Tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang menewaskan 125 orang, Sabtu (1/10/2022) malam, mencoreng identitas sosial ”Arek Malang” yang selama ini lekat dengan citra perubahan sosial yang positif.
Oleh
SIWI YUNITA CAHYANINGRUM, DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
Dahulu nama Aremania lebih dekat dengan dunia kelam. Mereka dikenal dengan pasukan preman Malang yang suka menjarah barang, meminta uang, dan mengusili perempuan.
Namun, seiring menguatnya entitas Aremania sebagai kebanggaan pemuda Malang, perilaku buruk itu tereliminasi. Bahkan, muncul pasukan Aremania yang tugasnya ”menghukum pelaku kejahatan. Aremania bahkan pernah dijuluki suporter terbaik di Tanah Air.
Heru (45), Aremania Gadang, daerah kawasan ekonomi pinggir kota Malang, mengetahui betul kisah ini. Ia dulu juga turut menjadi bagian kelam pasukan preman waktu itu.
”Sebelum Arema dan Aremania lahir, perkelahian antardesa sangat umum di Malang,” kata Hari, Aremania lain asal Pandanwangi, daerah pinggir kali Brantas Malang.
Saat Arema lahir dan membesar pada 1990-an, sekat-sekat demografis dan geografis itu hilang. Mereka sungkan berkelahi dengan ”saudara” sendiri. Gesekan antarkampung berkurang, bahkan hilang.
Aremania sebagai kelompok pendukung tim sepak bola Arema membuka sekat lewat proses identifikasi diri anak-anak muda Malang, atau yang dikenal sebagai Kera Ngalam (kebalikan dari kata Arek Malang). Dulu memang Kera Ngalam masih belum menemukan bentuk jati diri.
Sebelum Arema dan Aremania lahir, perkelahian antardesa sangat umum di Malang.
Lahirnya Persatuan Sepak Bola Arema pada Agustus 1987 mampu menyatukan anak muda dalam satu bendera, yakni suporter sepak bola. Sepak bola mampu memindahkan energi berlebih anak muda dari antargang, antarkampung, ke stadion. Energi itu disalurkan dengan ekspresif dan apik lewat teriakan dukungan, nyanyian, tabuhan drum, serta formasi yang rapi dan membanggakan.
Kekompakan mereka menjalar dari stadion kembali ke gang-gang, kampung-kampung, bahkan kawasan elite. Mereka berada di bawah satu bendera, yakni Aremania.
Sampai saat ini, gang-gang Kota Malang berhiaskan mural ”Singo Edan”, maskot Aremania. Maskot itu juga menempel di mobil-mobil berpelat nomor N yang wara-wiri di jalur elite Ijen, bahkan gerobak penjual cilok di stasiun kota. Ikatan emosional itu pun melepaskan ikatan strata ekonomi, geografi, bahkan budaya.
Fenomena kuatnya militansi Aremania diduga karena Aremania sudah menjadi identitas sosial. Sebagaimana penelitian Naomi Ellemers, Paulien Kortekaas, dan Jaap W Ouwerkerk tentang identitas sosial di European Journal of Social Psychology (1999), identitas sosial dibangun oleh komitmen pada kelompok.
Komitmen menjadi Aremania itulah yang menjadikan para suporter kesebelasan berjuluk Singo Edan itu bisa begitu emosional terhadap kesebelasan yang didukungnya. Mereka bisa membela mati-matian, bahkan kalaupun harus berhadapan dengan suporter kesebelasan lain.
Bagi Aremania, identitas itu menjadikan mereka ”berarti” dalam lautan manusia Indonesia. Siapa pun mereka, apakah pelajar, mahasiswa, kuli bangunan, tukang sate, atau tukang becak, semua lebur menjadi Aremania saat bicara Arema.
Meski merupakan satu entitas besar, Yosef el Kefet, salah seorang tokoh Aremania, sebelumnya pernah mengatakan, Aremania bukanlah sebuah organisasi resmi. Di antara mereka ada banyak koordinator wilayah (korwil) yang dibentuk hanya untuk memudahkan dalam hal urusan tiket sebuah laga. Mereka bertemu di stadion dan akan bersatu dalam aba-aba seorang dirigen bernyanyi mendukung timnya.
”Tidak ada yang berkuasa di Aremania. Jika ada sosok Aremania yang ditokohkan dianggap menyimpang, dengan sendirinya ia akan dilupakan dan tidak dianggap. Aremania sangat menghargai kejujuran dan kebersamaan,” kata Yosef.
Ikatan kedekatan Arema-Aremania juga didasari sejarah. Tahun 1998-1999, saat itu Arema yang merupakan kesebelasan eks Galatama tidak memiliki sponsor untuk menghidupinya.
Akibatnya, Arema sangat bergantung pada penjualan tiket. Dari korwil ke korwil, dari satu komunitas ke komunitas, manajemen Arema saat itu mendekati Aremania untuk menjelaskan bahwa tim akan hidup dari dukungan tiket suporter. Rupanya Aremania paham. Sejak saat itu, Aremania benar-benar menjadi penyokong utama klub.
Pasukan Ken Arok
Sejarawan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, menyebut Aremania tak sekadar suporter sepak bola. Mereka adalah pasukan Ken Arok, yang siap melindungi daerahnya jika ada gempuran.
Hal itu terbukti saat reformasi, Aremania-lah yang maju ke depan saat kotanya hendak dimasuki provokator pada 1998. Saat itu, Kota Malang aman karena barikade Aremania, berbeda nasib dengan kota-kota lain yang hangus.
Ken Arok lahir dari kaum proletar, tetapi ia membuka sekat-sekat Tumapel, menyatukan kaum preman, garong dengan elite dan pendeta dalam satu Kerajaan Singasari, kerajaan yang menjadi leluhur Kota Malang. Ken Arok di zaman kini lahir dalam bentuk Aremania.
Kekompakan Aremania menginspirasi suporter kota-kota lain. Pasoepati Solo adalah contoh riil. Pasoepati mengadopsi kekompakan Aremania dan tampilan mereka di tribune. Arema juga mengundang kekaguman penggemar sepak bola lain.
Pujiastuti (60), pedagang kelontong di Pasar Ngumbul atau 500 kilometer dari Stadion Manahan, Solo, adalah satu dari warga yang terpesona dengan kesopanan Aremania. Pada tahun 2000-an saat Arema bertanding di Solo, suporter Arema turut mendukungnya.
”Mereka permisi saat mau beli sesuatu, pakai bahasa yang sopan. Saat pulang, mereka juga pamit, ’Sepurane (dimaafkan), ya, Bu,’ kata mereka. Padahal, kami kenal juga baru sehari, itu pun mereka cuma mampir beli minum,” kenang Puji.
Kini citra baik Aremania yang dibangun lama dengan susah payah dipertaruhkan setelah terjadi tragedi Kanjuruhan. Provokasi yang dulu berhasil dicegat kini tak mampu dibendung.
Bisa jadi nilai-nilai Aremania yang tertib mulai hilang karena tak ada sesepuh yang dituakan. Apalagi mayoritas Aremania adalah anak muda yang lebih mudah terpancing emosi.
Lepas siapa pun yang salah, Aremania yang sebagian darinya adalah jelmaan kaum pendeta selayaknya bijak dalam bersikap dan mampu mengendalikan diri. Sepatutnya citra baik Aremania dipulihkan.