Kesuksesan Real Madrid menjuarai Liga Champions menjadi simbol kesempurnaan tim juara: skuad kompetitif, pelatih kapabel, dan determinasi tim.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Keberhasilan tim asuhan Carlo Ancelotti itu menjadikan klub raksasa Spanyol tersebut sebagai klub dengan gelar juara Liga Champions Eropa terbanyak, yakni 14 kali. Enam gelar di antaranya memang diraih saat Liga Champions yang dulunya bernama Piala Eropa Antarklub (European Cup) masih bergulir dengan sistem undangan (sebelum 1970-an).
Namun, delapan trofi setelah ajang itu menjalankan sistem kualifikasi membuktikan ”Los Blancos”, julukan Real Madrid, mampu mempertahankan standar klub elite Eropa. Sesekali Real Madrid berbelanja pemain bintang, seiring keberadaannya yang juga klub kaya Spanyol, sehingga dijuluki ”Los Galacticos”. Kadang berbuah prestasi, kadang gagal. Akan tetapi, proses jatuh bangun membangun skuad sekian lamanya itu pula yang mematangkan mereka.
Kali ini dengan tim tergolong senior, beberapa pemain berusia 30 tahun lebih, Ancelotti mengoptimalkan skuad yang ada untuk meraih trofi Liga Champions.
Tak tanggung-tanggung, tiga klub Inggris ditundukkan: Chelsea di perempat final, Manchester City di semifinal, dan Liverpool di final.
Yang krusial dari kiprah Real Madrid kali ini adalah kesabaran Los Blancos untuk memastikan hasil laga hingga detik terakhir. Saat bertemu Chelsea, Marcelo dan kawan-kawan unggul agregat gol 3-1 pada laga pertama di London. Pada laga kedua di Madrid, Chelsea unggul 3-0 hingga menit ke-75. Jika skor itu bertahan hingga akhir laga, ”The Blues” lolos ke semifinal dengan agregat 4-3.
Ancelotti menanamkan semangat pantang menyerah sehingga dua gol lantas tercipta, yakni oleh Rodrygo pada menit ke-80 dan Karim Benzema di injury time. Real Madrid pun meluncur ke semifinal dengan agregat gol 5-4.
Situasi serupa dihadapi Los Blancos kala bertemu batu sandungan yang tak kalah beratnya, yakni Manchester City di semifinal. City menang tipis 4-3 pada laga perdana di Manchester. Pada pertemuan kedua di Madrid, City unggul 1-0 pada menit ke-73, melalui gol Riyad Mahrez. Andai skor ini bertahan hingga akhir, City lolos dengan agregat 5-3.
Lagi-lagi, Real Madrid belum menyerah dan menyarangkan dua gol ke gawang tim ”Biru Langit”, keduanya melalui Rodrygo. Dengan skor agregat 5-5, semifinal harus berlanjut dengan perpanjangan waktu. Striker Karim Benzema menjadi pahlawan dengan mencetak gol penentu. Real lolos dengan agregat gol 6-5.
Kesabaran dan determinasi hingga menit-menit akhir itu belum tentu dimiliki tim lain meski skuad mereka lebih energik karena berusia lebih muda. Di sini letak kematangan Ancelotti, pelatih senior berusia 62 tahun, dan skuad tim asuhannya.
Pada final melawan Liverpool, trio gelandang Real Madrid diisi Luka Modric yang 36 tahun, Casemiro 30 tahun, dan Toni Kroos yang 32 tahun. Di lini depan, Benzema sebagai ujung tombak sudah 34 tahun.
Toh, ksatria-ksatria senior itu menunjukkan diri mereka mengimbangi dan mengalahkan Liverpool di laga puncak. Diwarnai kepiawaian kiper Thibaut Courtois menggagalkan sembilan sepakan ke arah gawang, dari total 24 tendangan, Real Madrid menang 1-0 melalui gol Vinicius Junior. Gol itu salah satu dari hanya dua tendangan ke arah gawang Liverpool. Sungguh sajian wajah tanpa cela Real Madrid.