Ada empat cabang Olimpiade yang kemungkinan tidak ada di SEA Games Kamboja 2023, yakni menembak, panahan, kano, dan rowing. Padahal, empat cabang itu lumbung medali emas Indonesia dalam SEA Games Vietnam 2021.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
MAWAR KUSUMA WULAN/ KOMPAS
Presiden Joko Widodo berfoto bersama atlet peraih medali dari kontingen SEA Games Vietnam 2021 di halaman depan Istana Merdeka, Senin (13/6/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Komite Olimpiade Indonesia atau KOI akan mendesak Federasi SEA Games atau SEAGF agar lebih memprioritaskan cabang Olimpiade yang dipertandingkan dalam SEA Games. Hal itu menyusul kemungkinan tidak dipertandingkannya empat cabang Olimpiade dalam SEA Games Kamboja 2023, yakni menembak, panahan, kano, dan rowing.
”Menanggapi permasalahan ini, kita harus berpikir secara universal. Kita tidak bisa hanya mementingkan diri sendiri (hanya kepentingan Indonesia), tidak bisa pragmatis. Maka itu, jalan terbaik adalah para NOC (komite olimpiade nasional) negara anggota SEAGF harus duduk bersama. Kita harus fokus meningkatkan potensi setiap negara Asia Tenggara di Olimpiade. Kalau tidak ada perubahan ke arah yang lebih berkualitas, tidak tertutup kemungkinan Indonesia lebih baik keluar dari SEAGF,” ujar Ketua KOI Raja Sapta Oktohari di Jakarta, Minggu (18/9/2022).
Dalam rapat, Kamis (15/9/2022), SEAGAF menetapkan ada 37 cabang olahraga dengan 608 nomor pertandingan dalam SEA Games 2023. Angka itu berkurang dari keputusan sebelumnya 39 cabang olahraga dalam SEA Games ke-32 tersebut. Sebagian besar cabang yang dipertandingkan bersifat olahraga khas, seperti catur Kamboja dan sejumlah bela diri. Yang cukup memprihatinkan, empat cabang Olimpiade justru tidak ada, yakni menembak, panahan, kano, dan rowing.
Okto mengatakan, sejauh ini memang masih ada kemungkinan jumlah cabang itu berubah. Kendati demikian, KOI dan beberapa NOC dari Asia Tenggara lainnya kecewa dengan sikap SEAGF. Menurut mereka, konstitusi atau kebijakan dalam SEA Games harus lebih mengarah pada jenjang prestasi lebih tinggi, yakni Olimpiade.
MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS
Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat dan memberikan bonus kepada atlet peraih medali dari kontingen SEA Games Vietnam 2021 di halaman depan Istana Merdeka, Senin (13/6/2022). Presiden Jokowi menyatakan bangga 82 persen atlet Indonesia yang bertanding di SEA Games Vietnam 2021 tahun 2022 mendapatkan medali.
Sebab, baik menyelenggarakan maupun mengikuti SEA Games itu menghabiskan dana yang tidak sedikit. Tuan rumah harus menyiapkan arena berstandar internasional dan atlet, sedangkan peserta mesti menyiapkan biaya mengirim atlet. Namun, belakangan, anggaran besar yang dikeluarkan itu tampaknya tidak banyak memberikan dampak positif terhadap perkembangan olahraga Asia Tenggara.
Ajang adu gengsi
Yang terjadi sekarang, SEA Games tak lebih sebagai ajang adu gengsi. Setiap tuan rumah seolah menjadi keniscayaan harus mendapatkan prestasi jauh lebih baik di kandangnya sendiri, tak sedikit yang menjadi juara umum. ”Kita tidak bisa menyalahkan negara penyelenggara. Yang mesti kita kritisi adalah konstitusinya. Untuk itu, kami akan memberikan masukan kepada SEAGF pada pertemuan di Kamboja, 2-4 Oktober ini,” kata Okto.
Okto menuturkan, kalau ingin membenahi prestasi olahraga Asia Tenggara di tingkat Olimpiade, SEAGF harus memprioritaskan cabang olahraga Olimpiade dalam SEA Games. Sejauh ini, aturan SEAGF hanya mewajibkan dua cabang Olimpiade untuk setiap SEA Games, yakni atletik dan renang.
Aturan itu yang mesti ditabrak. Kalau mengacunya pada prestasi dunia, SEA Games harusnya mengadaptasi Olympic Charter (Piagam Olimpiade). Dengan begitu, cabang yang dipertandingkan dalam SEA Games mesti diutamakan cabang-cabang Olimpiade, lebih dari separuh cabang yang ada mesti cabang Olimpiade.
”Aturan itu yang mesti ditabrak. Kalau mengacunya pada prestasi dunia, SEA Games harusnya mengadaptasi Olympic Charter (Piagam Olimpiade). Dengan begitu, cabang yang dipertandingkan dalam SEA Games mesti diutamakan cabang-cabang Olimpiade, lebih dari separuh cabang yang ada mesti cabang Olimpiade,” tuturnya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana upacara penutupan SEA Games Vietnam 2021 di Stadion Vietnam Asian Indoor Game, Hanoi, Vietnam, Senin (23/5/2022). Selain acara penutupan, seremoni ini juga menetapkan Kamboja sebagai tuan rumah SEA Games ke-32 pada tahun 2023.
Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Chandra Bhakti mengatakan, kalau tidak ada perubahan, Indonesia akan mengalami kerugian besar dalam SEA Games 2023. Sebab, empat cabang Olimpiade yang tidak dipertandingkan itu adalah lumbung medali Indonesia dalam SEA Games 2021, yakni juara umum menembak (8 emas, 6 perak, dan 2 perunggu), juara umum panahan (5 emas dan 1 perak), runner-up rowing (8 emas dan 6 perak), serta runner-up kano (6 emas, 8 perak, dan 3 perunggu).
Artinya, Indonesia akan kehilangan 27 medali emas dalam SEA Games 2023. Dengan demikian, posisi Indonesia diprediksi bisa melorot dari urutan ketiga SEA Games 2021 dengan 69 emas, 90 perak, dan 81 perunggu menjadi peringkat keempat atau kelima pada SEA Games 2023.
”Kita coba optimalkan emas dari cabang-cabang lain, seperti atletik, perahu naga, serta olahraga permainan, antara lain bola basket dan bola voli. Tetapi, itu tidak akan membantu signifikan perolehan emas Indonesia. Jadi, secara realistis, posisi kita berpeluang melorot di SEA Games 2023, mungkin bisa urutan keempat,” ujarnya.
Fokus ke Olimpiade
Chandra menuturkan, pihaknya menduga sulit tiba-tiba empat cabang Olimpiade itu masuk dalam SEA Games 2023. Sebab, Kamboja tidak kuat di cabang-cabang itu dan mereka tidak siap untuk menyediakan arenanya dalam waktu kurang dari setahun lagi seperti arena menembak yang berbiaya cukup mahal.
KELVIN HIANUSA
Selebrasi pemain tim nasional bola basket Indonesia setelah meraih emas SEA Games Vietnam 2021 di Thanh Tri Indoor Stadium, Hanoi, pada Minggu (22/5/2022). Indonesia menang dalam laga penentu atas Filipina 85-81.
Oleh karena itu, Kemenpora kian teguh mengajak para induk federasi olahraga nasional untuk tidak lagi menjadikan SEA Games sebagai tolok ukur prestasi. Unsur politik SEA Games jauh lebih besar dibandingkan prestasinya. Sebab, setiap negara tuan rumah ada kewenangan memasukkan cabang unggulannya, tidak peduli bukan cabang Olimpiade, demi memuluskan jalan menjadi juara umum.
Sebagaimana Desain Besar Olahraga Nasional, Kemenpora ingin para induk federasi olahraga nasional mulai lebih serius meningkatkan prestasi ke Olimpiade. Kalaulah ada cabang yang linier ada di SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade, baik SEA Games maupun Asian Games hanya menjadi uji coba untuk mempersiapkan diri ke Olimpiade.
”Sekarang, SEA Games sudah tidak bisa jadi ukuran prestasi. Sebab, belakangan ada tradisi tuan rumah untuk menjadi juara umum. Jadinya, persaingan dan kualitas pertandingan tidak sehat lagi. Kini, lebih baik kita fokus saja ke Olimpiade,” pungkas Chandra.