Menanti Gelar dari Nomor Lain untuk ”Merah Putih”
Selalu meloloskan atlet ke turnamen Final BWF sejak pertama kali digelar pada 2008, hanya ganda putra yang bisa meraih gelar juara bagi Indonesia. Gelar dari nomor lain pun dinanti pada tahun ini,
Untuk pertama kalinya sejak turnamen bulu tangkis Final BWF digelar pada 2008, Indonesia meloloskan wakil pada semua nomor pada Final BWF 2022. Situasi ini seharusnya membuka peluang bagi tim ”Merah Putih” untuk meraih gelar juara dari nomor lain selain ganda putra.
Turnamen Final BWF—bertajuk Final BWF Super Series Masters pada 2008 dan 2009, Final BWF Super Series (2010-2017), lalu Final BWF World Tour (2018-sekarang)—adalah ajang yang diikuti delapan wakil terbaik dari setiap nomor. Peserta adalah pemain yang menempati delapan posisi tertinggi berdasarkan hasil terbaik dari turnamen selama setahun, dengan jumlah kejuaraan yang ditentukan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).
Untuk Final BWF 2022, yang akan digelar di Bangkok, Thailand, 7-11 Desember, poin ranking dihitung dari 14 hasil terbaik dalam turnamen BWF World Tour yang terdiri dari Super 300, 500, 750, dan 1000. Hal ini berbeda dengan daftar peringkat dunia, yang poin rankingnya didapat dari sepuluh hasil terbaik selama 52 pekan ke belakang.
Indonesia adalah salah satu pusat kekuatan bulu tangkis dunia, tetapi di ajang ini, prestasi atlet Merah Putih kurang bersinar. Sejak awal diselenggarakan, baru empat gelar juara yang didapat pemain Indonesia, dan itu pun hanya dari ganda putra. Tiga gelar juara dipersembahkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan (2013, 2015, dan 2019) dan satu dari Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon pada 2017.
Baca juga : Indonesia dan China Akan Bersaing di Semua Nomor
Indonesia jauh tertinggal dari China yang mendapat 23 gelar juara dari semua nomor. Negara lain yang prestasinya di atas Indonesia adalah Denmark dengan 12 gelar, Malaysia (9), Jepang (8), dan Korea Selatan (5).
Di luar ganda putra, hasil terbaik nomor lain adalah final dari tunggal putra melalui Tommy Sugiarto (2013) dan Anthony Sinisuka Ginting (2019). Ganda putri dan campuran juga pernah meloloskan pasangan ke final, yaitu Vita Marissa/Liliyana Natsir dan Nova Widhianto/Liliyana, pada 2008.
Adapun tunggal putri menjadi satu-satunya nomor yang tak pernah memiliki wakil pada Final BWF hingga akhirnya Gregoria Mariska Tunjung diundang BWF pada tahun ini. Gregoria sebenarnya berada pada peringkat ke-13 daftar ranking Final BWF.
Namun, pengunduran diri Pusarla V Sindhu (India) dan peraturan bahwa setiap negara hanya bisa memiliki maksimal dua wakil pada setiap nomor membuat Gregoria akhirnya lolos ke Final BWF. Juara dunia yunior 2017 itu menjadi tunggal putri pertama Indonesia yang akan bersaing pada turnamen dengan hadiah total Rp 23,142 miliar itu.
”Ini kesempatan saya untuk bersaing dengan pemain-pemain top dunia. Waktu persiapan memang pendek, sekitar dua pekan, tetapi sejak Oktober saya sudah terbiasa dengan jadwal padat. Persiapan untuk Final BWF tinggal memperbaiki hal-hal detail,” kata Gregoria saat berlatih di pelatnas Cipayung, Jakarta, sepekan sebelum turnamen.
Baca juga : Potensi Gergoria Masih Bisa Ditingkatkan
Sejak turnamen Final BWF diselenggarakan pada 2008, Gregoria menjadi tunggal putri pertama Indonesia yang akan bersaing dalam turnamen akhir tahun itu. Selama ini, Merah Putih meloloskan wakil pada dua hingga empat nomor per tahun, dan hanya ganda campuran yang konsisten selalu meloloskan wakil pada setiap tahunnya.
Meski demikian, hanya pemain ganda putra yang mempersembahkan gelar, termasuk gelar terakhir yang didapat Hendra/Ahsan di Guangzhou 2019.
Pada ajang terakhir, yang diselenggarakan dalam ”gelembung Bali” bersama Indonesia Masters dan Indonesia Terbuka 2021, hasil terbaik bagi Indonesia adalah final yang dicapai Kevin/Marcus dan semifinal dari Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Setelah Greysia pensiun pada pertengahan tahun ini, Apriyani akan tampil dengan partner berbeda, Siti Fadia Silva Ramadhanti. Mereka termasuk delapan ganda putri yang akan bersaing di Bangkok untuk menggantikan pasangan Jepang, Nami Matsuyama/Chiharu Shida (Jepang), yang mengundurkan diri.
Meski baru berpasangan dalam turnamen internasional sejak Juni, Apriyani/Fadia bisa menjadi salah satu kuda hitam di Bangkok. Mereka meraih 27 kemenangan dari 33 pertandingan yang menghasilkan medali emas SEA Games Vietnam 2021, gelar juara Malaysia Terbuka Super 750, dan Singapura Terbuka Super 500.
Ini kesempatan saya untuk bersaing dengan pemain-pemain top dunia. Waktu persiapan memang pendek, sekitar dua pekan, tetapi sejak Oktober saya sudah terbiasa dengan jadwal padat.
Ganda putri berperingkat ke-14 dunia itu bisa memberi kejutan seperti pada dua bulan pertama mengikuti kompetisi internasional. Apalagi, enam dari delapan pasangan yang akan bermain, termasuk Apriyani/Fadia, tak pernah tampil di Final BWF. Apriyani pernah merasakan atmosfer turnamen ini ketika berpasangan dengan Greysia.
Fadia pun menyatakan antusiasmenya untuk bersaing dengan pasangan-pasangan elite lainnya. ”Saya pengin banget main di Final BWF, tetapi poin rankingnya tidak cukup. Namun, ternyata ada jalannya. Jadi, kami tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini,” tutur Fadia.
Sejak kembali dari Perancis Terbuka, akhir Oktober, Apriyani/Fadia tetap berlatih meski ada pemain pelatnas yang telah menjalani libur akhir tahun. Masa libur bagi atlet yang tak bertanding lagi dimajukan karena mereka harus berlatih kembali sejak pekan kedua atau ketiga Desember untuk menghadapi musim 2023.
Apriyani/Fadia, yang saat ini sudah menjadi ganda putri nomor satu Indonesia, bisa menjadi salah satu kandidat juara dari Indonesia di luar nomor ganda putra. Dengan permainan cepat dan daya juang tinggi dalam setiap laga, mereka bisa menyulitkan, bahkan mengalahkan, ganda putri elite dunia, salah satunya juara dunia, Chen Qingchen/Jia Yifan (China). Ini akan menjadi ujian pertama ganda putri Indonesia tanpa Greysia, yang juga pernah menembus semifinal Final Super Series 2015 bersama Nitya Krishinda Maheswari.
Baca juga : Apriyani/Fadia Menatap Final BWF
Meski demikian, Apriyani tak ingin memasang target tinggi. ”Kami tidak mau muluk-muluk, yang penting menampilkan yang terbaik. Kami tidak mau memikirkan hasil,” katanya.
Debutan favorit
Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto juga tak ingin terburu-buru membayangkan menjadi ganda putra ketiga Indonesia yang menjadi juara di Final BWF. Meski akan tiba di Bangkok sebagai debutan, mereka menjadi ganda putra dengan performa paling konsisten tahun ini hingga menempati posisi teratas daftar ranking Final BWF.
Di antara delapan pasangan, Fajar/Rian memiliki persentase kemenangan tertinggi, yaitu 80,95 persen dengan 51 kali menang dan 12 kali kalah. Mereka menjuarai empat turnamen, terbanyak di antara para kompetitornya.
”Saya hanya akan fokus pada setiap pertandingan terdekat saja, tidak mau lihat lebih jauh. Kalau fokusnya sudah terlalu jauh sejak awal, pasti akan merusak permainan karena yang ada dalam pikiran biasanya pertandingan berikutnya, bukan pada laga yang sedang dijalani. Makanya, kami selalu menyebut akan fokus satu per satu,” tutur Rian.
Pola pikir itu penting diterapkan karena Fajar/Rian bisa menjadi target utama pasangan lain. Apalagi, ganda putra bisa dikatakan memiliki persaingan paling merata dibandingkan dengan nomor lain.
Selain Fajar/Rian, ada Hendra/Ahsan yang lolos untuk keenam kalinya. Meski akan kalah cepat dalam pergerakan ketimbang para pesaing yang lebih muda, mereka memiliki pengalaman tiga kali menjadi juara, yaitu pada 2013, 2015, dan 2019. Hendra/Ahsan belum meraih gelar juara pada tahun ini, tetapi bisa mencapai final ajang besar, di antaranya All England dan Kejuaraan Dunia.
Perubahan performa dari beberapa pasangan dibandingkan dengan tahun lalu akan menambah ketat persaingan nomor yang paling atraktif ini. Selain Fajar/Rian, peningkatan penampilan juga dialami pasangan Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik. Mereka hanya mendapat satu gelar, tetapi itu terjadi pada Kejuaraan Dunia di Tokyo, Jepang.
Baca juga : Turnamen PBSI Ajang Persiapan Jojo dan Ginting Menuju Final BWF
Penampilan juara bertahan, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi, yang mendominasi persaingan ganda putra pada tiga bulan terakhir 2021, kali ini menurun. Namun, bukan berarti pula mereka akan mudah dikalahkan. Nomor ini juga punya Liu Yuchen/Ou Xuanyi (China) sebagai kuda hitam. Pasangan berperingkat ke-11 dunia ini sudah meraih dua gelar juara dari empat final. Salah satu gelar didapat dari ajang besar, Indonesia Terbuka Super 1000.
Pada tunggal putra, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memiliki dua wakil, yaitu Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting. Namun, ini tak berarti gelar akan mudah didapat. Persentase kemenangan mereka pada tahun ini hanya nomor enam dan tujuh dari delapan kompetitor di Bangkok, masing-masing dengan 68 dan 66,7 persen. Keduanya hanya unggul dari Lu Guangzu (China) dengan 58,9 persen.
Selain Viktor Axelsen, yang mendominasi persaingan tunggal putra dengan hanya empat kali kalah dari 52 pertandingan (92,3 persen), persaingan tak terduga akan muncul dari bintang baru asal Jepang, Kodai Naraoka. Sebanyak 73,5 persen kemenangannya menjadi yang kedua terbaik setelah Axelsen. Pemain berusia 21 tahun itu empat kali ke final dan empat kali mencapai semifinal.
Sementara itu, debut Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari akan menjadi kesempatan berharga untuk bersaing dengan pasangan yang berstatus ganda campuran elite. Mereka bahkan bisa langsung berhadapan dengan juara dunia, juara Final BWF, atau peraih emas Olimpiade sejak laga awal.
Baca juga : Jadwal Final BWF Berubah, Persiapan Dipercepat
Persaingan ganda campuran hampir pasti akan dikuasai tiga pasangan terbaik, yaitu Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilyu/Huang Dongping (China) serta juara dua tahun terakhir, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai (Thailand).
Seperti Axelsen di tunggal putra, Zheng/Huang tak tertandingi pasangan lain dengan 96,3 persen kemenangan, hasil 52 kali menang dari 54 pertandingan. Mereka meraih sembilan gelar juara dari 13 turnamen, dengan tujuh gelar didapat secara beruntun.