurna bagi kemenangannya.
Dia bisa mengantisipasi servis dengan sudut lebar dari Lehecka, ke arah backhand Murray, yang membuat bola memantul menjauhi sisi lapangan. Menerapkan taktik servis dan voli, Lehecka mendekati net untuk menempatkan bola ke sudut lapangan berbeda.
Ini membuat Murray harus melakukan sprint untuk menjangkau bola ke arah forehand-nya. Murray berhasil mengembalikannya dengan passing shot, hingga bola melewati Lehecka dan jatuh di dalam lapangan. Sebagai orang yang ekspresif, Murray berteriak-teriak meluapkan emosinya.
Saya tidak tahu bagaimana caranya bisa memenangi pertandingan tadi. Rasaya tak percaya. Itu menjadi salah satu momen luar biasa dalam karier saya.
“Saya tidak tahu bagaimana caranya bisa memenangi pertandingan tadi. Rasaya tak percaya. Itu menjadi salah satu momen luar biasa dalam karier saya,” tutur Murray.
Momen match point Lehecka dimanfaatkan Murray untuk menekan. Pemilik tiga gelar juara Grand Slam itu menilai, Lehecka bisa saja tegang karena tinggal membutuhkan satu poin untuk melaju ke final. Apalagi, petenis Ceko ini belum pernah tampil dalam final turnamen ATP.
“Saya punya pengalaman bagaimana sulitnya melakukan servis dalam momen seperti itu. Jadi, yang bisa saya lakukan adalah terus menekannya. Namun, saya tidak bisa menjelaskan bagaimana saya bisa membalikkan keadaan,” katanya.
Meski hanya berperingkat ke-70 dunia, performa Murray pernah sejajar dengan nama besar, yaitu Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic. Ketika menguasai persaingan tenis putra dalam turnamen besar secara bersamaan sekitar satu dekade sejak 2008, mereka mendapat julukan “Big Four”. Namun, “Big Four” berubah menjadi “Big Three” setelah Murray kesulitan bertahan pada persaingan elite karena didera cedera pinggul yang membuatnya harus dioperasi.
Walaupun demikian, karakternya sebagai salah satu petenis terbaik tak hilang. Setiap kali bertanding, bukan hanya kemampuan teknis yang menjadi bekal. Dia mengeluarkan semangat, daya juang, dan bermain sepenuh hati. Meski pinggulnya dipasangi metal agar bisa beraktivitas, dia belum memiliki rencana mundur dari dunia tenis profesional seperti yang dilakukan Federer pada September 2022.
Tak heran, Murray menjadi salah satu tunggal putra dengan persentase kemenangan terbaik ketika pertandingan harus berlangsung hingga set penentuan, yaitu set ketiga atau kelima dalam tunggal putra. Murray 183 kali menang dan 80 kali kalah (69,58 persen) pada set penentuan yang hanya bisa diungguli Novak Djokovic (72,56 persen) dan Kei Nishikori (72,41 persen) dari kategori petenis aktif.
Tiga petenis aktif itu pula yang memiliki persentase kemenangan terbaik dalam pertandingan lima set. Nishikori unggul dengan 79,41 persen, diikuti Djokovic (78,72), dan Murray (68,29).
Daniil Medvedev, yang akan menjadi lawan Murray pada final di Doha, Minggu malam, mengakui kehebatan Murray. Medvedev ke final setelah mengalahkan Felix Auger-Aliassime 6-4, 7-6 (7).
“Dia adalah legenda. Sulit dipercaya bahwa dia bisa memenangi pertandingan hari ini,” tutur Medvedev.
Petenis juara AS Terbuka 2021 itu selalu menang straight sets dalam dua pertemuan dengan Murray, yaitu pada babak kedua ATP 250 Brisbane 2019 dan babak kedua ATP Masters 1000 Miami 2022. Namun, ketika pertandingan berjalan memasuki set penentuan, Medvedev harus lebih berhati-hati karena Murray adalah seorang “petenis maraton”. (AP)