Akhir Dinasti Bek Sayap Kiri Brasil di Real Madrid
Nyaris 30 tahun terakhir, sisi kiri luar pertahanan Real Madrid identik dengan pemain Brasil. Namun, selepas Marcelo mengucapkan kata perpisahan di akhir musim ini, maka berakhir pula dinasti bek sayap kiri Brasil.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Nyaris 30 tahun terakhir, sisi kiri luar pertahanan Real Madrid identik dengan pemain Brasil. Berawal dari Roberto Carlos di era 1996-2007, kemudian dilanjutkan oleh Marcelo Vieira da Silva Junior alias Marcelo. Keduanya sama-sama menjadi bagian penting kejayaan klub kebanggaan Kerajaan Spanyol tersebut.
Namun, setelah mengabdi sejak 2007, Marcelo secara resmi mengucapkan kata perpisahan kepada Real Madrid pada akhir musim 2021/2022. Kontrak pemain berusia 34 tahun itu tidak diperpanjang. Perpisahan itu pun menjadi akhir dari dinasti bek sayap kiri dari ”Negeri Samba” di klub berjuluk ”Los Blancos” tersebut.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Real Madrid yang sudah mengizinkan saya menjadi bagian dari klub terbaik dunia ini. Saya mendapatkan banyak kenangan yang sangat menyenangkan di sini. Sekarang, saya pergi dengan kepala tegak.
”Saya mengucapkan terima kasih kepada Real Madrid yang sudah mengizinkan saya menjadi bagian dari klub terbaik dunia ini. Saya mendapatkan banyak kenangan yang sangat menyenangkan di sini. Sekarang, saya pergi dengan kepala tegak. Ini bukan selamat tinggal karena saya tidak akan pernah meninggalkan Real Madrid (selalu mendukung),” ujar Marcelo dilansir laman resmi Real Madrid, Senin (13/6/2022).
Musim 1996/1997 adalah era baru untuk wilayah kiri luar pertahanan Real Madrid. Itu ditandai dengan kedatangan pemain muda asal Brasil, Carlos, yang kala itu masih berusia 23 tahun. Pemain bertinggi 168 sentimeter (cm) itu ditransfer dari Inter Milan dengan mahar 6 juta euro.
Di awal kehadirannya, Carlos yang pengalamannya bermain di Eropa baru seumur jagung cenderung dipandang sebelah mata. Inter Milan merupakan klub Eropa pertamanya dan dia cuma bertahan semusim di klub asal Italia utara tersebut.
Namun, keputusan pelatih Real Madrid kala itu, Fabio Capello, ternyata tepat. Carlos yang fisiknya di bawah rata-rata pemain Eropa bisa menembus skuad inti Real Madrid sejak musim pertamanya. Hingga sepuluh musim kemudian, walau 11 kali pelatih Real Madrid silih berganti, dia tetap mendapatkan kepercayaan sebagai pemegang komando utama sisi kiri pertahanan ”Los Merengues”, julukan lain timnya.
Keunggulan utama Carlos ada pada kecepatan dan kekuatan tembakan kaki kirinya yang sederas luncuran torpedo. Dia pun pengumpan brilian, salah satu paling monumental umpannya kepada gelandang legendaris Zinedine Zidane yang menciptakan gol voli dari sentuhan pertama yang membawa timnya unggul 2-1 atas Bayer Leverkusen dan memastikan merengkuh gelar juara Liga Champions 2001/2002.
Carlos adalah salah satu elemen penting dari era pertama skuad ”Los Galacticos” atau tim bertaburkan bintang Real Madrid medio 2000-2006. Secara keseluruhan, selama 11 musim mengabdi, dia turut menyumbangkan 13 trofi, terdiri dari empat La Liga Spanyol (1996/1997, 2000/2001, 2002/2003, dan 2006/2007), tiga Piala Super Spanyol (1997, 2001, dan 2003), tiga Liga Champions (1997/1998, 1999/2000, dan 2001/2002), satu Piala Super Eropa (2002), dan dua Piala Interkontinental (1998, 2002).
Dengan usia yang telah lebih dari 30 tahun kala itu, kontrak Carlos tidak diperpanjang mulai akhir musim 2006/2007. Sebelum hari perpisahan tiba, Real Madrid jauh-jauh hari menyiapkan Marcelo sebagai penerus takhta. Marcelo dibeli dari klub Brasil, Fluminense, dengan mahar 6,5 juta euro di pertengahan musim terakhir keberadaan Carlos.
Keraguan juga membayangi kedatangan Marcelo. Sebab, dia mengemban tanggung jawab besar menggantikan Carlos yang saat itu sangat mendominasi area kiri luar pertahanan Real Madrid. Belum lagi dirinya tiba dengan usia yang sangat belia kala itu, yakni belum genap 19 tahun dan belum pernah sama sekali merasakan sengitnya persaingan sepak bola ”Benua Biru”.
Bahkan, di awal kehadirannya, Marcelo sempat akan langsung dipinjamkan oleh pelatih Real Madrid kala itu, Capello, yang menjalani periode keduanya di klub yang bermarkas di Stadion Santiago Bernabeu tersebut. ”Saya masih muda dan pihak klub berencana meminjamkan saya ke klub lain demi pengembangan diri. Saat itu, mental saya langsung jatuh karena saya hanya mau bermain untuk Real Madrid,” ungkap Marcelo dilansir AS,dua tahun lalu.
Beruntung, Carlos memberikan ”memo” kepada manajemen klub agar memberikan waktu kepada Marcelo membuktikan kapasitasnya. ”Saya tahu dan kenal dirinya. Maka itu, saya menyampaikan dengan tegas kepada klub agar tidak meminjamkannya,” kata Carlos kepada AS.
Naluri Carlos tepat. Sehabis mendapatkan bimbingan langsung dari Carlos di musim perdananya bersama Real Madrid, Marcelo langsung memantapkan diri sebagai penguasa baru posisi yang ditinggalkan seniornya itu pada musim keduanya.
Titisan Carlos
Marcelo dinilai sebagai titisan Carlos yang paling dekat karena tipe permainan keduanya yang hampir serupa. Mereka sama-sama cepat. Yang membedakan cuma kekuatan tendangan. Marcelo mungkin tidak memiliki sepakan sekencang Carlos, tetapi dia punya kelebihan lain yang tidak dimiliki seniornya, yakni penguasaan bola.
Carlos mengakui kelebihan Marcelo dan menganggap Marcelo lebih baik dari dirinya. ”Tak perlu diragukan lagi, dia merupakan bek kiri terbaik di dunia. Dia selalu menjadi lebih baik dari hari ke hari, pemain yang spektakuler. Dia memegang predikat itu dalam 10 tahun terakhir dan mungkin untuk 10 tahun ke depan,” kata Carlos, dikutip Marca,dua tahun lalu.
Peran Marcelo hampir tidak tergantikan sampai 14 musim berikutnya. Dia pun menorehkan prestasi jauh lebih mengilap. Secara keseluruhan, sepanjang 16 musim mengabdi, dirinya turut menyumbangkan 25 trofi.
Marcelo ikut mempersembahkan enam gelar juara La Liga (2006/2007, 2007/2008, 2011/2012, 2016/2017, 2019/2020, dan 2021/2022). Lalu, dua Piala del Rey (2010/2011, 2013/2014), lima Piala Super Spanyol (2008, 2012, 2017, 2019/2020, dan 2021/2022), lima Liga Champions (2013/2014, 2015/2016, 2016/2017, 2017/2018, dan 2021/2022), tiga Piala Super Eropa (2014, 2016, dan 2017), dan empat Piala Dunia Klub (2014, 2016, 2017, dan 2018).
Sederet trofi itu menjadikan Marcelo sebagai pemain Real Madrid yang paling berprestasi sepanjang sejarah. ”Marcelo adalah salah satu pemain terbaik yang pernah kami miliki. Dia merupakan legenda sepanjang masa, pemain yang paling banyak memenangi trofi dalam sejarah Real Madrid,” tutur Presiden Real Madrid Florentino Perez ketika acara perpisahan yang dihadiri pula oleh Pelatih Real Madrid Carlo Ancelotti dan sejumlah pemain, seperti bek Dani Carvajal dan penyerang Marco Asensio.
Kini, sepeninggal Marcelo, tidak ada lagi nama pemain Brasil di wilayah kiri luar pertahanan Real Madrid. Sejauh ini, ada dua nama yang bakal menjadi suksesor Marcelo, yakni pemain asal Perancis, Ferland Mendy, dan pemain Austria, David Alaba. Mendy disinyalir menjadi penerus takhta selanjutnya.
Sejak tiba pada musim 2019/2020, Mendy mulai menyisihkan Marcelo. Itu bakal menjadi tantangan untuk Mendy ataupun Real Madrid dalam menjaga marwah kejayaan setelah berakhirnya dinasti bek sayap kiri Brasil. ”Sulit untuk menemukan bek kiri lain seperti Marcelo dan Carlos karena mereka yang terbaik dalam sejarah,” ujar Perez di tengah isu kepergian Marcelo setahun lalu. (AFP/REUTERS)