Kematian 129 jiwa Aremania harus menjadi momentum untuk perbaikan total dunia sepak bola nasional agar Tragedi Kanjuruhan tidak berulang.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kematian setidaknya 129 jiwa Aremania dalam Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam, agar menjadi momentum perbaikan penyelenggaraan kompetisi sepak bola. Kerusuhan seusai laga Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya itu harus diusut tuntas karena mengusik rasa kemanusiaan sekaligus termasuk tragedi sepak bola dengan korban jiwa terbesar di dunia.
Dalam kunjungan ke keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di RSUD Dr Saeful Anwar, Kota Malang, Minggu (2/10/2022) siang, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, jumlah korban jiwa akibat kerusuhan itu terus diselaraskan.
”Dari data yang sudah tersinkronkan, tercatat 129 orang meninggal, tetapi kami terus menerima perkembangan,” katanya didampingi Bupati Malang Sanusi, Wali Kota Malang Sutiaji, dan Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya Mayor Jenderal Nurchahyanto.
Data itu sesuai dengan Laporan Harian Khusus Kepolisian Resor Malang bertanggal 1 Oktober 2022. Laporan berperihal terjadi kerusuhan suporter setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang. Laporan menyebutkan, korban dalam perawatan 180 orang sedangkan yang meninggal 127 orang ditambah sepasang suami-istri atau dua orang yang tidak dibawa ke rumah sakit, tetapi ke Blitar.
”Dengan demikian, total korban MD (meninggal) sementara sebanyak 129 orang,” tulis laporan itu.
Direktur RSUD Dr Saeful Anwar, Kohar Hari Santoso, mengatakan, sampai dengan tengah hari, tim kesehatan menangani delapan pasien luka berat dan empat pasien luka sedang terkait Tragedi Kanjuruhan. Selain itu, membantu identifikasi 17 jenazah yang dikirim dari sejumlah rumah sakit di Malang Raya.
Kohar melanjutkan, mayoritas korban terluka bahkan meninggal dengan luka atau trauma di kepala dan dada diduga akibat berdesak-desakan atau terinjak dalam kerusuhan. ”Karena berdesak-desakan sehingga ada trauma di kepala dan dada, juga terinjak-injak,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia Ignatius Indro meminta agar kompetisi Liga 1 hingga Liga 3 dihentikan sementara terkait Tragedi Kanjuruhan. Penghentian agar semua pemangku kepentingan dapat berbenah secara menyeluruh terutama penentuan prosedur tetap pengamanan pertandingan, perbaikan sistem kompetisi, dan pendidikan suporter.
”Dengan begitu, satu pemikiran bahwa ada hal yang lebih besar daripada rivalitas atau bahkan dari sepak bola itu sendiri, yakni kemanusiaan,” kata Indro.
Anak saya sudah pergi dan tidak akan kembali. (Asmaul Husna)
Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan meminta keadilan dan pengusutan tuntas peristiwa itu. Dalam pandangan mereka, korban jiwa tidak akan ada atau bisa ditekan jika aparatur tidak bertindak berlebihan.
”Mereka menembakkan gas air mata bahkan ke arah tribune yang penontonnya banyak dan tidak rusuh,” kata Armando, Aremania dari Kota Malang saat menanti pemulangan jenazah adik sepupu di RSUD Dr Saeful Anwar.
Asmaul Husna, ayahanda dari korban bernama Faiz Al Fikri meyakini, jika aparat tidak bertindak berlebihan, mungkin anak tercintanya tidak akan menjadi korban. ”Anak saya sudah pergi dan tidak akan kembali,” katanya sambil menangis.
Dalam LHK Polres Malang tercantum fakta bahwa petugas memang menembakkan gas air mata ke lapangan dan tribune penonton. Laporan menyebutkan, pukul 22.00, saat pemain dan ofisial Pemain Arema FC dari lapangan berjalan masuk menuju kamar ganti pemain, suporter Arema (Aremania) turun ke lapangan dan menyerang pemain, ofisial Arema FC. Mengetahui hal tersebut petugas keamanan berusaha melindungi pemain hingga masuk ke dalam ruang ganti pemain.
”Selanjutnya Aremania yang turun ke lapangan semakin banyak dan menyerang aparat keamanan karena Aremania semakin brutal dan terus menyerang aparat keamanan serta diperingatkan beberapa kali tidak dihiraukan, kemudian aparat keamanan mengambil tindakan dengan menembakkan gas air mata ke arah Lapangan, Tribune Selatan (11, 12,13) dan Tribune Timur (Tribun 6),” tulis laporan itu.
Masih menurut laporan itu, setelah penembakan gas air mata, suporter yang berada di tribune berusaha keluar melalui pintu secara bersamaan sehingga berdesakan-desakan, banyak yang tergencet dan terjatuh serta mengalami sesak napas.