Pengamat Menilai Manajemen Sistem Keselamatan di Stadion Masih Rendah
Tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan disebabkan manajemen sistem keselamatan yang rendah. Hal itu harus jadi momentum perbaikan agar peristiwa tersebut tidak terulang.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengamat olahraga Fritz E Simandjuntak menilai tragedi sepak bola seusai laga Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022), adalah dampak dari manajemen sistem keselamatan di stadion yang rendah. Tragedi itu harus menjadi momentum segenap pemangku kebijakan terkait untuk merevolusi manajemen sistem keselamatan dalam laga sepak bola menjadi lebih aman dan modern. Hal itu akan sangat memengaruhi kedewasaan ataupun kedisiplinan penonton.
”Terlepas dari segala faktor penyebab di lapangan, seperti dugaan penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan kepada para penonton, tragedi itu menunjukkan bahwa PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia), operator liga PT LIB (Liga Indonesia Baru), maupun panitia lokal tidak bisa mengelola manajemen keselamatan dengan baik. Kehadiran aparat baru sebatas untuk keamanan, tetapi bukan untuk keselamatan,” ujar Fritz saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (2/10/2022).
Fritz mengatakan, salah satu indikasi manajemen sistem keselamatan yang rendah terlihat dari respons PT LIB ketika Kepolisian Resor Malang dan panitia pelaksana dari Arema meminta waktu pelaksanaan laga antara Arema dan Persebaya dimajukan dari pukul 20.00 menjadi pukul 15.30. Namun, PT LIB menolak permintaan tersebut.
”Kalau PT LIB punya pertimbangan manajemen sistem keselamatan yang baik, mereka akan mempertimbangkan permintaan tersebut. Dengan bermain pada pukul 15.30, setidaknya aparat keamanan jauh lebih mudah memantau pergerakan massa karena kondisi yang masih terang. Kalau malam, tentu kondisinya jauh lebih sulit,” katanya.
Indikasi lainnya, tiket laga Arema-Persebaya yang disediakan melebihi kapasitas Stadion Kanjuruhan. Tiket yang tersedia mencapai 42.000 tiket, sedangkan kapasitas stadion itu hanya 38.000 orang. Artinya, ada kelebihan 4.000 orang. ”Selain itu, tidak bisa dipastikan apakah tiket itu bernomor tempat duduk atau tidak,” ucap Fritz.
Menurut dia, sejatinya baik PSSI maupun PT LIB sedang membangun rumah sepak bola. Hasilnya mulai terasa, ditilik dari kualitas pemain dan prestasi timnas Indonesia yang mulai membaik. Timnas senior, misalnya, lolos Piala Asia 2023 dan tim U-20 lolos Piala Asia U-20 2023 serta Piala Dunia U-20 2023. Demikian untuk kualitas wasit, penyelenggara pertandingan ataupun kompetisi, dan keamanan, semuanya sudah tertata lebih baik.
Kalau lihat fakta di lapangan dan ada tragedi Arema-Persebaya yang menyebabkan jumlah korban jiwa besar, manajemen sistem keselamatan di sepak bola Indonesia belum ditata dengan baik. Tentu tragedi Arema-Persebaya menjadi peristiwa yang sangat memalukan dan menyedihkan.
Akan tetapi, satu faktor lain yang sangat krusial dan belum terlalu diperhatikan adalah manajemen sistem keselamatan. ”Kalau lihat fakta di lapangan dan ada tragedi Arema-Persebaya yang menyebabkan jumlah korban jiwa besar, manajemen sistem keselamatan di sepak bola Indonesia belum ditata dengan baik. Tentu tragedi Arema-Persebaya menjadi peristiwa yang sangat memalukan dan menyedihkan. Kita sangat berdukacita,” tutur Fritz.
Usut tuntas
Maka itu, lanjutnya, dirinya berharap penyebab utama tragedi Arema-Persebaya harus diusut tuntas dengan melibatkan pihak-pihak di luar PSSI, PT LIB, ataupun kepolisian, seperti dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Salah satu yang paling penting dicari tahu adalah kenapa ada suporter yang tiba-tiba bisa turun ke lapangan dan apa maksud dari suporter tersebut.
Kalau mau mengejar para pemain lawan, kabarnya semua anggota Persebaya sudah diselamatkan dengan menggunakan mobil barakuda. ”Dari insiden turunnya para suporter itu, pihak-pihak terkait bisa mendapatkan bahan evaluasi untuk menyusun manajemen sistem keselamatan yang lebih baik,” ujarnya.
Dari bahan evaluasi itu, Fritz menuturkan, PSSI, PT LIB, ataupun panitia lokal harus mulai berbenah dalam menyusun manajemen sistem keselamatan. Berkaca dari sejumlah laga olahraga yang pernah disaksikan langsung oleh Fritz dalam Olimpiade Sydney 2000 di Australia dan pertandingan bisbol ataupun bola basket di Amerika Serikat, yang paling utama adalah mengatur alur pergerakan penonton saat akan masuk hingga keluar dari stadion. Tujuannya, untuk memastikan tidak ada penumpukan penonton di stadion.
Kemudian, aparat keamanan harus siap siaga setiap saat. Sepatutnya, aparat langsung membuat barikade mengelilingi lapangan dengan tubuh menghadap kepada penonton menjelang akhir laga. Tujuannya, untuk mengawasi pergerakan penonton. Secara psikologis, hal itu pun bisa membuat penonton enggan berbuat aksi provokatif.
”Tidak mudah mengendalikan massa dengan jumlah puluhan ribu orang. Dalam kondisi crowded (penuh sesak), satu saja yang teriak, maka yang lainnya akan ikut-ikutan. Kalau itu sampai terjadi, tidak mudah untuk meredamnya. Untuk itu, yang paling ideal adalah upaya antisipasi dengan mengatur alur pergerakan penonton,” katanya.
Selanjutnya, koordinasi dengan kelompok suporter perlu ditingkatkan. Sejauh ini, ketua kelompok suporter sudah cukup baik dalam mengelola anggotanya. Namun, untuk memastikan situasi lebih terkendali, harus ada koordinasi lebih intens antara panitia lokal, aparat keamanan, dan ketua kelompok suporter sebelum, selama, dan sesudah pertandingan.
Harus bertanggung jawab
Terlepas dari itu, Fritz mengutarakan, semua komponen terkait harus bertanggung jawab dan memberikan perhatian terhadap tragedi Kanjuruhan. Sebab, tragedi itu sudah tergolong bencana. Tragedi itu sedikitnya menimbulkan 125 orang meninggal. Itu jauh lebih besar dibandingkan jumlah korban badai Ian di Florida, Amerika Serikat, yang sudah terjadi berhari-hari, yakni mencapai 44 orang meninggal.
Presiden Joko Widodo pun harus turun tangan setidaknya untuk memberikan bantuan besar kepada keluarga korban meninggal dan korban selamat. ”Sebab, tragedi Arema-Persebaya adalah suatu kegagalan manajemen sistem keselamatan dalam laga sepak bola oleh banyak pihak, mulai oleh PT LIB, panitia lokal, kepolisian, dan suporter itu sendiri. Peristiwa ini dipicu oleh penyebab yang sangat kompleks,” kata Fritz.
Bahkan, ia secara tegas menuntut ada pihak yang harus ditangkap, diadili, ataupun dipenjara akibat tragedi tersebut. ”Tujuannya, untuk memberikan efek jera dan agar semua pihak terkait mau serius memperbaiki manajemen sistem keselamatan yang ada,” ujarnya.
Bagi Fritz, beragam sanksi, seperti larangan suporter untuk masuk stadion atau hukuman tertentu kepada klub, panitia lokal, oknum PT LIB, dan PSSI, adalah opsi terakhir yang semata-mata untuk memberikan efek jera. ”Yang paling penting tetap balik lagi pada manajemen sistem keselamatan yang harus lebih baik,” pungkasnya.
Sementara itu, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali dalam siaran pers, Minggu, mengatakan, sesuai arahan Presiden, dirinya, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan akan segera menginvestigasi secara serius dan mengusut tuntas apa yang menjadi penyebab tragedi tersebut. Mereka berkomitmen mengambil langkah penanganan secara cepat dan tepat.
”Kita harus mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan pertandingan sepak bola baik kompetisi (liga) maupun turnamen agar tragedi di Kanjuruhan tidak terulang lagi di masa depan. Kita jadikan tragedi ini sebagai pelajaran berharga yang memilukan dan harus menjadi yang terakhir. Kepada yang harus bertanggung jawab, tentu mereka harus bisa mempertanggungjawabkannya sesuai aturan yang berlaku (aturan Federasi Sepak Bola Internasional/FIFA, PSSI, dan hukum pemerintah),” ujar Zainudin.
Tragedi Kanjuruhan bukan tidak mungkin menyebabkan Indonesia dikucilkan dari persepakbolaan internasional atau mendapat sanksi dari FIFA. Dikhawatirkan, hal itu menyebabkan Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia Sepak Bola U-20 tahun depan.
Agar sanksi itu tidak diberikan, baik Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Marciano Norman maupun Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari meminta semua pihak terkait segera menyelesaikan masalah tersebut dengan tuntas. Semua pihak itu pun mesti mampu menjelaskannya dengan baik kepada komunitas olahraga internasional. Tujuannya, supaya Indonesia tetap mendapatkan kepercayaan dunia.