Pelajaran Berharga dari Tim Qatar
Kandasnya tuan rumah Qatar di penyisihan grup Piala Dunia 2022 menyisakan pelajaran penting. Keputusan mereka melakukan pemusatan latihan terpusat dalam waktu lama bukanlah solusi mengejar kualitas.
Tim nasional Qatar menjadi tim pertama yang gugur dari persaingan babak penyisihan Piala Dunia 2022. Mereka kalah pada dua laga perdana mereka di pesta sepak bola terakbar tersebut.
Tumbang dari Ekuador dan Senegal membuat banyak pihak yang berekspektasi tinggi pada juara Piala Asia 2019 itu lantas kecewa. "Si Marun" bukan hanya gagal menjaga martabat Asia, tetapi juga mencetak sejarah buruk sebagai tim tuan rumah Piala Dunia pertama yang kalah dalam dua laga awal.
Qatar mengikuti jejak Afrika Selatan yang juga tak bisa lolos dari babak penyisihan. Tetapi, apa yang dialami Qatar terasa lebih menyedihkan karena kepastian mereka tersisih terjadi ketika baru memasuki laga kedua. Publik Qatar jelas kecewa. Mereka rata-rata telah meninggalkan tribune stadion setelah satu jam pertandingan berlangsung.
Hanya setengah dari pendukung Qatar yang datang ke stadion bersedia menyaksikan timnya sampai peluit akhir dibunyikan, Jumat (25/11/2022). Dari pengamatan Kompas, suasana di luar stadion setelah laga Qatar jauh lebih lengang dibandingkan laga-laga tim lainnya, seperti Belanda, Inggris, bahkan Kanada.
Baca juga : Menakar Dampak Piala Dunia 2022 pada Perekonomian Qatar
“Awalnya, saya berharap kami bisa menang. Ini hasil yang mengecewakan,” ucap Salama, salah satu pendukung yang ditemui seusai laga Qatar versus Senegal di Stadion Al Thumama, Jumat.
Pendukung tim-tim lain umumnya masih berkumpul dan tidak jarang masih menyanyikan yel-yel di luar stadion. Sementara pendukung Qatar laiknya orang pulang kantor yang langsung bergegas menuju tempat parkir mobil mereka.
Tanpa target
Namun, ekspektasi yang ditumbuhkan pendukung tidak serupa dengan target Asosiasi Sepak Bola Qatar (QFA) dan Pelatih Qatar Felix Sanchez. Sejak awal, skuad Si Marun tidak pernah melontarkan apapun soal target mereka pada debutnya di Piala Dunia.
Sanchez paham tujuan utama Qatar berlaga di Piala Dunia, tahun ini, adalah meningkatkan level permainan. Itu pun disetujui oleh QFA dan Pemerintah Qatar. Mereka sadar kemampuan timnas Qatar belum berada satu level dengan tim-tim di Grup A, mulai dari Ekuador, Senegal, dan Belanda. Ketiga tim itu sudah kenyang pengalaman tampil di Piala Dunia.
Setelah Piala Dunia berakhir, sepak bola terus berjalan dan Qatar terus mengembangkan sepak bola untuk mempersiapkan turnamen lain, seperti Piala Asia, tahun depan. (Felix Sanchez)
Menurut Sanchez, Qatar tidak mematok capaian tertentu, misal menembus fase gugur, di debut dirinya bersama skuad Si Marun tampil di Piala Dunia. "Kekecewaan itu timbul berdasarkan ekspektasi, jika Anda berharap kami melaju jauh, ya hasil ini sebuah hal yang mengecewakan," kata Sanchez dalam konferensi pers setelah laga kontra Senegal.
Ia menambahkan, "Bagi saya, terpenting tim ini bisa tampil kompetitif menghadapi lawan. Terlepas dari kalah, kami mampu mengimbangi Senegal, tim yang satu level di atas kami. Kami sempat beberapa kali menciptakan peluang".
Jika mengamati statistik dua laga Qatar di Piala Dunia debut mereka, Si Marun sejatinya tidak bermain buruk secara kolektif. Mereka adalah satu-satunya wakil Asia yang bisa mencatatkan rerata lebih dari 400 operan dan akurasi umpan 81 persen per laga. Angka itu adalah catatan tertinggi dari lima duta Asia di Piala Dunia 2022.
Tetapi, pengalaman tidak bisa dibohongi. Kengototan Sanchez, yang memulai karier kepelatihan di akademi Barcelona, La Masia, untuk membawa Qatar tampil dengan gaya sepak bola modern melalui operan bola-bola pendek, tidak sepenuhnya berjalan baik. Beberapa operan Qatar hanya berkutat di garis tengah lapangan. Mereka kesulitan menembus sepertiga akhir zona pertahanan lawan.
Pada laga melawan Senegal, Si Marun baru bisa mendapat dua tembakan mengarah ke gawang, yang salah satunya berbuah gol melalui Mohammed Muntari, setelah tim lawan unggul dua gol. Performa Qatar diperburuk dengan penampilan penuh blunder di lini belakang. Dua gol yang mereka derita dari Ekuador di laga pertama tidak lepas dari parade kesalahan pemain belakang.
Baca juga : Ketika Raisa Mengalihkan Piala Dunia
Blunder itu juga terjadi pada pertandingan melawan Senegal. Saat itu, bek tengah Boualem Khoukhi gagal membuang bola dengan sempurna di dalam kotak penalti. Kondisi itu dimanfaatkan Boulaye Dia untuk membuka keran gol tim “Singa Teranga”.
“Piala Dunia ini menjadi momen tepat bagi kami meraih banyak pengalaman. Setelah Piala Dunia berakhir, sepak bola terus berjalan dan Qatar terus mengembangkan sepak bola untuk mempersiapkan turnamen lain, seperti Piala Asia, tahun depan,” kata Sanchez.
Pemusatan latihan
Satu hal yang selalu menjadi pembahasan ketika konferensi pers dengan Sanchez adalah keputusan pemusatan latihan terpusat yang diterapkannya dalam enam bulan jelang Piala Dunia. Sebanyak 26 pemain Qatar yang disiapkan untuk Piala Dunia 2022 menjalani pemusatan latihan jangka panjang. Mereka melakukan dua periode latihan di Spanyol, lalu berlatih pula di Qatar.
Dengan kondisi itu, semua pemain teralienisasi dari ketatnya kompetisi Liga Qatar. Mereka hanya fokus berlatih dan menjalani laga-laga uji coba di Spanyol. Cara itu bisa dikatakan metode “tradisional” yang sudah ditinggalkan tim-tim yang telah berpengalaman mengikuti turnamen sepak bola terakbar itu. Tim Asia lainnya, seperti Jepang, Arab Saudi, Iran, dan Korea Selatan, rela mempercepat durasi liga mereka musim ini.
Tujuannya adalah agar semua pemain liga domestik yang dipanggil timnas memiliki waktu sedikitnya satu bulan untuk mempersiapkan diri. Setelah pemain liga lokal memulai latihan bersama, kemudian pemain-pemain dari liga Eropa menyusul untuk menyempurnakan tim. Tak bisa dimungkiri, penampilan di liga amat penting untuk menjaga performa fisik, mental, dan level kompetitif pemain.
Baca juga : Awal Terang Barisan Duta Asia
“Liga kami tidak terlalu kompetitif. Jadi, saya tetap berpegang bahwa keputusan (pemusatan latihan) itu adalah pilihan yang tepat untuk tim ini,” kata juru taktik berusia 46 tahun itu.
Liga Qatar sejatinya tidak terlalu buruk. Mereka peringkat keenam pada ranking kompetisi AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia). Pelatih Barcelona Xavi Hernandez memulai karier sebagai pelatih di Al-Sadd, tim Liga Qatar. Kini, Hernan Crespo, eks bintang tim nasional Argentina, menjadi Pelatih Al Duhail. Dari 12 tim Liga Qatar, hanya tiga tim menggunakan juru taktik lokal.
Qatar memang tidak punya pemain bintang yang tampil di Eropa, seperti Jepang, Korsel, dan Iran. Akan tetapi, memasukkan mereka ke dalam pemusatan latihan jangka panjang terbukti tidak ampuh.
Sanchez seharusnya bisa memetik metode Pelatih Arab Saudi Herve Renard yang tidak memaksa pemainnya meninggalkan klub demi pemusatan latihan. Setelah liga jeda, awal Oktober lalu, Renard mengumpulkan skuadnya untuk menjalani tujuh laga uji coba sebelum terbang ke Qatar. Sama seperti Qatar, skuad Arab Saudi juga diisi pemain yang tampil di liga domestik.
Qatar akan menghadapi Belanda di laga terakhir. Pertandingan itu bisa membuat Si Marun semakin terbenam dan mencatatkan rekor performa tim tuan rumah terburuk dalam sejarah Piala Dunia.
Dari Qatar, kita bisa belajar sebuah timnas dibentuk dari hasil pengalaman kolektif yang berbeda dari setiap pemain, bukan dari lamanya mereka dikumpulkan di sebuah program pemusatan latihan. Sebab, lama berlatih tidak menjamin mereka bisa mengejar ketertinggalan kualitas...