Tragedi kelam di Stadion Kanjuruhan menjadi titik balik bagi rivalitas kelompok suporter di ”Tanah Mataram”. Untuk pertama kalinya, pendukung Persis Solo, PSIM Jogja, dan PS Sleman berdampingan dalam satu agenda.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Tragedi sepak bola sekaligus kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) lalu, menghadirkan hikmah bagi beberapa kelompok suporter sepak bola yang selama ini memiliki rivalitas tinggi. Itu dialami oleh basis fans dari tiga klub paling berpengaruh dari "Tanah Mataram" yang terdiri dari wilayah Solo Raya, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Persis Solo, PSIM Jogja, dan PS Sleman.
Kelompok suporter dari tiga klub itu sepakat untuk melakukan islah atau perdamaian untuk mengakhiri panasnya rivalitas yang telah berjalan lebih dari satu dekade terakhir. Sebagai simbol atas perdamaian itu, sejumlah kelompok pendukung ketiga klub itu hadir pada salat gaib dan doa bersama untuk korban tragedi Kanjuruhan, Selasa (4/10/2022) malam, di kompleks Stadion Mandala Krida, Yogyakarta.
Ribuan fans fanatik klub sepak bola itu menanggalkan identitas lambang kelompok dan klub kesayangan demi melakukan doa bersama untuk para korban di Kanjuruhan. Mereka, yang seragam mengenakan baju hitam, juga menyalakan lilin sebagai bentuk belasungkawa terhadap 130 orang yang meninggal seusai menyaksikan derbi Jawa Timur antara Arema versus Persebaya Surabaya.
Sejatinya pendukung tiga klub itu tidak bebas dari konflik di awal musim 2022-2023. Masih terngiang di ingatan meninggalnya dua pendukung PS Sleman yang tergabung dalam Brigata Curva Sud, salah satu kelompok tim “Elang Jawa”, ketika perjalanan kompetisi musim ini baru memasuki bulan kedua.
Tri Fajar Firmansyah dan Aditya Eka Putranda adalah dua nama yang hidupnya berakhir setelah bentrokan suporter tiga klub asal Tanah Mataram itu. Fajar menjadi korban serangan senjata tajam ketika pendukung Persis mengalami kericuhan dengan diduga pendukung PSIM di wilayah Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta.
Kala itu, pendukung Persis hendak menuju Stadion Moch Soebroto di kota Magelang, Jateng, yang menjadi markas sementara “Laskar Sambernyawa” di pekan pertama kontra Dewa United. Atas kasus itu, kepolisian menetapkan lima tersangka.
Selanjutnya, Aditya wafat setelah menyaksikan PSS melawan Persebaya di Stadion Maguwoharjo, Sleman, akhir Agustus lalu. Ia dikeroyok oleh 12 oknum pendukung “Laskar Mataram”, sebutan PSIM. Para pelaku kekerasan itu pun tengah menjalani proses hukum.
Presiden Pasoepati, pendukung Persis, Maryadi Suryadharma, menjelaskan, islah antara pendukung di Tanah Mataram yang menjadi viral berkat tagar #MarataramIslah didasari keprihatinan suporter sepak bola di Solo dan Yogyakarta terhadap tragedi di Kanjuruhan. Sebelum tragedi Kanjuruhan, lanjut Maryadi, Pasoepati telah merenung untuk mencari cara guna mengikis rivalitas, yang tanpa henti menyebabkan korban jiwa, sekaligus memiliki tekad untuk menghilangkan kesan brutal dari pendukung sepak bola.
Sudah saatnya kita semua bersatu dengan kemajuan suporter Indonesia. Kami sudah tidak mau ada tragedi lagi di stadion mana pun di Tanah Air.
“Sudah saatnya kita semua bersatu dengan kemajuan suporter Indonesia. Kami sudah tidak mau ada tragedi lagi di stadion mana pun di Tanah Air. Justru sebaliknya suporter sepak bola harus menghadirkan hiburan bagi penonton umum melalui nyanyian dan koreografi di setiap pertandingan,” ujar Maryadi, yang dihubungi dari Jakarta, kemarin.
Secara terpisah, Ilham Tri Prajatmo, dari Humas Dewan Pengurus Pusat Brajamusti, salah satu kelompok pendukug PSIM, mengungkapkan, agenda di Mandala Krida tidak hanya mengundang pendukung Persis dan PSS, tetapi juga kelompok suporter klub lain di wilayah Jawa Tengah, seperti PSIS Semarang, PPSM Magelang, dan Persikama Kabupaten Magelang.
Sebelum agenda akbar itu, anggota Brajamusti dan basis pendukung Persis juga telah melakukan doa bersama di Monumen Juang, Klaten, Jateng, Senin (3/10) malam. Kegiatan itu adalah awal mula munculnya tagar #MataramIslah menyebar.
“Gerakan natural dari akar rumput di Klaten adalah hal baik yang tentu kami dukung. Tragedi ini adalah momen bagus untuk kami dan semua kelompok suporter menurunkan ego masing-masing demi memberi warisan perdamaian untuk generasi kemudian.” tutur Ilham.
Ia menambahkan, “Semoga dari Yogyakarta kami bisa menularkan energi positif bagi suporter Indonesia yang memiliki rivalitas panjang yang tidak sehat. Lalu, kegiatan ini menjadi pencetus penyebaran virus perdamaian untuk semua suporter”.
Salah satu koordinator BCS, Zulfikar Nugroho Putro, juga menyambut positif aksi bersama seluruh suporter di Tanah Mataram. Menurut Zulfikar, tragedi yang mengakibatkan penghentian liga menjadi momentum semua pihak untuk berbenah agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Sebelum tragedi Kanjuruhan, BCS pun telah melakukan aksi undur diri dari seluruh laga kandang PSS di musim ini selama bulan September lalu. Mereka mengosongkan tribune sisi selatan Stadion Maguwoharjo. Akibat aksi itu, pendukung Persis dan Persita Tangerang pun mengurungkan rencana mereka mendukung klub mereka ketika bertandang ke Sleman.
Proses panjang
Presiden Forum Komunikasi Suporter Indonesia Richard Achmad Supriyanto mengungkapkan, rencana menuju islah sejatinya telah dimulai sejumlah suporter di Tanah Mataram sejak dua kasus meninggalnya pendukung PSS. Tragedi Kanjuruhan, katanya, harus menjadi pembuka lembaran baru dan permulaan dari proses panjang perdamaian khususnya suporter di Solo dan Yogyakarta, serta umumnya di Indonesia.
“Proses islah ini akan membutuhkan waktu yang panjang karena perlu disebarkan hingga ke pendukung wilayah terkecil, bukan hanya para pimpinan kelompok. Suporter wajib memahami bahwa kita punya tugas besar, yaitu memberikan kontrol sosial bagi seluruh pemangku kepentingan demi kemajuan sepak bola kita,” kata Richard, Ketua Umum The Jakmania periode 2015-2017.
Richard optimistis perdamaian kelompok suporter di Solo dan Yogyakarta bisa menjadi contoh untuk mengurangi rivalitas kelompok suporter lain, seperti pendukung Persib Bandung dan Persija Jakarta serta suporter Arema dan Persebaya.
Kepala Divisi Pembinaan Suporter PSSI Budiman Dalimunthe menyambut baik gerakan perdamaian kelompok suporter di Yogyakarta. Menurut dia, islah itu memiliki pesan penting yang diharapkan bisa secara perlahan meminimalisir persaingan atau friksi antar-suporter.
“Aksi (islah) itu bukan sekedar tentang meredam rivalitas tinggi, tetapi menunjukkan komunitas suporter mengedepankan kemanusian di atas segalanya,” kata Budiman.