Sejak ditunjuk FIFA menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 pada 2010, Qatar tak hanya menyiapkan infrastruktur, tetapi juga kemajuan sepak bolanya. Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 harus belajar.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 harus belajar banyak dari Qatar. Sebab, Piala Dunia 2022 bukan hanya pesta bola bagi Qatar sebagai tuan rumah, melainkan turnamen ini juga menjadi awal bagi Qatar untuk membangun ekosistem sepak bola yang baik agar selevel dengan kekuatan Asia lainnya, seperti Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, hingga Iran.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Qatar Ridwan Hassan mengatakan, sejak ditunjuk Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) menjadi tuan rumah pada 2010, Qatar langsung menyiapkan rencana jangka panjang pembangunan negara dan sepak bolanya, mulai dari pembangunan fisik jalan, stadion, perumahan, sekolah, dan perkantoran, hingga pembangunan manusia dengan mendatangkan banyak ahli dari luar negeri untuk berbagi ilmu.
”Qatar itu dalam visi jangka panjangnya menempatkan olahraga sebagai salah satu sektor yang ingin dikembangkan menjadi ciri kehidupan negara sehingga 12 tahun kemudian, pada 2022 ini dunia dapat menyaksikan Qatar mampu melaksanakan Piala Dunia dengan baik. Ini tidak dibuat sehari dua hari,” kata Ridwan dalam diskusi bertajuk ”Diplomasi Islam dan Bangkitnya Sepak Bola Asia” oleh Gelora Talks, Rabu (30/11/2022).
Selain itu, pembangunan untuk pesta bola empat tahunan ini juga menjadi investasi berkelanjutan bagi Qatar untuk membangun negaranya melalui diplomasi antarnegara yang berkumpul selama satu bulan turnamen di Qatar.
Melalui Piala Dunia, mereka membangun ekonomi dalam negeri, jadi kalau nanti migas tidak lagi diandalkan, Qatar sudah siap untuk menjadi ibu kota olahraga dunia.
Dia menyebut, Qatar sudah siap jika suatu saat menjadi tuan rumah ajang olahraga lainnya. Sebab, fasilitas yang tersisa dari Piala Dunia ini sudah disiapkan untuk masa depan. ”Melalui Piala Dunia, mereka membangun ekonomi dalam negeri, jadi kalau nanti migas tidak lagi diandalkan, Qatar sudah siap untuk menjadi ibu kota olahraga dunia,” ucapnya.
Selain itu, Qatar juga telah membuktikan bahwa mereka negara yang bisa menerima semua orang yang berbeda latar belakang untuk bersatu merayakan sepak bola bersama meskipun ada larangan yang membatasi orang dari negara lain dengan budaya yang berbeda, misalnya terkait pembatasan konsumsi alkohol dan larangan aktivitas LGBT.
Dari sisi permainan, tim nasional sepak bola Qatar, pengamat sepak bola Sigit Nugroho menilai, perkembangan tim berjuluk ”Si Marun” ini mirip seperti timnas Korea Selatan dan Jepang ketika menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002. Saat itu, Korea Selatan dan Jepang tidak diperhitungkan, tetapi sejak menjadi tuan rumah, sepak bola mereka berkembang pesat hingga kini menjadi dua tim raksasa di Asia.
”Tim sepak bola tidak sekonyong-konyong menjadi luar biasa ketika mengalahkan tim besar. Jepang mengalahkan Jerman, Arab mengalahkan Argentina, memang belum juara, tetapi ini membuktikan bahwa slogan AFC, yakni masa depan sepak bola ada di Asia, mulai terlihat dengan memberikan perlawanan ke tim besar di Piala Dunia,” kata Sigit.
Timnas Qatar hari ini adalah skuad yang dibentuk oleh pelatih asal Spanyol yang pernah melatih tim muda Barcelona, Felix Sanchez. Dia didatangkan Pemerintah Qatar sejak 2006 untuk menangani Akademi Aspire, pusat pengembangan sepak bola usia muda Qatar.
Dari situ dia membangun timnas mulai dari kelompok umur U-19 pada 2013-2017, lalu U-23 dan senior pada 2017. Hasilnya, Felix membawa Qatar meraih juara Piala Asia U-19 2014 dan mengangkat trofi Piala Asia untuk pertama kali pada 2019.
Jelang Piala Dunia 2022, kapten Qatar, Hassan Al Haydos, dan kawan-kawan telah berpartisipasi di tiga turnamen besar, yakni Copa America 2019, Piala Emas 2019, dan Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Eropa. Mereka juga menjalani pemusatan latihan di Spanyol pada tahun ini.
Meskipun pada pergelaran Piala Dunia 2022 performa timnas Qatar tidak baik, Sigit meyakini Qatar akan menjadi salah satu kekuatan baru di sepak bola Asia. Qatar menjadi negara pertama yang tersingkir dari fase grup Piala Dunia 2022 setelah menelan tiga kali kelahan dari Ekuador, Senegal, dan Belanda. Mereka bahkan hanya mampu mencetak satu gol dan kemasukan tujuh gol selama turnamen.
Dari perjalanan itu, Koordinator Save our Soccer Akmal Marhali menambahkan, Indonesia harus belajar banyak dari Qatar terkait penyelenggaraan Piala Dunia karena akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023 mendatang. Pemerintah diharapkan tidak sekadar membangun fasilitas fisik penunjang pergelaran Piala Dunia U-20, tetapi juga menjadi titik balik kebangkikan sepak bola nasional.
”Walaupun ini yunior, sama-sama Piala Dunia. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari Qatar yang menghabiskan uang ribuan triliun untuk membangun infrastruktur sekaligus ekosistem sepak bolanya,” ucap Akmal.
Anggota Tim Gabungan Investigasi Pencari Fakta tragedi Kanjuruhan ini berharap, pemerintah bisa terus mengawal transformasi sepak bola nasional yang menjadi wewenang Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) agar membawa perubahan yang nyata agar kejadian serupa tidak terulang dan mengganggu ekosistem sepak bola nasional.