Dengan strategi cerdik, AS Roma mampu mendatangkan sejumlah pemain bernama besar yang masih produktif secara gratis. Hasilnya positif, mereka mampu berada di puncak klasemen sementara pada pekan keempat Liga Italia.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
ROMA, KAMIS — Jendela transfer musim panas ini boleh jadi fase transfer terbaik yang pernah dilakukan AS Roma. Dengan cerdik, ”Sang Serigala” berhasil mendatangkan empat pemain bernama besar yang masih produktif secara gratis. Hasilnya positif, tim berjersei oranye-merah atau i giallorossi itu berhasil menempati puncak klasemen sementara pada pekan keempat Serie A Liga Italia. Capaian itu pun membuat romanisti, sebutan pendukung Roma, mulai bermimpi tim kesayangannya bisa bernostalgia dengan scudetto atau juara Serie A seperti pada musim 2000/2001.
”Dengan geliat transfer yang dilakukan, Roma memiliki semua yang diperlukan untuk scudetto musim ini. Mereka kini menjadi tim yang lebih seimbang dengan sejumlah pemain berkualitas. Mereka tinggal meningkatkan kualitas dalam hal mentalitas,” ujar pelatih kawakan Italia, Fabio Capello, yang membawa Roma juara Serie A 2000/2001, seperti dilansir Football-Italia, Senin (29/8/2022).
Roma menjadi salah satu tim paling aktif dalam bursa transfer musim panas ini. Pemilik tiga gelar scudetto itu mendatangkan tujuh pemain baru, tetapi hanya mengeluarkan biaya 8,5 juta euro (Rp 126,71 miliar). Mereka hanya mengeluarkan uang untuk membeli permanen bek sayap kanan Zeki Celik dari LOSC Lille dengan mahar 7 juta euro (Rp 104,35 miliar) dan meminjam gelandang tengah Mady Camara dari Olympiakos seharga 1,5 juta euro (Rp 22,36 miliar).
Lima pemain lain didaratkan Roma secara gratis, termasuk gelandang tengah Nemanja Matic dari Manchester United, Georginio Wijnaldum dari Paris Saint-Germain, penyerang Paulo Dybala dari Juventus, dan Andrea Belotti dari Torino. Satu pemain lain, yakni kiper berbakat Mile Svilar, didatangkan dari Benfica.
Para pemain itu betul-betul sesuai kebutuhan Pelatih Roma Jose Mourinho. Hasilnya pun mulai terlihat. Sejak terakhir pada pekan ketiga Serie A musim lalu, Roma kembali mencapai singgasana puncak klasemen pada pekan keempat musim ini.
Roma telah mengumpulkan 10 poin dari empat laga. Mereka unggul satu poin atas Inter Milan dan dua poin atas Napoli, Juventus, juara bertahan AC Milan, dan Lazio yang sama-sama mengumpulkan delapan poin.
Roma mencapai posisi itu berkat grafik konsisten, menang 1-0 atas Salernitana pada pekan pertama, lalu mengungguli Cremonese 1-0, imbang 1-1 dengan Juventus, dan menang 3-0 atas AC Monza. Sebaliknya, para pesaing terdekat mereka meraih hasil kurang memuaskan dalam dua pekan terakhir.
Perubahan kualitas
Para pemain baru memberi banyak perubahan positif, selain Wijnaldum yang cedera patah tulang kering kaki kanan jelang pekan kedua. Celik menjadi pelapis yang sepadan di sisi kanan luar pertahanan, yang musim lalu hanya bergantung pada Rick Karsdorp.
Walau sudah berusia 34 tahun, Matic menjadi jembatan kokoh penyeimbang wilayah belakang dan depan Roma. Peran pemain asal Serbia itu kian sentral karena Wijnaldum yang sangat diharapkan justru harus menepi hingga 3-4 bulan.
Dybala menjadi penyihir baru setelah ikon terbesar tim, Francesco Totti, pensiun di akhir musim 2016/2017. Teknik mumpuni dan umpan-umpan brilian pemain asal Argentina itu membuat permainan Roma lebih kreatif dan hidup. Dia menjadi sosok pembeda di tengah kebuntuan laga, seperti satu assist matangnya untuk gol penyerang Tammy Abraham, yang membuat Roma batal kalah dari Juventus, dan sumbangan dua golnya ke gawang AC Monza.
Belotti yang baru bergabung jelang pekan keempat memang belum bisa diberi penilaian. Namun, mantan kapten Torino itu menunjukkan permainan menjanjikan saat diturunkan 10 menit sebelum laga melawan Monza berakhir.
Pemain berusia 28 tahun itu nyaris saja mencetak gol andai kiper Monza, Michele Di Gregorio, tidak melakukan penyelamatan luar biasa. Dia bisa bersaing sehat dengan Abraham untuk menjadi ujung tombak utama musim ini. Adapun Abraham adalah top scorer Roma musim lalu, yakni dengan 27 gol dari 53 laga di semua kompetisi.
Dengan geliat transfer yang dilakukan, Roma memiliki semua yang diperlukan untuk scudetto musim ini.
Mourinho pun tersenyum lebar. Pelatih asal Portugal itu memiliki pemain berkualitas yang berlimpah sehingga tidak membuatnya pusing untuk merotasi pemain di tengah jadwal padat berlaga untuk Serie A, Piala Italia, dan Liga Europa musim ini.
Kalau bisa konsisten, bukan tak mungkin Mourinho, para pemain Roma, dan romanisti akan berpesta di akhir musim ini. Roma bisa saja menjuarai Serie A musim ini atau setidaknya merengkuh satu gelar dari tiga kompetisi yang diikuti. Dengan skuad seadanya musim lalu, Roma mampu menjadi juara edisi perdana Liga Konferensi Eropa, kompetisi kasta ketiga antarklub Eropa.
”Mereka (direktur klub) harus dipuji atas apa yang mereka lalukan dalam jendela transfer ini. Kami tidak bisa meminta uang (lebih) dan membeli pemain seperti klub-klub Inggris dan sejumlah klub Italia,” kata Mourinho, dikutip Football-Italia, Minggu (14/8/2022).
Peran direktur olahraga
Adalah direktur olahraga Tiago Pinto yang menjadi master transfer di balik kesuksesan Roma, tetap irit tetapi bisa mendatangkan pemain penting. Direktur olahraga asal Portugal itu menguras otaknya sehingga lahir strategi transfer paling efektif untuk Roma, yakni membawa pemain besar yang bebas kontrak atau meminjam dengan opsi pembelian permanen di akhir musim.
Itu adalah taktik transfer paling ideal untuk Roma yang tidak memiliki modal berlimpah dan untuk menjaga neraca keuangan agar terhindar dari sanksi finansial Federasi Sepak Bola Eropa. Bahkan, Pinto yang bergabung dengan Roma pada 1 Januari 2021 sukses membuat timnya surplus hingga 41,35 juta euro (Rp 704,47 miliar) di bursa transfer ini. Surplus itu berkat penjualan 11 pemain yang tak masuk dalam rencana tim yang selama ini sulit dilego.
”Kami yakin bahwa energi Pinto yang luar biasa, etika tanpa kompromi, dan rekam jejaknya dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengoptimalkan bakat. Dia akan membantu ambisi kami yang menyiapkan Roma untuk bisa bersaing memperebutkan trofi di level tertinggi sepak bola Italia dan Eropa,” papar pemilik AS Roma, Dan Friedkin, dalam laman resmi Roma.
Apa yang dilakukan Roma sebenarnya bukan hal baru di Italia. Di era juru transfer Giuseppe Marotta yang menjadi CEO Juventus medio 2010-2018, Juventus yang belum lama promosi dari Serie B ke Serie A banyak mengandalkan pola pembelian pemain gratis ataupun pinjaman.
Transfer tanpa biaya fenomenal yang dilakukan Marotta turut mengubah kekuatan Juventus, antara lain gelandang tengah Andrea Pirlo dari AC Milan pada musim 2011/2012. Lalu, gelandang tengah Paul Pogba dari Manchester United U-21 (2012/2013), penyerang Fernando Llorente dari Athletic Bilbao (2013/2014), dan gelandang tengah Sami Khedira dari Real Madrid (2015/2016).
Di luar itu, Marotta banyak mengambil pemain penting dengan biaya murah. Strategi transfer itu menjadi fondasi yang sukses membuat Juventus merajai Serie A dalam waktu cukup lama, dari musim 2011/2012 hingga 2019/2020.
Taktik transfer itu menjadi keniscayaan tim-tim Serie A yang keuangannya kian tertinggal dibandingkan dengan tim-tim dari Liga Inggris dan Liga Spanyol dalam dua dekade terakhir. Hal itu menjadi fenomena baru yang bertolak belakang dengan tim-tim Serie A sepanjang 1990-an hingga awal 2000-an yang jorjoran membeli pemain, bahkan berulang kali memecahkan rekor transfer dunia.
”Di masa lalu, ada Silvio Berlusconi (Presiden AC Milan), Massimo Moratti (Presiden Inter Milan), atau Franco Sensi (Presiden AS Roma) yang tujuan utamanya adalah menang dan menjaga keseimbangan keuangan adalah nomor dua. Sekarang, situasinya terbalik. Semuanya lebih mengutamakan aspek bisnis, untung-rugi,” ujar Marotta, yang kini menjabat Chairman Inter Milan, seperti dikutip Football-Italia.