“Cincin” Trofi Eropa Lengkap di Jari Jose Mourinho
Satu lagi sejarah diciptakan Jose Mourinho. Gelar Liga Konferensi Eropa menjadikannya pelatih pertama meraih tiga trofi mayor Eropa. Itu juga menjadi momen pertama bagi AS Roma merasakan juara kompetisi kontinental.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·6 menit baca
TIRANA, KAMIS – Apabila UEFA mempersembahkan cincin kepada para pemenang kompetisi antarklub Eropa, seperti yang dilakukan NBA kepada sang juara setiap musimnya, Jose Mourinho dipastikan telah memiliki lima cincin yang menghiasi semua jari di satu sisi tangannya. Trofi Liga Konferensi Eropa yang diraih AS Roma usai menumbangkan Feyenoord 1-0. Kamis (26/5/2022) dini hari WIB, menjadi pelengkap “cincin” gelar kompetisi Eropa di jari Mourinho.
Pelatih Roma nan karismatik itu menjadi juru taktik pertama yang meraih tiga gelar kompetisi mayor antarklub “Benua Biru”. Bersama Si Serigala, Mourinho memenangkan edisi perdana Liga Konferensi Eropa.
Sebelumnya, ia telah membawa FC Porto juara Piala UEFA (Liga Europa) dan Liga Champions, lalu mempersembahkan gelar Liga Champions untuk Inter Milan, serta menjadi Manajer Manchester United terakhir yang memberikan trofi Eropa, yaitu Liga Europa musim 2016-2017.
Lima gelar Eropa itu diraih Mourinho dalam lima kesempatan membawa timnya menuju ke partai puncak. Oleh karena itu, pelatih asal Portugal itu menjadi satu-satunya pemegang rekor kemenangan 100 persen di final kompetisi mayor antarklub Eropa di abad ke-21 ini.
Selain itu, gelar Liga Konferensi Eropa adalah trofi Eropa mayor pertama yang diraih Roma sejak berdiri 1927 silam. Trofi bersejarah itu tentunya menjadi kado yang manis jelang perayaan ulang tahun klub ke-95 yang jatuh pada 7 Juni mendatang.
Dengan berbagai catatan bersejarah itu wajar apabila melihat pelatih berusia 59 tahun itu sampai menangis setelah mendengar wasit Istvan Kovacs meniupkan peluit akhir laga final di Stadion Air Albania, kota Tirana, Albania, itu.
Mourinho juga menunjukan lima jarinya ke sisi tribune pendukung Roma demi merasakan euforia kegembiraan bersama-sama dengan fans, yang selalu mendukungnya sejak tiba di Roma, Juni tahun lalu.
Tangisan itu seakan menumpahkan emosi Mourinho yang ia tahan sejak peluit mula laga final itu. Bahkan, ketika menyaksikan Nicolo Zaniolo mencetak gol di menit ke-32, Mourinho tetap tenang. Tidak ada letupan kegembiraan yang selalu terpancar darinya di sisi lapangan.
Mourinho meminta staff dan semua pemain cadangannya untuk tetap tenang. Gestur itu adalah wujud dari pengalaman panjang Mourinho memimpin tim-tim besar Eropa di kompetisi kontinental. Ia paham setiap partai puncak akan berlangsung panjang dan selalu siap menyajikan drama.
“Saya telah berada di Roma selama 11 bulan, saya sadar ketika saya tiba, mereka (Roma) menunggu momen (juara Eropa) seperti ini. Capaian ini adalah sebuah sejarah, kami telah menuliskan sejarah,” ujar Mourinho sambil menyeka matanya yang berlinang air mata kepada Sky Sport Italia.
Lebih lanjut, kata Mourinho, Liga Konferensi Eropa adalah satu-satunya kompetisi yang memiliki kans paling besar untuk dimenangi timnya di musim ini. Di musim perdananya di ibu kota Italia, Mourinho tidak muluk-muluk berharap bisa kembali membawa Si Serigala meraih scudetto yang diraih terakhir kali pada musim 2000-2001.
Ia sadar persaingan di Serie A Italia masih jauh dari genggaman Roma yang dihuni pemain-pemain muda. Dengan skuad termuda kedua di Italia berkat rerata berusia 25,2 tahun, Mourinho bersikap realistis untuk setidaknya membantu Roma kembali menembus zona Liga Europa. Target itu dipenuhinya dengan mengakhiri musim ini di peringkat keenam.
Capaian ini adalah sebuah sejarah, kami telah menuliskan sejarah. (Jose Mourinho)
Sebagai penebusannya, Mourinho bekerja keras untuk membantu Roma merengkuh trofi mayor pertama di Eropa. Trofi itu menjadi caranya untuk membangkitkan mentalitas juara di dalam skuad muda Si Serigala.
“Liga Konferensi adalah kompetisi yang sejak awal kami merasakan sensasi untuk bisa memenanginya. Namun, kompetisi ini tidak mudah apalagi setelah tim-tim dari Liga Europa datang, seperti Leicester City, Olympique Marseille, dan Feyenoord,” ucapnya.
Mourinho menambahkan, “Untuk kompetisi ini, kami mengorbankan beberapa poin di Serie A. Kami tahu seharusnya bisa lebih baik di Serie A, tetapi gelar ini adalah buah dari pengorbanan kami”.
Pencetak gol tunggal Roma, Zaniolo, mengakui, kehadiran Mourinho telah memberikan perbedaan besar bagi Roma. Keyakinan dan kepercayaan Mourinho, tambahnya, membuat semua pemain Roma memahami kekuatan mereka demi merengkuh trofi mayor Eropa perdana.
“Kami memiliki skuad yang kuat, mungkin selama ini kami tidak menyadari betapa kuatnya kami,” kata Zaniolo.
Ia mempersembahkan golnya itu untuk keluarganya yang telah mendukungnya keluar dari periode sulit kariernya ketika mengalami dua kali cedera ligamen krusiat anterior (ACL). Pemain berposisi second striker itu adalah pilar penting Roma di Liga Konferensi Eropa dengan catatan enam gol dan tiga asis.
Jalan berliku
Untuk meraih gelar Liga Konferensi Eropa, Si Serigala menempuh jalan berliku. Di fase grup, mereka sempat dilibas Bodo/Glimt 6-1, 21 Oktober lalu.
Itu adalah kekalahan terburuk Mourinho di kompetisi Eropa. Bodo/Glimt, tim Liga Norwegia, sempat menjadi momok Roma.
Setelah mengoleksi satu kekalahan dan satu hasil imbang, Roma bertemu lagi dengan Bodo/Glimt di babak perempat final. Roma kembali tumbang di Nowegia 1-2.
Kegemilangan Zaniolo dengan mencetak hattrick membantu Roma menang 4-0 pada leg kedua di Stadion Olimpico, Roma. Kemenangan itu membuat Roma unggul agregat 5-2 untuk lolos ke semifinal.
Di luar kemenangan besar atas Bodo/Glimt itu, Mourinho menerapkan dengan baik ciri khasnya yang mengutamakan permainan pragmatis di fase gugur Liga Konferensi Eropa.
Menghadapi tiga tim lain, misalnya Vitesse di babak 16 besar, Leicester di semifinal, dan Feyenoord pada partai final, Si Serigala hanya mencetak satu gol di masing-masing laga.
Melawan Feyenoord di Tirana, Roma bermain bertahan di sisa satu jam laga setelah unggul lewat sontekan Zaniolo. Hal itu terlihat dari catatan 36 persen penguasaan bola yang dicatatkan Lorenzo Pellegrini dan kawan-kawan.
Roma juga hanya mengkreasikan delapan tembakan. Sedangkan Feyenoord yang memburu gol penyama kedudukan menciptakan 12 tembakan. Penampilan kokoh pertahanan Roma membuat Feyenoord gagal mencetak gol.
Pemain Feyenoord kesulitan menembus pertahanan Roma yang diisi trio Chris Smalling, Gianluca Mancini, dan Roger Ibanez. Meski lebih banyak tembakan, duta Belanda itu hanya bisa menciptakan empat tembakan sasaran melalui tendangan dari luar kotak penalti.
“Berhadapan dengan tim Italia di final tentu amat sulit untuk menciptakan peluang. Apalagi, tim Italia itu dilatih oleh Mourinho,” tutur Pelatih Feyenoord Arne Slot seusai laga.
Owen Hargreaves, mantan gelandang tim nasional Inggris, menganggap, Mourinho adalah serial winner dengan keberhasilan meraih trofi Liga Konferensi Eropa bersama Roma. Ia pun memberikan apresiasi besar kepada Mourinho yang telah bekerja keras membantu Roma keluar dari periode sulit di musim ini hingga meraih gelar juara Eropa pertama.
“Mourinho adalah (pelatih) terbaik ketika berada di bawah tekanan. Ia tentu sangat bangga terhadap pemainnya dan staf pelatihnya. Mendapat trofi bersama Roma bermakna besar untuknya, ini adalah prestasi yang amat besar,” kata Hargreaves dilansir laman UEFA.
Pellegrini, sang kapten, mempersembahkan trofi bersejarah itu untuk seluruh pendukung Si Serigala.
“Kami hanya bisa mengucapkan terima kasih atas dukungan tulus mereka. Ini hanya bagian kecil dari yang bisa kami berikan atas dukungan mereka kepada kami dalam beberapa musim terakhir,” kata Pellegrini yang menjadi kapten pertama Roma yang mengangkat trofi mayor Eropa.
Sekitar 50.000 pendukung Roma menyaksikan laga final itu bersama-sama di Stadion Olimpico, Roma. Setelah laga berakhir, mereka berpesta di sudut-sudut kota dengan mengibarkan bendera khas Roma yang berwarna merah dan kuning. (REUTERS)