Saat banyak orang berhitung tentang rekor dan kemenangan telaknya, Iga Swiatek tidak ingin bicara tentang hasil dan angka. Petenis nomor satu dunia itu punya target makro, yaitu ingin lebih baik dalam setiap laga.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
DUBAI, JUMAT - Penggemar tenis dan media internasional ramai berbicara tentang kemenangan telak yang selalu didapat Iga Swiatek. Sosok yang menjadi bahan sorotan justru tidak ingin berbicara tentang hasil dan angka.
“Patokan saya bukan hasil. Saya lebih fokus pada sikap mental saat menghadapi turnamen. Saya pun harus selalu menjadi petenis yang lebih baik karena masih banyak yang bisa dikembangkan di lapangan,” kata Swiatek di Dubai, Uni Emirat Arab.
Swiatek mengatakan itu sebelum berhadapan dengan petenis remaja Amerika Serikat, Cori “Coco” Gauff” dalam semifinal turnamen WTA 1000 Dubai, Jumat (24/2/2023). Belajar dari kesalahan-kesalahan pada set pertama, Swiatek tampil dominan dari baseline pada set kedua, kecuali saat membuat dua double fault beruntun pada gim keenam. Dia menang dengan skor 6-4, 6-2 hingga tidak terkalahkan pada enam pertemuan dengan Coco.
Swiatek menuturkan, apa yang menjadi targetnya tak bisa selalu dilihat dari hasil pertandingan. “Apa yang saya bicarakan mungkin sulit diukur, tetapi, itulah tujuan saya, bisa terus berkembang dalam banyak hal,” ujar tunggal putri nomor satu dunia tersebut.
Untuk bisa tampil semakin baik pada setiap laga, bahkan, dalam setiap set, dia selalu membawa buku catatan tentang apa yang harus dilakukannya dalam pertandingan. Saat melawan Coco, dia membaca buku itu pada jeda antara set pertama dan kedua.
Pendekatan makro yang diceritakannya terjadi ketika komunitas tenis menggambarkan performanya dalam deretan angka. Apalagi, petenis berusia 21 tersebut seringkali menang dengan skor telak.
Bahkan, lawan Swiatek seringkali hanya bisa merebut satu atau tidak memenangi gim sama sekali hingga kalah dengan skor 0-6 dan/atau 1-6. Dari angka nol, yang sering disebut dengan istilah “bagel” dalam tenis, serta angka satu (belakangan disebut breadstick oleh penggemar tenis dalam media sosial), muncullah kiasan bahwa Swiatek “membuka toko roti”. Bagel adalah roti berbentuk lingkaran atau angka 0, sama seperti donat; sementara breadstick adalah roti keras berbentuk tongkat atau angka 1.
Sebelum bertemu Coco, setelah mendapat kemenangan walkover (WO) atas Karolina Pliskova pada perempat final, Swiatek menang dengan skor 6-1, 6-0 atas Liudmila Samsonova pada babak ketiga. Pada babak kedua, Swiatek hanya memberi kesempatan pada finalis Grand Slam Amerika Serikat Terbuka 2021, Leylah Fernadez, memenangi dua gim. Swiatek menang 6-1, 6-1.
Patokan saya bukan hasil. Saya lebih fokus pada sikap mental saat menghadapi turnamen.
Sepekan sebelum tampil di Dubai, dia mempertahankan gelar juara WTA 500 Doha (tahun lalu berlevel WTA 1000) juga dengan skor-skor telak. Total dalam lima pertandingan di Doha dan Dubai sebelum bertemu Coco, lawan Swiatek hanya memenangi delapan gim pada sepuluh set. Dari delapan gim itu, Jessica Pegula memenangi gim paling banyak, yaitu tiga gim, ketika dikalahkan Swiatek 3-6, 0-6 pada final WTA 500 Doha.
Dari kemenangan-kemenangan tersebut, Swiatek memenangi lebih dari 67 persen poin, yaitu 279 dari 415 poin yang diperebutkan. Sejak menjadi petenis nomor satu dunia, pada 4 April 2022, hingga mengalahkan Coco, dia hanya delapan kali kalah dari 61 pertandingan.
Statistik fenomenal yang dimiliki Swiatek serta kekalahan dalam lima laga lain, sebenarnya tidak membuat Coco gentar. Sebelum bertanding di Dubai, dia mengatakan tidak merasa tertekan dengan rekor lawannya tersebut.
Namun, di lapangan, Coco seringkali frustasi karena tidak dapat menahan groundstroke bersudut tajam dari Swiatek. Coco menilai, performa Swiatek yang bagai tanpa cela menjadi tantangan. Petenis berusia 18 tahun itu pun hanya ingin melihat perkembangan kemampuannya dibandingkan pertemuan lain dengan Swiatek.
Momen terbaik bagi Coco saat melawan Swiatek adalah ketika tampil dalam final Perancis Terbuka 2022. Meski kalah 1-6, 3-6, itu menjadi pengalaman pertama petenis peringkat keenam dunia tersebut tampil dalam final Grand Slam.
Memasuki tahun kelima bersaing di arena tenis profesional, Coco tetap dinilai sebagai petenis yang memiliki potensi bisa seperti Swiatek. Dia telah menjadi tunggal putri AS keempat yang tampil dalam sepuluh semifinal turnamen WTA sebelum berusia 19 tahun, dalam tiga dekade terakhir. Tiga seniornya yang melakukan itu adalah Lindsay Davenport, Venus Williams, dan Serena Williams.
“Saya tidak pernah menyebut diri sendiri sebagai petenis masa depan. Saya hanya ingin menjadi yang terbaik semampu saya,” katanya.
Semifinal lain di Dubai, pada Jumat tengah malam waktu Indonesia, mempertemukan Jessica Pegula dengan Barbora Krejcikova. Pegula menang WO atas Karolina Muchova pada perempat final, adapun Krejcikova menyingkirkan juara Australia Terbuka, Aryna Sabalenka, 0-6, 7-6 (2), 6-1.
Dari turnamen putra, ATP 250 Rio de Janeiro, unggulan teratas Carlos Alcaraz melewati perlawanan ketat petenis senior, Fabio Fognini, untuk mendapat tempat pada perempat final, Sabtu dinihari WIB. Alcaraz menang atas Fognini, 6-7 (5), 6-2, 6-4, dan berhadapan dengan Dusan Lajovic pada perempat final. (AFP/AP)